JPU Sangkal Eksepsi Melani MecimaPro, Sebut Kontrak Kerja Sama Tak Hapus Pidana

kumparan.com
1 jam lalu
Cover Berita

Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang menjerat Direktur Utama MecimaPro, Fransiska Candra Novitasari alias Melani, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/12). Sidang beragendakan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nota keberatan (eksepsi) yang diajukan oleh Melani pada sidang sebelumnya.

Dalam tanggapannya, JPU tegas menolak dalil terdakwa yang menyebut perkara ini merupakan sengketa perdata dan seharusnya diselesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

JPU dalam menegaskan bahwa hukum pidana menganut asas dwingend recht atau hukum yang bersifat memaksa dan tidak bisa dikesampingkan oleh kesepakatan para pihak dalam perjanjian apa pun.

"Dalam konteks hukum pidana, aturan hukum berlaku secara mutlak dan tidak dapat dikesampingkan, disimpangi, atau dihapuskan oleh kesepakatan para pihak. Berbeda dengan hukum perdata yang sebagian besar bersifat pelengkap," ujar Jaksa di hadapan Majelis Hakim.

Jaksa menilai argumen penasihat hukum yang meminta kasus ini dibawa ke BANI adalah keliru. Menurut JPU, klausul dalam kontrak tidak bisa menghalangi kewenangan negara menindak perbuatan yang memenuhi unsur pidana.

"Mengingat perkara ini adalah perkara pidana, klausul terkait penyelesaian sengketa di Badan Arbitrase Nasional Indonesia tidak bisa menghapus kewenangan negara untuk menindak tindak pidana," tegas Jaksa.

Lebih lanjut, JPU menjelaskan hubungan keperdataan bisa berubah menjadi pidana apabila dalam pelaksanaannya ditemukan unsur tipu muslihat.

"Adanya perjanjian kerja sama atau kontrak bisnis tidak serta merta menghapuskan sifat pidana jika dalam pelaksanaannya terdapat niat jahat berupa tipu muslihat, kebohongan, atau penyalahgunaan uang yang tidak sesuai peruntukan," tutur Jaksa.

Selain isu perdata, Jaksa juga menepis eksepsi terdakwa soal ketidakjelasan tempat kejadian perkara (locus delicti).

Melani sebelumnya mempermasalahkan perbedaan alamat antara laporan polisi dan surat dakwaan. Namun, Jaksa menyatakan bahwa surat dakwaan telah disusun secara cermat berdasarkan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP.

"Kekeliruan atau perbedaan penyebutan tempat kejadian dalam laporan awal tidak mengakibatkan batalnya surat dakwaan, sepanjang surat dakwaan tersebut disusun berdasarkan hasil pemeriksaan penyidikan yang akurat," jelas Jaksa

Di akhir tanggapannya, JPU memohon Majelis Hakim menolak seluruh nota keberatan penasihat hukum dan melanjutkan pemeriksaan perkara.

"Kami memohon kepada Majelis Hakim menolak nota keberatan atau eksepsi dari Penasihat Hukum Terdakwa dan menetapkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa tetap dilanjutkan," pungkas Jaksa.

Ketua Majelis Hakim kemudian menunda persidangan dan menjadwalkan pembacaan putusan sela pada Kamis (18/12) untuk menentukan nasib kelanjutan perkara ini.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
14 Tim dari Tiga Negara Ikuti Turnamen Baseball Asia Koshien 2025 di Jakarta
• 2 jam laluskor.id
thumb
Tim SAR Gabungan Masih Cari 33 Korban Hilang Banjir Bandang Sumbar
• 17 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Harga Patokan Ekspor Konsentrat Tembaga Naik pada Paruh Kedua Desember 2025
• 1 jam laluidxchannel.com
thumb
Warga Jakut Lapor Polisi Usai Pria Bersajam Bikin Resah, Pelaku Dibekuk
• 3 jam laludetik.com
thumb
KPK Bakal Cecar Makelar Kasus Zarof Ricar Terkait TPPU Eks Sekretaris MA Hasbi Hasan
• 7 jam lalumerahputih.com
Berhasil disimpan.