Polda Metro Jaya membongkar praktik aborsi ilegal yang beroperasi di sebuah apartemen di kawasan Jakarta Timur. Praktik terlarang ini diketahui telah berjalan sejak 2022 dan diduga melayani hingga 361 pasien.
Pengungkapan kasus tersebut disampaikan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budi Hermanto dan Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Edy Suranta Sitepu dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Rabu (17/12).
“Berdasarkan hasil lidik dan penyidikan, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya telah mengungkap praktik aborsi ilegal di salah satu apartemen di Jaktim. Di mana dari tahun 2022-2025 telah melayani 361 orang pasien,” ujar Budi Hermanto, Rabu (17/12).
Modus Lewat Website hingga WhatsAppDirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Edy Suranta Sitepu menjelaskan, pengungkapan berawal dari informasi masyarakat yang diterima polisi sekitar November 2025 lalu.
“Sekitar bulan November berdasarkan informasi dari masyarakat kami mendapat informasi bahwa ada praktik aborsi ilegal yang terdapat di salah satu apartemen di Jalan Jenderal Basuki Rahmat, Cipinang Besar, Jakarta Timur,” kata Edy.
Dari hasil penyelidikan, praktik tersebut dipasarkan melalui dua website dengan nama Klinik Aborsi Promedis dan Klinik Aborsi Raden Saleh. Setelah calon pasien mengakses website, komunikasi dilanjutkan dengan admin melalui WhatsApp.
“Berdasarkan keterangan dari tersangka saat diperiksa, ini sudah berlangsung sejak tahun 2022 atau 2 tahun lebih kemudian kegiatannya saat melayani pasien tentu saja setelah terhubung melalui website kemudian tersambung ke nomor wa daripada admin, di situ akan berkomunikasi dan disampaikan syarat-syaratnya,” jelasnya.
Calon pasien diminta memenuhi sejumlah persyaratan, mulai dari hasil USG hingga identitas diri.
“Admin akan memberikan persyaratan, yang pertama memberikan USG, kemudian difoto dikirimkan ke admin dan kemudian KTP daripada pasien. Setelah itu maka akan diberikan janji baik itu lokasi, tempat, jam, termasuk juga titik-titik penjemputan,” ujar Edy.
Biaya aborsi ilegal tersebut dipatok bervariasi, mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 8 juta.
“Sedangkan total keuntungan yang telah di dapat dari keseluruhan Tersangka dari tahun 2023 sampai dengan tahun 2025 sebesar Rp 2.613.700.000,- (dua miliar enam ratus tiga belas juta tujuh ratus ribu rupiah),” ujar Edy
Kronologi PenangkapanDalam proses pengungkapan, Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan penyelidikan dengan menyamar sebagai calon pasien.
Pada November, petugas mendapati dua perempuan berinisial KWN dan R di lobby selatan salah satu apartemen di Jakarta Timur. Keduanya kemudian dijemput mobil Daihatsu Xenia hitam bernopol B 2289 PIU dan dibawa ke area parkir.
“Sesampai di parkiran kemudian dijemput oleh saudara LN, setelah dijemput kemudian masuk ke lift,” kata Edy.
LN kemudian ditangkap petugas dan diminta menunjukkan lokasi praktik. Polisi menuju lantai 28, kamar 28A, dan mendapati empat perempuan di dalam kamar.
“Ditemukan 4 orang perempuan yaitu saudari NS, saudari RH, saudari KWM sebagai pasien, dan saudari R,” ungkapnya.
Dari hasil penggeledahan dan olah TKP, polisi menemukan sisa darah pasien, kapas bekas darah, serta berbagai peralatan yang digunakan untuk aborsi. Seluruh barang bukti kemudian diuji DNA.
“Hasil DNA darah yang terdapat di kapas maupun sisa-sisa darah di TKP ini sesuai dengan salah satu pasien yang sedang dilakukan aborsi,” jelas Edy.
Peran TersangkaEdy memaparkan peran masing-masing tersangka. NS berperan sebagai eksekutor yang mengaku sebagai dokter dan menerima bayaran Rp 1,7 juta. RH membantu proses aborsi dengan bayaran Rp 1 juta. M bertugas menjemput dan mengantar pasien dengan bayaran Rp 1 juta. LN berperan sebagai penjemput dengan bayaran Rp 200 ribu hingga Rp 400 ribu.
Sementara YH berperan sebagai admin yang mengelola website, menerima hasil USG dan KTP, serta membuat janji dengan pasien, dengan bayaran sekitar Rp 2 juta. KWM dan R berstatus sebagai pasien.
“Kemudian terhadap ke seluruh tersangka baik yang ditangkap di dalam kamar termasuk juga pasien termasuk LN, saat ini semua sudah di Polda Metro Jaya dan sudah dilakukan proses hukum yang berlaku,” ujar Edy.
Dari pengembangan handphone milik admin, polisi menemukan data 361 nama pasien. Namun, jumlah tersebut masih akan didalami.
“Tentu ini masih kami lakukan pendalaman apakah 361 ini benar melakukan aborsi di praktik aborsi ilegal tersebut atau tidak, ini sedang berproses,” katanya.
Barang bukti yang disita antara lain satu unit mobil Xenia, kapas bekas darah, obat-obatan, gunting, alat vakum, enam unit handphone, serta peralatan lain yang diduga berkaitan dengan tindak pidana.
Para tersangka dijerat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, di antaranya Pasal 60, Pasal 427, dan Pasal 428, dengan ancaman pidana mulai dari 4 tahun hingga 12 tahun penjara.
Edy menegaskan, kepolisian akan terus menindak praktik aborsi ilegal karena membahayakan kesehatan dan masa depan bangsa.
“Aborsi ilegal itu bukan merupakan solusi, tetapi merupakan ancaman serius bagi kesehatan dan masa depan bangsa,” tegasnya.
Ia juga mengajak masyarakat untuk melapor jika menemukan praktik serupa.
“Apabila menemukan situasi ataupun lokasi-lokasi yang dicurigai, agar menginformasikan kepada kantor Kepolisian terdekat,” pungkas Edy.





