Pro dan Kontra Rencana Perubahan Zonasi TN Way Kambas

kompas.id
10 jam lalu
Cover Berita

Kemunculan tiga anak harimau sumatera di Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur, seharusnya memperkuat perlindungan hutan sebagai habitat satwa dilindungi. Namun, saat bukti keberhasilan konservasi itu muncul, negara justru berencana mempersempit zona inti dan zona rimba TNWK. Bagaimana dampaknya?

Rekaman video kemunculan seekor induk harimau sumatera dan tiga anak harimau yang terekam kamera beberapa waktu lalu membawa kabar baik bagi dunia konservasi. Video yang dipublikasikan di akun Instagram resmi TNWK @btn_waykambas pada 27 November 2025 menyita perhatian publik. Unggahan itu dibagikan oleh sekitar 800 akun dan mendapat ribuan komentar.

Masyarakat merasa gembira dengan kemunculan individu baru harimau di hutan TNWK. Dalam kolom komentar, banyak warganet juga berharap agar hutan yang menjadi habitat harimau dan satwa liar lainnya tidak diganggu atau dirusak.

Di tengah kabar keberhasilan konservasi harimau, Kementerian Kehutanan justru berencana merevisi zonasi pengelolaan di TNWK. Lebih dari 45.000 hektar zona inti dan zona rimba TNWK akan diubah menjadi zona pemanfaatan. Dari luas tersebut, 32.000 hektar zona inti digadang-gadang untuk pengelolaan wisata alam berkelas dunia, jasa lingkungan karbon perlindungan, dan jasa lingkungan karbon melalui proyek penghijauan, reboisasi, dan revegetasi (ARR). Penyusutan luas zona inti mencapai lebih dari 50 persen.

Merujuk data zonasi TNWK tahun 2020, total luas Taman Nasional Way Kambas (TNWK) tercatat mencapai 125.621 hektar. Dari luas tersebut, wilayah TNWK terbagi atas zona inti seluas 59.935 hektar dan zona rimba 36.000 hektar. Selain itu, terdapat zona pemanfaatan seluas 3.934 hektar, zona rehabilitasi seluas 16.680 hektar, zona khusus 9.068 hektar, dan zona religi 2,13 hektar.

Dalam data usulan perubahan zonasi tahun 2025, luas zona inti di TNWK akan dipersempit menjadi 27.661 hektar atau turun 53 persen dan zona rimba menjadi 22.385 hektar, turun 37,8 persen.

Sementara zona permanfataan akan diperluas 715 persen menjadi 32.091 hektar. Menurut rencana, zona pemanfaatan itu akan dikelola untuk kegiatan wisata alam seluas 4.550 hektar, jasa lingkungan karbon ARR seluas 6.747 hektar, dan jasa karbon perlindungan seluas 20.793 hektar.

Selain itu, zona rehabilitasi juga diperluas menjadi 34.221 hektar, zona khusus menjadi 9.259 hektar, dan zona religi, budaya, serta sejarah seluas 1,47 hektar.

Tentu ini akan berisiko secara ekologis karena mengganggu keberlanjutan ekosistem alami dan satwa liar yang ada di zona inti.

Rencana perubahan zonasi TNWK ditentang sejumlah pihak karena dinilai dapat mengancam habitat satwa liar. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung berpendapat, rencana perubahan zonasi di TNWK merupakan kemunduran dalam upaya konservasi satwa kunci. Penyusutan zona inti dikhawatirkan akan menganggu dan mempersempit ruang hidup satwa dilindungi, seperti gajah dan harimau sumatera.

”Tentu ini akan berisiko secara ekologis karena mengganggu keberlanjutan ekosistem alami dan satwa liar yang ada di zona inti,” kata Irfan kepada Kompas, Senin (15/12/2025).  

Walhi Lampung juga mengkritik rencana perubahan zonasi di TNWK yang dilakukan dengan dalih skema perdagangan karbon. Dia menilai perdagangan karbon merupakan solusi palsu untuk mengatasi krisis iklim. Pengembangan pariwisata alam di dalam kawasan hutan yang dikemas secara premium juga tidak akan menguntungkan masyarakat sekitar hutan.

