Industri perbankan punya peran penting untuk menjalankan prinsip berkelanjutan demi bumi yang lebih baik. Tak hanya menjalankan, perbankan juga didorong untuk menyebarkan semangat bersama dalam menjaga bumi.
Jauh sebelum prinsip environment, social, and governance (ESG) menjadi kerangka kerja standar perusahaan, PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) sudah menjalankan prinsip keberlanjutan melalui berbagai program ramah lingkungan. Upaya itu tentunya bukan pekerjaan mudah sehingga perbankan tak bisa menjalankannya sendiri.
Mereka harus menyebarkan semangat dan kesadaran akan pentingnya menjaga bumi ke semua orang, termasuk para nasabah. Bank yang sudah berusia 70 tahun tersebut telah memasukkan aspek lingkungan dalam empat pilar utama corporate social responsibility (CSR). Empat pilar itu, antara lain pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, pemberdayaan ekonomi, serta pilar iklim dan lingkungan.
Mereka harus menyebarkan semangat dan kesadaran akan pentingnya menjaga bumi ke semua orang, termasuk para nasabahnya. Bank yang sudah berusia 70 tahun itu sudah memasukkan aspek lingkungan dalam empat pilar utama CSR. Empat pilar itu, antara lain pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, pemberdayaan ekonomi, serta pilar iklim dan lingkungan.
Saat ini, empat pilar itu dipertahankan bahkan diterjemahkan dalam berbagai program keberlanjutan yang digagas oleh CIMB Niaga. Perubahan itu tak terlepas dari kiprah Fransiska Oei yang kini menjabat sebagai Direktur Compliance, Corporate Affairs, and Legal CIMB Niaga.
Pada Senin (15/12/2025), Kompas berkesempatan untuk berjumpa dan berbincang dengan Fransiska Oei tentang visi keberlanjutan CIMB Niaga. Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana awal mula CIMB Niaga benar-benar berkomitmen pada isu keberlanjutan dalam setiap aspek bisnisnya?
Sebelum ESG menjadi kerangka kerja acuan, tepatnya setelah Paris Agreement 2015, kami sudah memiliki empat pilar yang salah satu aspeknya adalah lingkungan. Tahun 2012, kami sudah menanam pohon bambu di beberapa wilayah, karena kesadaran lingkungan. Setelah itu, CIMB Group menginternalisasi ESG dan mendorong semua lini bisnisnya patuh terhadap ESG. Bahkan, kami membentuk organisasi internal untuk mengurus hal itu.
ESG kemudian menjadi kerangka kerja yang kami jalankan secara internal. Namun, tidak sampai di situ, kami juga ingin prinsip keberlanjutan ini menjadi kesadaran bersama, termasuk bagi nasabah dan masyarakat secara umum. Sehingga, perusahaan ini bukan mengejar profit semata, tetapi juga ada tanggung jawab atau nilai yang harus diraih dan ditanamkan kepada masyarakat dan lingkungan.
Kami kemudian menetapkan target jangka pendek dan jangka panjang yang dibagi dalam tiga cakupan atau scope. Pada scope 1 dan 2, target kami adalah operasional internal, yakni menurunkan emisi di dalam CIMB Niaga. Targetnya, pada 2030 kami sudah bisa menurunkan emisi dan itu dilakukan secara bertahap. Pada 2024, kami menurunkan emisi hingga 30 persen dari baseline kami, lalu naik menjadi 45 persen penurunan emisi pada tahun ini, dan meningkat lagi menjadi 55 persen penurunan emisi pada tahun depan.
Sementara pada scope 3, kami juga harus mendorong nasabah-nasabah kami menurunkan emisinya hingga 2050. Tak hanya emisi kami yang harus dikurangi, tetapi juga emisi dari nasabah-nasabah kami. Dengan begitu, nasabah yang kami biayai harus memiliki target-target penurunan emisi, untuk semua debitor kami.
Pada 2040, kami sudah harus phase-out dari perusahaan tambang batu bara termal.
Bagaimana cara CIMB Niaga memastikan nasabah-nasabahnya juga memiliki komitmen yang sama? Bagaimana cara CIMB Niaga mendorong perusahaan-perusahaan yang dibiayai memiliki komitmen terhadap lingkungan?
