Ombudsman: Investasi Tumbuh, Regulasi Masih Jadi Tantangan

kompas.id
19 jam lalu
Cover Berita

JAKARTA — Ombudsman Republik Indonesia menilai program pengembangan investasi dan hilirisasi nasional menunjukkan kemajuan dalam beberapa tahun terakhir. Namun, berbagai tantangan struktural masih perlu dibenahi agar upaya tersebut benar-benar mampu mendorong Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.

Hal tersebut menjadi simpulan Ombudsman RI yang tertuang dalam Laporan Hasil Kajian Sistemik Ombudsman RI yang diluncurkan Rabu (17/12/2025), bertajuk Pengawasan Program Pengembangan Investasi dan Hilirisasi Nasional dalam Mewujudkan Indonesia Bebas dari Middle Income Trap. 

Saat menyampaikan hasil laporan secara hibrida, Anggota Ombudsman RI Hery Susanto mengatakan, kemajuan tersebut tercermin dari meningkatnya realisasi investasi, perbaikan sistem perizinan, serta penguatan kebijakan yang mendorong peningkatan nilai tambah sumber daya alam.

“Pengelolaan program investasi dan hilirisasi juga telah melibatkan koordinasi antarlembaga serta berbagai pemangku kepentingan. Hal tersebut menjadi modal penting dalam mendorong transformasi ekonomi nasional secara berkelanjutan,” ujarnya.

Sayangnya, Ombudsman RI mencatat masih terdapat sejumlah tantangan yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Tantangan tersebut antara lain ketimpangan antarwilayah, kesiapan infrastruktur, serta kepastian regulasi yang dinilai masih tumpang tindih.

Selain itu, keandalan sistem perizinan Online Single Submission (OSS) serta pengawasan terhadap dampak lingkungan dan sosial juga menjadi catatan penting.

Herry menyebut, minimnya pengawasan investasi terhadap dampak lingkungan sosial berisiko besar berdampak pada bencana ekologis seperti yang telah terjadi di sejumlah wilayah di Sumatera.

Peningkatan keandalan serta pengawasan sistem OSS yang perlu menjadi perhatian, termasuk juga di dalamnya memperkuat respons aktif dan koordinasi hingga tingkat daerah dalam menangani gangguan dan pengaduan perizinan.

“Aspek-aspek ini perlu dibenahi agar program investasi dan hilirisasi dapat berjalan optimal dan berkelanjutan,” ujar Hery.

Baca JugaInvestasi Asing Jadi Tumpuan untuk Kejar Target Pertumbuhan Ekonomi 5,2 Persen

Ombudsman RI juga menyoroti dominasi investor asing dalam program investasi dan hilirisasi, khususnya di sektor pertambangan. Berdasarkan data periode 2020 hingga triwulan II-2024, pada komoditas nikel, Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat mencapai Rp 549,94 triliun atau sekitar 96 persen.

Sementara itu, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada komoditas yang sama hanya tercatat sebesar Rp 21,44 triliun atau sekitar 4 persen. Kondisi ini menunjukkan masih terbatasnya peran investor domestik dalam rantai hilirisasi bernilai tambah tinggi.

Melepas sumbatan

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyebut pemerintah telah berupaya mencabut sumbatan perizinan dan hambatan investasi, dengan menggelar meja pengaduan langsung bagi para pelaku usaha dan investor.

Layanan pengaduan dunia usaha yang diluncurkan sejak Selasa (16/12/2025),  beroperasi di bawah Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Program Strategis Pemerintah (P2SP) yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Kanal ini dapat diakses selama 24 jam melalui lapor.satgasp2sp.go.id.

“Layanan ini akan memilah kasus-kasus yang dapat diselesaikan dengan cepat, lalu melakukan persidangan atau mediasi dengan berbagai pihak yang terlibat,” ujar Susiwijono.

Bank Dunia menyarankan Indonesia untuk melakukan sejumlah perbaikan semua bidang untuk menjadi negara yang siap menyambut bisnis.

Diharapkan lewat layanan tersebut dapat menciptakan iklim usaha inklusif. Indikator kemudahan berusaha di Indonesia, yang salah satunya ditunjukkan oleh laporan Business Ready (B-Ready) 2024 Bank Dunia, menunjukkan pemerintah masih punya setumpuk pekerjaan rumah untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif.

Dalam laporan Bank Dunia tersebut, Indonesia mendapat skor rendah pada tiga indikator, yakni financial services dengan skor 57, business insolvency dengan skor 57, dan market competition dengan skor 52. Indonesia mendapat nilai rendah dalam market competition dan financial services karena belum optimal menyediakan lokasi untuk transfer pengetahuan dan teknologi.

Secara umum, Bank Dunia menyarankan Indonesia untuk melakukan sejumlah perbaikan semua bidang untuk menjadi negara yang siap menyambut bisnis.

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengingatkan inisiatif pemerintah meluncurkan kanal pengaduan sumbatan perizinan dan hambatan investasi tidak akan menjadi solusi berkelanjutan tanpa diiringi dengan reformasi struktural yang mendasar.

“Efektivitas inisiatif ini bergantung pada kemampuan tim Satgas untuk mem-follow up setiap pengaduan,” ujarnya.

Baca JugaHilirisasi di Persimpangan: Lompatan Nilai Tambah atau Berjalan di Tempat?

Dia memberikan catatan mengenai pendekatan Satgas yang dinilainya cenderung bersifat ad hoc. Padahal, benang kusut iklim investasi di Indonesia yang utama yakni regulasi yang tumpang tindih, birokrasi yang berbelit, ekonomi biaya tinggi, sudah menjadi masalah sistemik yang melibatkan lintas kementerian/lembaga.

“Tanpa pembenahan di hulu, Satgas dari pemerintah hanya akan sibuk mengurusi gejala tanpa menyentuh akar penyakitnya,” kata Wijayanto.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Sebut Polres Tangsel Gelapkan Barbuk Sabu 20 Kg, Ormas Ini Dilaporkan ke PMJ!
• 20 jam laludisway.id
thumb
FPK perkuat keharmonisan di Jakarta lewat festival dan bazar kuliner
• 1 jam laluantaranews.com
thumb
2.617 Pinjol-Investasi Bodong Diblokir, Korban Teriak Banyak dari sini
• 18 jam lalucnbcindonesia.com
thumb
Polri Pastikan Pengusutan Pembakaran Kios di Kalibata Tetap Jalan
• 17 jam laludetik.com
thumb
Karina Ranau tolak warung makannya dijadikan konten, minta hormati privasi keluarga Epy Kusnandar
• 19 jam lalubrilio.net
Berhasil disimpan.