KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan memanggil mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada pekan ini, yakni dalam rentang waktu 16–19 Desember 2025.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan surat pemanggilan terhadap Yaqut Cholil telah dikirimkan sejak pekan lalu.
"Apakah dalam waktu dekat akan dipanggil mantan Menteri Agama? Ya, ditunggu saja," kata Asep dikutip dari Antara, Senin (15/12).
Asep menjelaskan, pengiriman surat pemanggilan dilakukan pada pekan sebelumnya, sehingga pemeriksaan kemungkinan dilakukan pada pekan ini.
"Kemungkinan di minggu ini (pemanggilan) kalau tidak salah ya," katanya.
Saat ditanya apakah pemanggilan akan dilakukan besok, Selasa (16/12), Asep kembali meminta agar publik menunggu informasi resmi dari KPK.
"Ya, saya lupa kalau besok (Selasa, 16/12). Pokoknya ditunggu," ujarnya.
Sebelumnya, pada 9 Agustus 2025, KPK mengumumkan telah memulai penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji. Dalam proses tersebut, KPK juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian negara.
Dua hari kemudian, pada 11 Agustus 2025, KPK menyampaikan bahwa penghitungan awal kerugian negara dalam perkara tersebut diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun. Pada saat yang sama, KPK juga mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri.
Ketiga pihak yang dicegah tersebut adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex selaku mantan staf khusus pada masa jabatan Yaqut Cholil, serta Fuad Hasan Masyhur yang merupakan pemilik biro penyelenggara haji Maktour.
Pada 18 September 2025, KPK mengungkapkan dugaan keterlibatan 13 asosiasi dan sekitar 400 biro perjalanan haji dalam perkara tersebut.
Selain ditangani oleh KPK, penyelenggaraan ibadah haji 2024 juga sebelumnya menjadi perhatian Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI. Pansus menyatakan menemukan sejumlah kejanggalan, terutama terkait pembagian kuota tambahan haji.
Pansus menyoroti pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 yang diberikan Pemerintah Arab Saudi dengan skema 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus. Pembagian tersebut dinilai tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur porsi kuota haji khusus sebesar delapan persen dan haji reguler sebesar 92 persen. (P-4)



:strip_icc()/kly-media-production/medias/5445938/original/033313900_1765868539-20251216_105011.jpg)