Kami melihat ada enam sektor yang selama ini memiliki risiko emisi yang tinggi. Pada enam sektor ini, kami juga meminta mereka untuk mengikuti target kami. Sehingga pada 2030, mereka harus memiliki langkah-langkah konkret untuk menurunkan emisi. Enam sektor itu, antara lain, industri kelapa sawit, pertambangan batubara, real estate, ketenagalistrikan, dan industri manufaktur (semen).
Di sektor pertambangan batubara termal, kami mengajak perusahaan yang kami biayai untuk menurunkan emisi. Kami menargetkan pada 2030, outstanding loan (pinjaman terutang/sisa pinjaman) ke batu bara termal itu turun 50 persen. Lalu, pada 2040, kami sudah harus phase-out atau berhenti total dalam membiayai pertambangan batubara termal. Kami juga menyarankan perusahaan-perusahaan batubara termal untuk beralih ke sumber-sumber energi yang jauh lebih ramah lingkungan dan melakukan transisi ke energi baru terbarukan.
Untuk lima sektor lainnya, kami tidak mengurangi outstanding loan, tetapi mengurangi intensitas emisinya. Seperti pabrik semen yang selama ini menggunakan batu bara untuk memanaskan bahan bakunya. Kami mendorong mereka untuk mengganti sumber energi yang jauh lebih ramah lingkungan. Hal yang sama juga dilakukan pada sektor real estate, di mana mereka harus memiliki sertifikat hijau untuk mendapatkan pembiayaan.
Jika itu semua dijalankan bersama-sama, target bisa dipenuhi. Kami tak mau target-target itu hanya sekadar slogan, tetapi benar-benar masuk dalam keputusan-keputusan bisnis kami. Kami harus menjalankan target-target itu di internal kami, juga pada setiap nasabah kami.
Untuk memastikan target keberlanjutan itu tercapai, CIMB Niaga memiliki Sustainability Due Diligence atau uji tuntas prinsip keberlanjutan (SDD) yang menjadi acuan sebelum pembiayaan dijalankan. Bahkan, saat nasabah perusahaan membuka rekening, sudah ada pertanyaan kepada mereka tentang isu keberlanjutan, sosial, dan tata kelola.
Kami melakukan screening untuk setiap nasabah sehingga jika terdapat aksi yang dilarang, misalnya menebang pohon tanpa izin, hal itu sudah tercantum dalam SDD kami. Jika sudah lulus SDD, nasabah tersebut akan dilihat kembali apakah masuk dalam sektor berisiko tinggi atau tidak.
Apa yang terjadi jika perusahaan yang dibiayai masuk dalam risiko tinggi?
Kami melakukan enhanced sustainability due diligence. Kami memiliki screening list yang membuat kami mengetahui jika nasabah memiliki masalah dengan lingkungan maupun sosial. Setelah di-screening, kami dapat melihat apakah perusahaan tersebut memiliki upaya untuk menyelesaikan masalahnya atau tidak.
Contohnya pada nasabah perusahaan kelapa sawit, kami harus memastikan mereka memiliki sertifikasi ISPO atau RSPO. Jika memiliki gedung, apakah mereka punya sertifikat hijau atau tidak, apakah pernah menebang pohon tanpa izin, atau merusak lahan gambut. Jika belum memiliki, maka kami mendorong mereka untuk memenuhi hal tersebut dan menjalankan tanggung jawabnya. Kami meminta mereka memiliki target dan action plan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Setiap tahun ada annual report yang terus kami awasi untuk kami lihat perkembangan mereka dalam memenuhi syarat SDD tadi.
Karena keberlanjutan sudah menjadi nilai kami, mau tidak mau nasabah juga harus ikut. Dengan sendirinya, melalui screening yang ketat, mereka terdorong untuk menerapkan prinsip keberlanjutan. Dari nilai, kemudian menjadi mindset yang terus dijalankan, tidak hanya untuk korporasi, tetapi juga nasabah lain dan masyarakat.
Lalu, bagaimana cara CIMB Niaga menumbuhkan kesadaran pada masyarakat?
