JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Koperasi meresmikan pembentukan Pusat Komando Koperasi. Salah satu tujuannya adalah mengawasi koperasi-koperasi di Indonesia, termasuk koperasi yang sudah beroperasi selama ini.
Menteri Koperasi (Menkop) Ferry Juliantono, menyatakan, Pusat Komando memiliki beberapa fungsi. Salah satunya ialah pemantauan aktif kondisi koperasi-koperasi yang sudah berdiri.
Data kondisi koperasi yang berhasil dikumpulkan bakal menjadi dasar penyusunan kebijakan perkoperasian. Di antaranya adalah pemberian insentif, penempatan tenaga ahli, deteksi dini masalah, dan penanganan persoalan koperasi.
Guna menunjang tata kelola yang lebih baik, Kementerian Koperasi akan lebih aktif memantau dan membina koperasi. Pendekatan selama ini, menurut Ferry, cenderung bersifat pasif. Maksudnya, koperasi-koperasi yang sudah berdiri dan beroperasi biasanya melaporkan kondisinya secara mandiri atau self-declare.
“Ke depan, pelaporan aktif dari koperasi. Pemantauan dan pembinaan dari kami pun bakal lebih aktif. Data kondisi koperasi yang terkumpul akan dikategorisasikan, seperti mana koperasi yang sehat dan program-program yang mereka miliki,” ujar dia menjawab pertanyaan media usai meresmikan pusat komando (command center) koperasi di Jakarta, Senin (15/12/2025).
Mengenai pembangunan gerai dan fisik Koperasi Merah Putih, Ferry menyebut, pemantauan informasi perkembangannya juga bisa dilakukan lewat pusat komando. Data capaian Lembaga Pengelola Dana Bergulir, pemantauan Kejaksaan Agung, serta Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal akan diintegrasikan pula di fasilitas pusat komando.
“Intinya, kami ingin meningkatkan tata kelola organisasi secara berkelanjutan sebagai langkah awal dari pembaruan gerakan koperasi di Indonesia,” kata Deputi Bidang Kelembagaan dan Digitalisasi Koperasi Henra Saragih.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Koperasi, Agung Sujatmiko, berpendapat, pendirian dan pembangunan Koperasi Merah Putih tidak boleh menganggu kebijakan dan program koperasi yang telah eksis.
Saat ini terdapat sekitar 131.000 koperasi yang perlu terus dikembangkan melalui kebijakan yang lebih kondusif. Sebab, koperasi memiliki potensi kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan masyarakat, penciptaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan anggota dan masyarakat, serta produk domestik bruto (PDB).
Koperasi yang telah beroperasi selama ini telah membentuk aset sekitar Rp 270 triliun dan mencatatkan volume usaha sekitar Rp 240 triliun. Kontribusi koperasi terhadap PDB baru berkisar 1,3 persen.
Dengan penambahan sekitar 80.000 unit Koperasi Merah Putih, dia berharap adanya transformasi tata kelola koperasi yang berkelanjutan sehingga mampu menciptakan dinamika ekonomi yang lebih kuat. Ini bisa terwujud jika pemerintah konsisten dan berkomitmen menjadikan koperasi sebagai arus utama pembangunan ekonomi pedesaan.
Pemerintah, menurut dia, telah beberapa kali berencana menempatkan Koperasi Merah Putih sebagai agregator dan konsolidator ekonomi desa dan kelurahan. Namun, implementasi gagasan kebijakan ini menghadapi tantangan besar, terutama pada aspek sumber daya manusia, infrastruktur, model bisnis, serta tantangan struktural lainnya.
“Gagasan besar pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat desa melalui koperasi dinilai sudah tepat. Namun, keberhasilannya menuntut komitmen dan konsistensi lintas kementerian/lembaga serta pemerintah daerah,” ucap dia.
Dosen Universitas Paramadina, Adrian Wijanarko, di kesempatan berbeda, berpendapat, kebijakan Koperasi Merah Putih idealnya dibuat menyerupai institusi atau lembaga yang menaungi UMKM di lingkungannya. Artinya, kebijakan Koperasi Merah Putih harus dijadikan jangkar untuk usaha yang lain, termasuk UMKM.
Dia lantas memberikan ilustrasi. Koperasi Merah Putih bisa menjadi tempat gudang dan peralatan produksi bersama. Layanan bersama dalam Koperasi Merah Putih bisa menekan biaya tenaga kerja dengan mengonsolidasikan fungsi administrasi, keuangan, dan logistik usaha mikro.
“Koperasi Merah Putih juga bisa menjadi aggregator distribusi. KMP sebagai distribusi kolektif menekan biaya logistik yang lain, seperti UMKM. Dengan cara ini mereka bisa memperkuat posisi tawar terhadap penyedia jasa dan distributor,” kata dia.




