FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Polemik terkait Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang memberi ruang anggota polri bisa menduduki jabatan pada 17 kementerian dan lembaga, terus menjadi perbincangan hangat.
Perpol 10/2025 yang dibuat Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo itu mengatur tentang pelaksanaan tugas anggota Polri di luar struktur organisasi Polri, terutama di 17 kementerian/lembaga.
Perdebatan mengenai perpol tersebut semakin hangat setelah muncul pernyataan Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD yang menyebut perpol tersebut bertentangan dengan Undang-Undang.
Merespons polemik tersebut, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengatakan Komisi Percepatan Reformasi Polri akan membahas lebih lanjut terkait polemik tersebut.
“Akan ada kelanjutan rapat dari Komisi Percepatan Reformasi Polri di Gedung Sekretariat Negara di Jalan Veteran mengenai hal ini,” kata Yusril saat ditemui di Jakarta, Rabu (17/12/2025).
Menurut Menko Yusril, dalam rapat, berbagai masukan yang telah disampaikan kepada komisi mengenai reformasi Polri, termasuk perbincangan aktual yang terjadi akhir-akhir ini sehubungan terbitnya Perpol untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi, akan dibahas.
Yusril juga mengaku sudah mendengar pendapat yang disampaikan anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, Mahfud MD serta Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie terkait Perpol tersebut.
Walakin, Yusril belum bisa memberikan pendapat mengenai hal tersebut karena dirinya merupakan salah satu anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri yang berada dalam pemerintahan.
“Dalam pemerintahan tentu membutuhkan satu koordinasi untuk membahas masalah ini dengan sebaik-baiknya,” tuturnya.
Yusril juga masih mengoordinasikan hal tersebut dengan Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Hukum, serta Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, sebelum memberikan pandangan mengenai Perpol tersebut.
Kendati demikian, Yusril menuturkan berbagai pendapat mengenai Perpol yang sudah berkembang di masyarakat akan menjadi perhatian bagi Komisi Percepatan Reformasi Polri untuk didiskusikan.
Dia menekankan segala hal yang terkait dengan reformasi kepolisian menjadi tugas Komisi Percepatan Reformasi Polri untuk dibahas, yang pada akhirnya menghasilkan rekomendasi guna diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto dalam mengambil keputusan.
“Apalagi, terkait dengan struktur kepolisian negara kita, apakah harus dilakukan perubahan terhadap undang-undang atau tidak, semuanya menjadi kewenangan presiden. Jadi, kami hanya menyampaikan rekomendasi-rekomendasi,” ujar Yusril.
Tak hanya mengenai Perpol yang baru diterbitkan, dia menyebutkan putusan MK terkait anggota Polri yang menduduki jabatan sipil turut menimbulkan banyak tafsiran.
Dengan demikian, sembari menunggu rekomendasi dari Komisi Percepatan Reformasi Polri, Yusril menghormati Perpol yang telah diterbitkan oleh Kapolri tersebut sebagai suatu keputusan yang dituangkan dalam bentuk peraturan.
“Tetapi, apakah nanti akan tetap seperti itu atau akan mengalami perubahan dan perubahan itu apakah dengan undang-undang atau cukup dilakukan dengan peraturan pemerintah? Itu akan kami bahas bersama-sama di dalam Komisi dan pada akhirnya akan disampaikan kepada Presiden,” ucapnya menambahkan.
Sebelumnya, Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Mahfud MD mengatakan Perpol Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
“Perpol itu bertentangan dengan konstitusionalitas Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 (tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, red.) yang menurut putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025, anggota Polri jika akan masuk ke institusi sipil, maka harus minta pensiun atau berhenti dari Polri. Tidak ada lagi mekanisme alasan penugasan dari Kapolri,” ujar Mahfud saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (13/12).
Selain itu, Mahfud mengatakan Perpol tersebut bertentangan dengan Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara yang mengatur jabatan ASN dapat diisi oleh anggota TNI maupun Polri sesuai dengan UU TNI ataupun UU Polri.
“UU TNI memang menyebut 14 jabatan sipil yang bisa ditempati anggota TNI, sedangkan UU Polri sama sekali tak menyebut adanya jabatan sipil yang bisa ditempati oleh anggota Polri, kecuali mengundurkan diri atau minta pensiun dari dinas Polri. Jadi, Perpol itu tidak ada dasar hukum dan konstitusionalnya,” kata mantan Ketua MK tersebut menegaskan.
Kemudian, Mahfud menyatakan hal itu menjadi salah apabila Polri memandang sudah menjadi sipil, sehingga dapat masuk ke institusi sipil mana pun. (fajar)

:strip_icc()/kly-media-production/medias/4253782/original/008523100_1670476796-Jepretan_Layar_2022-12-08_pukul_12.17.44.jpg)