Melalui berbagai program yang sudah dijalankan. Kami membuat lokakarya dan seminar yang tidak terbatas pada nasabah, tetapi juga masyarakat dan komunitas, seperti usaha kecil dan menengah (UKM). Dua tahun lalu, kami membuat platform kolaboratif GreenBizReady yang ditujukan bagi nasabah segmen Usaha Kecil dan Menengah (UKM) serta Perbankan Komersial. Inisiatif ekosistem keberlanjutan ini dibuat untuk memfasilitasi dan mengakselerasi transformasi bisnis nasabah menuju praktik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Lalu, pada 2019 kami memiliki gerakan yang menjadi program bernama The Cooler Earth Sustainability Initiative. Ide utamanya adalah keinginan agar bumi ini menjadi planet yang lebih nyaman untuk kita semua. Di sini, kami mengundang berbagai pihak, mulai dari akademisi, regulator, hingga para ahli. Formatnya kini kami ubah. Jika dulu dilakukan dalam seminar besar di Jakarta, sekarang kami lakukan bersama komunitas, masyarakat sekitar, media, dan nasabah di berbagai kota. Kami datang langsung ke kota-kota tersebut, membuat diskusi dan lokakarya agar pesannya lebih mudah diterima oleh masyarakat. Kami juga mengajak local champion di daerah yang memang sudah melakukan sesuatu untuk lingkungan, lalu menyebarkan ide dan gagasan mereka agar kesadaran itu tersebar merata ke setiap lapisan masyarakat.
Tujuannya adalah menciptakan dan menghidupkan kesadaran akan lingkungan demi bumi yang lebih baik melalui tindakan nyata. Tindakan tersebut mungkin dilakukan dalam skala kecil di daerah masing-masing, tetapi jika dilakukan di banyak tempat, kesadaran itu akan tumbuh semakin luas. Ini memang tidak mudah, tetapi komitmennya ada dan bisa dilakukan.
Pada 2025, kami mendatangi 37 kota dengan total 71 acara. Bersama media, terdapat 12 acara dengan total peserta mencapai 284 awak media, lalu 18 acara bersama nasabah dengan total peserta sekitar 41.000 orang, serta acara dengan murid-murid sekolah yang dihadiri sekitar 9.100 orang. Acara yang diselenggarakan mulai dari Sustainability Journalism Fellowship, Sustainability Experiential Learning, hingga Community Link Bazaar.
Selama mengampanyekan isu keberlanjutan dalam setiap program, tantangan apa saja yang dijumpai?
Tantangan utama adalah mindset, karena mengubahnya tidak mudah, meskipun tetap bisa dilakukan. Kami menginginkan setiap nasabah memiliki kesadaran yang sama soal lingkungan dan keberlanjutan. Dalam praktiknya, hal itu juga tidak mudah bagi mereka karena membutuhkan biaya besar, ditambah regulasi yang menantang dan bisa menghambat. Misalnya, petani kelapa sawit harus memiliki sertifikasi ISPO atau RSPO, yang dalam implementasinya di lapangan tidak semudah itu.
Termasuk menumbuhkan kesadaran masyarakat, yang juga bukan perkara mudah. Dalam kondisi saat ini, mungkin tidak semua pihak memiliki fokus pada isu keberlanjutan, tetapi tetap harus dijalankan.
Kita melihat Indonesia dilanda berbagai bencana, seperti yang terjadi di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Kita semua bersimpati terhadap hal tersebut. Saya yakin, jika kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dan menerapkan prinsip keberlanjutan dapat dijalankan bersama, hal-hal seperti itu bisa dikurangi atau dicegah. Catatannya, semua harus dijalankan bersama sesuai peran masing-masing, termasuk kami. Kami tidak ingin setengah-setengah dalam menjalankan prinsip keberlanjutan ini.
Apa yang CIMB Niaga lihat terhadap Indonesia ke depan jika prinsip keberlanjutan dijalankan oleh semua pihak?
Dalam menjalankan program The Cooler Earth Sustainability Initiative, sebagian peserta yang terlibat adalah anak-anak muda. Karena jika tujuannya mengubah mindset agar lebih peduli lingkungan, jawabannya ada pada generasi muda. Semua ini kami lakukan untuk mereka, agar bumi sebagai tempat tinggal kita menjadi lebih nyaman bagi kehidupan kita semua.
Saya melihat Indonesia memiliki visi ke arah sana dan semua pihak harus terlibat, termasuk industri perbankan. CIMB Niaga punya peran, begitu juga para pihak. Saat kesadaran bersama tumbuh, masa depan yang lebih baik dapat terbentuk. Seperti prinsip menabung, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Begitu pula kesadaran akan lingkungan yang lebih baik, dimulai dari generasi muda dan diteruskan oleh generasi berikutnya.




