Jakarta: Tahun 2025 menandai tahun keempat konflik berskala penuh antara Rusia dan Ukraina. Meski ada upaya diplomatik berkala, gencatan senjata nyata belum terealisasi: tawaran gencatan yang diajukan berkali-kali tidak diindahkan di tingkat strategis, sementara pertempuran dan serangan lintas batas terus berulang.
Secara garis besar, 2025 menunjukkan perang yang berubah wujud, mulai dari pertempuran darat konvensional menjadi konflik yang semakin bergantung pada platform tak berawak, serangan standoff, hingga peleburan domain darat-laut-udara.
Sepanjang tahun ini intensitas serangan rudal dan drone tetap tinggi, dengan beberapa gelombang besar yang melibatkan ratusan drone tempur serta puluhan rudal jarak jauh yang dilaporkan menargetkan infrastruktur kritis, jaringan listrik, pusat-pusat logistik, dan permukiman sipil di wilayah timur dan selatan Ukraina.
Serangan semacam itu, kadang dilaporkan mencapai ratusan unit dalam sekali serangan, memaksa sistem pertahanan udara Ukraina bekerja tanpa henti dan menimbulkan korban jiwa serta kerusakan luas pada layanan publik.
Di medan laut, inovasi tak berawak juga mengubah dinamika. Ukraina mengembangkan dan mengerahkan kombinasi USV (uncrewed surface vessels) dan AUV (autonomous underwater vehicles) yang dipakai untuk menekan mobilitas angkatan laut Rusia di Laut Hitam, sementara kedua pihak saling serang ke fasilitas pelabuhan dan kapal sipil, menimbulkan risiko bagi jalur pasokan makanan dan perdagangan regional. Serangan terhadap pelabuhan dan kapal berpengaruh pada keamanan maritim regional dan meningkatkan kekhawatiran negara-negara di sekitar Laut Hitam.
Dampak kemanusiaan dan hukum perang terus mengemuka. Laporan kelompok-kelompok hak asasi menyatakan pola serangan yang kerap mengenai wilayah sipil, termasuk penggunaan drone yang menargetkan orang-orang di ruang publik, menimbulkan tuduhan pelanggaran hukum humaniter internasional dan memperpanjang penderitaan warga sipil. Perang yang Berlangsung Lama Sementara itu sanksi, suplai senjata, dan dukungan intelijen asing terus mendukung kemampuan operasional kedua belah pihak, sehingga perang berkemungkinan berlangsung lama tanpa perubahan signifikan di garis depan.
Secara geopolitik, 2025 menegaskan dua realitas: pertama, perang ini tidak lagi hanya soal wilayah Ukraina, melainkan arena teknologi militer baru (drones, EW, rudal jelajah, kapal tak berawak); kedua, upaya diplomatik berulang kali mentok karena tuntutan pokok yang saling bertentangan — terutama soal kedaulatan wilayah dan jaminan keamanan.
Analisis kebijakan menyarankan bahwa tanpa formula jaminan keamanan yang kredibel dan mekanisme implementasi yang dapat diverifikasi, kemungkinan tercapainya perdamaian yang tahan lama tetap rendah.
Pandangan ke depan: memasuki tahun keempat berarti adaptasi terus berlangsung — kedua pihak mencari keunggulan teknologi dan logistik, sementara negara-negara mitra berusaha menyeimbangkan dukungan militer dengan tekanan diplomatik.
Bagi masyarakat sipil Ukraina, prioritas jangka pendek tetap pada perlindungan infrastruktur kritis, respon kemanusiaan, dan rehabilitasi wilayah terdampak; bagi komunitas internasional, tantangan adalah merancang insentif nyata agar pihak-pihak bersedia mengubah perhitungan politik mereka menuju penyelesaian yang berkelanjutan.
Baca juga: Inggris Tuduh Putin Sengaja Ulur Perdamaian demi Taklukkan Ukraina