Sebaliknya, pengembangan pariwisata alam dikhawatirkan justru akan membuat masyarakat semakin terpinggirkan. Hal itu dikhawatirkan memicu kesenjangan ekonomi dan memperparah konflik satwa dengan manusia di sana.

Menurut dia, pemerintah semestinya melakukan reboisasi di dalam kawasan hutan yang kondisinya rusak, bukan justru mengganggu ekosistem hutan konservasi yang masih baik dan menjadi habitat satwa liar. ”Perdagangan karbon bisa dilakukan di zona pemanfaataan. Kenapa zona inti malah diubah ke zona pemanfaatan?” ujar Irfan.

Tak hanya itu, rencana perubahan zonasi TNWK juga dinilai tidak melalui partisipasi publik secara utuh. Sejumlah organiasi masyarakat sipil tidak diundang dalam proses konsultasi publik.

Direktur LBH Bandar Lampung Prabowo Pamungkas juga mendesak pemerintah mengkaji ulang rencana tersebut. Selama ini, masyarakat sekitar kawasan TNWK diminta melakukan upaya konservasi dan pengembangan wisata di desa-desa peyangga atau di luar kawasan hutan.

Namun, pemerintah justru membuka peluang masuknya korporasi ke kawasan hutan konservasi. Kebijakan tersebut tentu kontradiktif karena melemahkan semangat perlindungan hutan dan melemahkan partisipasi rakyat yang selama ini berperan aktif menjaga kelestarian hutan dan satwa liar di TNWK.

Baca JugaKebakaran 204 Hektar di TN Way Kambas Lampung hingga Juli 2025, Terbanyak Semak Belukar
Konsultasi publik

Sebelumnya, Kementerian Kehutanan telah menggelar konsultasi publik membahas rencana perubahan zonasi di Bandar Lampung, Jumat (12/12/2025). Kegiatan tersebut dihadiri langsung Direktur Perencanaan Kawasan Konservasi Kementerian Kehutanan Ahmad Munawir.

Dalam acara itu, Ahmad menyampaikan bahwa penyesuaian zonasi di TNWK bukan untuk membuka ruang eksploitasi. Ia sebut tidak akan ada aktivitas penebangan pohon atau pembukaan lahan. Tutupan hutan akan dipertahankan dan ditingkatkan melalui pemanfaatan jasa lingkungan karbon. Zona pengelolaan TNWK juga dilakukan karena kondisi di lapangan mengalami perubahan.

Dalam keterangan resmi pada Senin (12/15/2025) malam, Kementerian Kehutanan menyebut, saat ini kawasan yang menjadi habitat utama lima satwa kunci Sumatera telah mengalami degradasi seluas 43.780 hektar atau 34,85 pesen dari luas TNWK.

Penyebab kerusakan tersebut adalah kebakaran hutan yang berulang, gangguan tumbuhan bersifat invasif, antara lain sengganen (Melastoma malabathricum) dan gelam (Melaleuca cajuputi), yang menyebabkan menurunnya daya dukung habitat bagi satwa liar terutama jenis-jenis mamalia besar. Ancaman lain adalah perburuan liar yang belum sepenuhnya terkendali, yang mengakibatkan populasi alami badak sumatera menurun drastis.

Sebagian kawasan yang terdegradasi berada di zona inti, yang mestinya menjadi habitat utama satwa liar. Karena itu, harus dilakukan restorasi ekosistem.

Restorasi ekosistem di zona inti dilakukan dengan eradikasi spesies invasif dan penanaman kembali dengan jenis-jenis asli. Upaya ini memerlukan biaya yang sangat besar. Untuk itu, diupayakan dengan kegiatan restorasi ekosistem melalui skema pemanfaatan nilai karbon.

Dalam hal ini skema yang digunakan adalah skema restorasi ekosistem atau ARR (afforestation, revegetation, reforestation). Skema tata kelola nilai ekonomi karbon yang kedua adalah skema perlindungan (protection/avoidance) untuk melindungi ekosistem, satwa liar, dan menghindari adanya pengurangan atau penurunan kualitas habitat melalui kegiatan penjagaan, patroli dan pemadaman kebakaran hutan, serta peningkatan perkonomian masyarakat setempat (dengan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan bentuk-bentuk ekonomi baru).

