FAJAR, MAKASSAR — Selain nama eks PSM Makassar, Bernardo Tavares, bursa pelatih Persebaya Surabaya kini memunculkan satu figur lain yang dinilai paling pantas mengisi kursi panas di Gelora Bung Tomo. Sosok tersebut adalah Benjamin Mora, pelatih asal Meksiko yang perlahan tapi pasti menjadi pembicaraan hangat di kalangan publik sepak bola nasional.
Persebaya Surabaya tengah berada di persimpangan jalan. Setelah gagal mengamankan tanda tangan Bernardo Tavares, manajemen Green Force dipaksa kembali membuka peta pencarian pelatih kepala baru. Nama Eduardo Perez yang sebelumnya menempati posisi tersebut kini tak lagi menjadi jawaban atas kebutuhan tim yang ingin kembali kompetitif, stabil, dan memiliki identitas permainan jelas.
Dalam situasi itulah nama Benjamin Mora muncul ke permukaan. Isu kedatangannya pertama kali dihembuskan oleh akun Instagram sepak bola Indonesia, @gossindo, pada 14 Desember 2025. Unggahan singkat bertuliskan “RUMOR: Benjamin Mora On Persebaya Surabaya” langsung menyulut reaksi besar. Kolom komentar dipenuhi diskusi, spekulasi, hingga harapan suporter Bonek yang mendambakan pelatih berkarakter kuat.
Rumor tersebut bukan tanpa dasar. Mora baru saja berpisah dengan Querétaro FC, klub Liga MX Meksiko, pada 18 November 2025. Ia mengumumkan perpisahan itu melalui akun pribadinya dengan kalimat singkat namun bermakna, “Gracias Querétaro.” Ungkapan tersebut menegaskan bahwa dirinya kini berstatus tanpa klub dan terbuka terhadap peluang baru, termasuk kemungkinan berkarier di Asia Tenggara.
Status bebas kontrak menjadi faktor krusial yang membuat peluang Persebaya terbuka lebar. Tanpa harus menebus klausul atau negosiasi panjang dengan klub lain, manajemen Green Force cukup menawarkan proyek yang jelas, visi jangka menengah, serta lingkungan kompetitif yang sesuai dengan ambisi Mora.
Benjamin Mora lahir di Mexico City pada 25 Juni 1979. Di usia 46 tahun, ia berada dalam fase matang sebagai pelatih, cukup berpengalaman namun tetap membawa pendekatan modern. Ia bukan tipe pelatih tua yang kaku, melainkan sosok progresif yang memahami pentingnya data, intensitas permainan, dan pengelolaan ruang ganti.
Salah satu nilai jual utama Mora adalah kepemilikan Lisensi Pro UEFA yang ia raih pada 19 Februari 2018. Lisensi tertinggi dalam dunia kepelatihan ini menjadi bukti bahwa Mora memiliki dasar akademis kuat, metodologi latihan modern, serta standar kerja yang diakui secara internasional.
Dalam aspek taktik, Mora dikenal sebagai pelatih yang setia pada filosofi menyerang. Formasi favoritnya adalah 4-3-3, sebuah sistem yang menuntut penguasaan bola, keberanian menekan tinggi, serta transisi cepat dari bertahan ke menyerang. Gaya ini dinilai sangat cocok dengan karakter Persebaya yang identik dengan sepak bola agresif dan penuh determinasi.
Karier kepelatihan Mora dimulai di Meksiko bersama Atlético Chiapas pada awal 2013. Pengalaman menjadi manajer di usia relatif muda membentuk mental kepemimpinan yang tegas. Dua tahun kemudian, ia sempat menjabat sebagai asisten pelatih Cafetaleros, sebuah fase penting yang memberinya perspektif berbeda dalam memahami dinamika tim.
Lompatan besar dalam kariernya terjadi saat Mora menerima tantangan melatih Johor Darul Ta’zim II pada 2015–2016. Di klub Malaysia tersebut, namanya mulai dikenal sebagai pelatih disiplin dengan visi permainan jelas. Tak butuh waktu lama, ia dipromosikan menangani tim utama Johor Darul Ta’zim pada musim 2016/2017.
Puncak kesuksesan Mora datang pada periode 2018 hingga 2022. Bersama Johor Darul Ta’zim, ia menjelma menjadi simbol dominasi klub di sepak bola Malaysia. Total sembilan trofi berhasil ia persembahkan: empat Liga Super Malaysia, empat Piala Super Malaysia, serta satu FA Cup Malaysia. Statistiknya di liga pun mencengangkan, dengan 44 kemenangan dari 56 pertandingan dan hanya dua kekalahan.
Kesuksesan tersebut mengukuhkan reputasi Mora sebagai pelatih bertangan dingin. Ia tak hanya membawa tim menang, tetapi juga membangun struktur permainan yang konsisten dan mental juara yang kuat.
Setelah menorehkan prestasi di Asia, Mora kembali ke Amerika Utara. Ia menangani Atlas FC pada Oktober 2022 hingga Oktober 2023, lalu melanjutkan petualangan singkat di Kanada bersama York United pada 2024. Pengalaman lintas benua ini memperkaya wawasan taktiknya serta kemampuannya beradaptasi dengan berbagai kultur sepak bola.
Tugas terakhirnya bersama Querétaro FC di Liga MX memang tak sepenuhnya ideal. Dari 17 pertandingan Apertura musim 25/26, Mora mencatat enam kemenangan, dua hasil imbang, dan sembilan kekalahan. Namun kompetisi Liga MX dikenal sangat ketat, dan pengalaman tersebut tetap menjadi modal berharga.
Bagi Persebaya Surabaya, Benjamin Mora adalah paket lengkap: usia matang, lisensi elit, filosofi menyerang, pengalaman lintas budaya, serta koleksi sembilan trofi juara. Jika benar berlabuh ke Surabaya, Mora berpotensi menjadi sosok “berbahaya” yang mampu mengembalikan identitas dan kejayaan Green Force di kancah sepak bola nasional.
Kini, semua mata tertuju pada langkah manajemen Persebaya. Apakah mereka berani mengambil keputusan besar dan mempercayakan masa depan tim kepada pelatih asal Meksiko ini? Jika iya, Gelora Bung Tomo mungkin akan kembali menyaksikan sepak bola penuh intensitas, keberanian, dan ambisi juara.

