Dalam kehidupan sehari-hari, kita diajarkan untuk berhati-hati pada utang. Utang rumah, utang kendaraan, utang usaha—semuanya tercatat, terlihat, dan secara sadar kita siapkan cara membayarnya. Kita tahu berapa besar cicilan, kapan jatuh tempo, dan apa risikonya jika gagal bayar.
Tetapi dalam tata kelola keuangan negara, ada satu jenis “utang” yang jauh lebih sunyi. Ia tidak selalu tercatat sebagai pinjaman. Ia tidak muncul sebagai angka besar di headline. Namun ia terus tumbuh, diam-diam, dari tahun ke tahun.
Utang yang Tidak Tertulis, Tetapi NyataDalam Sistem Jaminan Pensiun ASN yang sangat bergantung pada pembayaran langsung dari anggaran tahunan, negara sesungguhnya sedang memikul kewajiban jangka panjang yang nilainya sangat besar. Setiap janji manfaat pensiun oleh negara kepada Pensiunan ASN yang diberikan hari ini adalah:
Janji pembayaran 10, 20, bahkan 30 tahun ke depan,
Dengan nilai yang terus mengikuti inflasi,
Tanpa selalu diimbangi oleh dana cadangan yang sepadan.
Dalam dunia keuangan, kewajiban seperti ini disebut sebagai liabilitas jangka panjang. Tetapi karena tidak dikemas sebagai pinjaman formal, ia sering tidak diperlakukan seperti “utang”. Padahal secara substansi, ia adalah:
Perbedaannya hanya satu: utang ini tidak ditagih oleh bank, melainkan oleh waktu.
Mengapa Ia Disebut “Warisan Diam-Diam”?Ia disebut warisan karena:
Ia lahir dari keputusan masa lalu,
Diteruskan oleh generasi masa kini,
Dan akan ditagihkan kepada generasi masa depan yang belum tentu ikut merumuskannya.
Ia disebut diam-diam karena:
Tidak muncul sebagai angka eksplisit di neraca fiskal,
Tidak memicu alarm seperti defisit anggaran tahunan,
Tidak selalu menjadi bahan perdebatan politik terbuka.
Namun justru karena ia diam, ia berbahaya. Ibarat retakan kecil di fondasi rumah tua—tidak terlihat dari luar, tetapi terus melebar di dalam.
Ketika Neraca Negara Terlihat Sehat, Tetapi Kewajiban MenggunungSebuah negara bisa saja terlihat sehat secara kasat mata:
Defisit neraca terkendali,
Rasio utang terhadap PDB moderat,
Penerimaan pajak stabil.
Namun di balik semua itu, kewajiban pensiun terus menumpuk seiring bertambahnya jumlah pensiunan dan panjangnya usia hidup. Ini menciptakan ilusi kesehatan fiskal negara—padahal di belakang layar, ada komitmen pembayaran raksasa yang menunggu.
Inilah yang sering luput dari perbincangan publik:
Ketika Bonus Demografi Berubah Menjadi Beban DemografiSelama ini kita sering mendengar dan berbicara tentang bonus demografi. Jumlah penduduk usia produktif besar. Tenaga kerja melimpah. Pertumbuhan ekonomi terdorong. Semua itu benar.
Namun setiap bonus demografi, jika tidak dikelola dengan bijak, akan berubah menjadi beban demografi. Hari ini kita menikmati banyaknya pekerja. Besok, kita akan menghadapi banyaknya pensiunan.
Jika sistem pembiayaan pensiun tidak dipersiapkan dengan dana yang kuat sejak masa bonus demografi itu berlangsung, maka yang terjadi adalah:
Generasi produktif hari ini menanggung beban ganda di masa depan,
Negara masuk ke fase “membayar masa lalu sambil membiayai masa depan” dalam waktu yang bersamaan.
Di sinilah utang pensiun yang tak tercatat berubah menjadi tekanan yang sangat nyata.
Pelajaran dari Banyak Negara: Krisis Selalu Datang Terlambat untuk DicegahSejarah internasional memberi pelajaran yang seragam:
Tidak ada krisis pensiun yang datang tiba-tiba,
Semuanya diawali oleh pembiaran kewajiban jangka panjang selama puluhan tahun,
Hingga pada suatu titik, negara “dipaksa” melakukan koreksi mendadak.
Koreksi mendadak itu biasanya berupa:
Kenaikan usia pensiun yang drastis,
Pemotongan manfaat pensiun,
Atau lonjakan pungutan fiskal.
Dan seperti yang selalu terjadi, langkah-langkah mendadak selalu lebih menyakitkan daripada transformasi bertahap yang direncanakan sejak awal.
Mengapa Utang Pensiun Lebih Sensitif daripada Utang Negara Biasa?Utang negara pada bank atau investor bisa dinegosiasikan ulang. Jadwalnya bisa direstrukturisasi. Bunganya bisa disepakati kembali.
Tetapi utang Pensiun ASN adalah janji negara kepada manusia yang telah menutup masa kerja dan pengabdiannya. Ia bukan kontrak bisnis biasa. Ia menyangkut:
Martabat hidup di hari tua,
Kepercayaan pada negara,
Dan kehormatan negara di mata aparaturnya sendiri.
Karena itu, ketika utang Pensiun ASN membengkak tanpa persiapan dana yang memadai, negara akan berhadapan dengan dilema paling berat: memilih antara keadilan fiskal dan keadilan sosial.
Bangsa yang besar tidak seharusnya dipaksa pada pilihan sekeras itu.
Ini Bukan Soal Menakut-nakuti, Tetapi Soal Kejujuran pada Masa DepanMembicarakan utang Pensiun ASN yang tak tercatat bukanlah untuk menciptakan kepanikan. Justru sebaliknya: ini adalah bentuk kejujuran pada masa depan. Kita tidak sedang meremehkan warisan masa lalu, tetapi sedang berusaha agar warisan itu tidak berubah menjadi beban bagi anak cucu kita.
Bangsa yang dewasa selalu berani membuka buku keuangannya dengan jujur, termasuk halaman-halaman yang selama ini jarang disentuh.
Warisan yang Perlu Kita Tata UlangSetiap generasi mewarisi sesuatu. Ada yang mewarisi tanah, ilmu, dan nilai-nilai luhur. Tetapi ada juga yang mewarisi sistem, struktur, dan kewajiban.
Utang Pensiun ASN yang tidak pernah dicatat secara terbuka adalah salah satu warisan struktural itu. Ia sama sekali bukan kesalahan orang per orang. Ia adalah konsekuensi dari sistem yang lahir di zaman dahulu, dengan tantangan yang berbeda.
Tugas kita hari ini bukan saling menunjuk, melainkan menata ulang warisan itu agar tetap bermakna, adil, dan berkelanjutan.
Sebab pada akhirnya, sejarah tidak akan bertanya apakah kita mewarisi masalah.
Sejarah akan bertanya: apa yang kita lakukan terhadap warisan itu?
----- AK20251218-----
JaminanPensiun (#4): Semuanya berupa gagasan, pemikiran, dan harapan masa depan. Untuk menggugah kesadaran literasi terhadap hal-hal yang menjadi kepentingan publik. Gunakan artikel ini secara bijak dan seperlunya. Komunikasi: [email protected].