Baca JugaDarurat Konservasi Harimau Sumatera

Skema ini dilakukan pada hutan yang relatif utuh, tetapi mengalami ancaman dan tekanan yang cukup berat dan dikhawatirkan akan terjadi kerusakan apabila tidak ada perlindungan yang ketat. Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024, pemanfaatan NEK di kawasan konservasi hanya dapat dilakukan pada zona pemanfaatan dengan skema perizinan berusaha. Karena alasan itu, penyesuaian zona perlu dilakukan.

Kepala Balai TNWK MHD Zaidi mengatakan, penyesuaian zonasi di TNWK dilakukan secara terukur dan terbatas. Zona inti tetap dipertahankan sekitar 22 persen dari total luas kawasan TNWK.

Menurut dia, TNWK ditetapkan sebagai kawasan percontohan nasional dalam implementasi pemanfaatan karbon di kawasan konservasi. Karena itu, seluruh kegiatan dirancang dengan standar yang sangat ketat, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi.  

Dia juga menyebut, zona pemanfaatan tidak dibuka untuk aktivitas eksploitasi. Zona ini diperuntukkan bagi pemanfaatan jasa lingkungan, khususnya karbon, sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

”Strategi kegiatannya berfokus pada perlindungan kawasan dari kebakaran dan perambahan, rehabilitasi ekosistem pada area terdegradasi, pemulihan hutan dan rawa sebagai penyerap karbon, serta penguatan sistem pengukuran, pelaporan, dan verifikasi karbon,” kata Zaidi dalam keterangan resmi yang dikirim Balai TNWK.

Dia menambahkan, keberhasilan pilot project ini sangat bergantung pada terjaganya tutupan hutan. Apabila stok karbon menurun akibat kerusakan, manfaat karbon otomatis hilang. Dia menyebut, skema ini justru mendorong pengelolaan kawasan yang lebih ketat, berkelanjutan, dan berpihak pada konservasi. 

”Kami memastikan bahwa pelaksanaan percontohan ini dilakukan secara transparan, melibatkan pengawasan pemerintah, serta memberikan manfaat ekologis dan sosial, khususnya bagi konservasi satwa kunci, seperti gajah dan badak sumatera, serta masyarakat di sekitar kawasan,” katanya.

Baca JugaJejak Terakhir Para Penjaga Rimba

Rencana revisi zonasi juga telah telah dipresentasikan dan dimintakan masukan dari berbagai unsur, antara lain Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Bupati Lampung Timur, beberapa kepala OPD Kabupaten Lampung Timur, serta camat dan kepala desa di sekitar TNWK.

Selain itu, lanjutnya, akademisi dari Universitas Lampung dan Institut Teknologi Sumatera, serta sejumlah lembaga konservasi yang bermitra dengan TNWK juga dilibatkan. Semua pihak yang hadir disebut telah menyetujui dan mendukung proses revisi zonasi TNWK.

Hingga saat ini, rencana perubahan zonasi TNWK itu masih menuai pro dan kontra. Namun, perdebatan itu seharusnya tidak mengaburkan fakta bahwa hutan bukan sekadar aset karbon. Hutan adalah rumah yang menopang kelangsungan hidup harimau sumatera dan satwa kunci lain yang amat sensitif terhadap aktivitas manusia.

Baca JugaBertemu Gajah Saat Malam hingga Nikmatnya Sarapan di Tengah Hutan Way Kambas

 

 


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Wamen Transmigrasi Lepas 45 KK Peserta, 10 dari Lampung Menuju Sulawesi
• 1 jam lalukumparan.com
thumb
Sidang Perdana Chromebook Ditunda, Nadiem Sakit
• 5 jam lalumerahputih.com
thumb
Antusias Promo 12.12 Tinggi, KAI Daop 2 Bandung Ajak Masyarakat Maksimalkan Diskon Libur Akhir Tahun 30%
• 8 jam lalumediaapakabar.com
thumb
Dihadapan Presiden, Kepala BGN Ungkap Pekembangan Korban Tabrak Mobil SPPG
• 22 jam lalueranasional.com
thumb
Resbob Ditangkap Polda Jabar, Sempat Kabur dan Pindah-pindah Tempat
• 19 jam lalumerahputih.com
Berhasil disimpan.