Pada 13 Desember 2025, terjadi serangan mematikan terhadap pasukan Amerika Serikat di kota Palmyra, Suriah tengah, yang menewaskan dua prajurit AS dan seorang penerjemah sipil, serta melukai sejumlah orang lainnya. Presiden AS Donald Trump bersumpah akan melakukan “pembalasan yang sangat keras”. Pada 14 Desember, pasukan Suriah bersama koalisi internasional pimpinan AS melancarkan operasi untuk memburu “penyusup” ISIS.
EtIndonesia. Seorang pejabat militer Suriah yang tidak disebutkan namanya mengatakan pada 13 Desember bahwa penembakan terjadi di dalam sebuah pangkalan Suriah di Palmyra, “saat para perwira Suriah dan AS sedang mengadakan pertemuan”. Namun, seorang pejabat Pentagon lainnya mengatakan kepada AFP bahwa serangan tersebut “terjadi di wilayah yang tidak berada di bawah kendali presiden Suriah”.
Kementerian Dalam Negeri Suriah pada 14 Desember mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa seorang anggota ISIS “menyusup” ke dalam pertemuan tersebut dan kemudian melancarkan serangan. Ada pula laporan yang menyebutkan bahwa penembak adalah anggota pasukan keamanan Suriah, yang semula akan dipecat karena memiliki pandangan ekstremis.
Washington menyatakan bahwa serangan itu dilakukan oleh seorang militan ISIS, dan tersangka telah ditembak mati. Komando Pusat AS (US Central Command) juga menyatakan bahwa pelaku adalah seorang ekstremis yang diduga terkait dengan “Islamic State” (IS), dan ia kemudian ditembak mati.
Seorang pejabat Kementerian Dalam Negeri Suriah yang meminta namanya dirahasiakan mengatakan kepada AFP bahwa “operasi keamanan” sedang berlangsung di gurun Suriah, “bekerja sama dengan koalisi internasional pimpinan Amerika Serikat”, untuk melacak “sel-sel tidur Daesh”. “Daesh” adalah akronim bahasa Arab untuk ISIS.
Pejabat tersebut mengatakan bahwa sejauh ini tiga orang telah ditangkap karena diduga terlibat dalam serangan 13 Desember. Seorang pejabat keamanan Suriah lainnya mengatakan kepada AFP pada 14 Desember bahwa setelah serangan tersebut, “11 anggota pasukan keamanan umum telah ditangkap dan sedang menjalani pemeriksaan”.
Pejabat yang juga meminta anonimitas itu menambahkan bahwa penembak telah bertugas di pasukan keamanan selama “lebih dari 10 bulan”, pernah ditempatkan di beberapa kota, sebelum akhirnya dipindahkan ke Palmyra.
Otoritas Suriah mengecam serangan ini sebagai “aksi teror” yang menargetkan pasukan AS dan sekutunya, serta menyatakan kemarahan keras atas insiden tersebut. Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa pada 14 Desember menyampaikan belasungkawa kepada Presiden AS Donald Trump, serta menyatakan solidaritas dan dukungan Suriah kepada “keluarga para korban”.
Presiden Trump bersumpah akan melakukan “pembalasan yang sangat keras”. Ia mengatakan bahwa insiden ini merupakan serangan oleh kelompok ekstremis “Islamic State” terhadap Amerika Serikat dan Suriah, serta menyebutkan bahwa tiga prajurit AS lainnya yang terluka berada dalam kondisi baik.
Palmyra dikenal karena situs-situs arkeologi kunonya yang terdaftar sebagai Warisan Dunia UNESCO. Pada puncak kekuatan ISIS, wilayah ini pernah berada di bawah kendali kelompok tersebut. (Hui)




