JAKARTA, KOMPAS – Bencana ekologis di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat berdampak pada lahan pertanian sekaligus mata pencaharian petani. Untuk memulihkan areal persawahan dan mata pencaharian, khususnya petani padi, diperkirakan butuh waktu masing-masing sekitar enam bulan dan setahun.
Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, per 15 Desember 2025, luas areal persawahan yang rusak akibat bencana di Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar) mencapai sekitar 70.000 hektar. Sekitar 11.000 hektar di antaranya mengalami puso atau gagal panen.
Sebagian besar areal persawahan itu tertutup lumpur, sehingga kehilangan batas atau patok penanda kepemilikan lahan. Sebagian lagi tertutup tumpukan kayu gelondongan. Jaringan-jaringan irigasi di areal persawahan itu juga rusak.
Memulihkan sektor pertanian, khususnya tanaman padi, di daerah-daerah terdampak bencana di Sumatera tidak mudah dan butuh waktu cukup lama.
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University Dwi Andreas Santosa, Kamis (18/12/2025), mengatakan, memulihkan sektor pertanian, khususnya tanaman padi, di daerah-daerah terdampak bencana di Sumatera tidak mudah dan butuh waktu cukup lama. Ini mengingat yang dipulihkan tidak hanya sawah, tetapi juga mata pencaharian petani padi.
“Pemulihan areal persawahan yang rusak berat diperkirakan sekitar enam bulan. Sementara pemulihan mata pencaharian petani padi setidaknya butuh sekitar setahun,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta.
Dwi menjelaskan, saat ini, pemerintah tengah berfokus menangani korban bencana, mendistribusikan bantuan, dan membuka sejumlah akses jalan. Otomatis, pemulihan sektor pertanian diperkirakan bakal berlangsung setelah situasi tanggap darurat tertangani.
Selain itu, butuh beberapa tahapan untuk memulihkan areal persawahan yang rusak berat. Beberapa di antaranya adalah menyingkirkan material yang menutup sawah, seperti lumpur dan tumpukan kayu, serta memberbaiki jaringan-jaringan irigasi.
“Setelah itu, tanah harus diolah kembali dan masih ada proses penyemaian benih padi,” kata Dwi.
Ia memperkirakan padi baru bisa ditanam di sawah-sawah yang telah dipulihkan itu pada Mei 2025 atau pada musim tanam (MT) II. Dengan demikian, MT I padi di daerah-daerah terdampak bencana berisiko terlewatkan.
Padi yang ditanam pada Mei 2026 itu baru bisa dipanen pada Agustus 2026. Artinya, selama hampir setahun petani padi di daerah-daerah terdampak bencana itu tidak memperoleh penghasilan dari hasil panen.
“Oleh karena itu, selain memberikan sarana dan prasarana pertanian, pemerintah juga perlu memberikan modal tanam dan menjamin biaya hidup petani terdampak bencana,” kata Dwi.
Aceh, Sumut, dan Sumbar merupakan daerah produsen beras nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan, produksi beras di Aceh sepanjang 2025 mencapai 1,01 juta ton atau meningkat 5,49 persen secara tahunan.
Potensi produksi beras di Sumut juga dipekirakan naik 24,34 persen secara tahunan menjadi 1,57 juta ton. Adapun Sumbar produksi berasnya diperkirakan sebanyak 791.676 ton atau naik 0,8 persen secara tahunan.
Kerusakan sawah (di tiga provinsi terdampak bencana) ada sekitar 70.000 hektar. Insya Allah, kami bisa tangani dan mulai bekerja pada Januari 2026.
Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan pemulihan lahan pertanian yang terdampak bencana ekologis di Aceh, Sumut, dan Sumbat bakal dimulai pada Januari 2026. Semua biaya rekonstruksi lahan pertanian itu bakal ditanggung pemerintah pusat.
“Kerusakan sawah (di tiga provinsi terdampak bencana) ada sekitar 70.000 hektar. Insya Allah, kami bisa tangani dan mulai bekerja pada Januari 2026,” kata Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, dalam Sidang Kabinet Paripurna Tahun 2025 yang digelar secara daring di Istana Negara, Senin (15/12/2025).
Amran menjelaskan, dari 70.000 hektar sawah yang terdampak bencana, sekitar 11.000 hektar harus dibangun lagi. Dana yang dibutuhkan untuk mencetak kembali sawah-sawah itu sekitar Rp 300 mliar hingga Rp 400 miliar.
Sebelumnya, pada 4 Desember 2025, Amran menyatakan pemerintah akan mengambil alih pembangunan sawah sampai kembali seperti sebelum terdampak bencana. Sumber dananya berasal dari pemerintah pusat.
Pemulihan lahan pertanian itu akan dilakukan menyeluruh. Hal itu mencakup perbaikan irigasi, rehabilitasi lahan, penyediaan benih, hingga percepatan pengolahan tanah menggunakan alat dan mesin pertanian.
Menurut Amran, penanganan di setiap lokasi terdampak bencana akan berbeda-beda sesuai tingkat kerusakan lahan pertanian. Untuk sawah yang rata tersapu banjir, pemerintah akan mencetak ulang sawah itu.
“Untuk sawah yang masih bisa diselamatkan, bantuan benih gratis dan alat pertanian disiapkan. Pendekatan ini memastikan semua lahan kembali berfungsi secepat mungkin tanpa mengulang kerusakan yang sama,” katanya.
Amran menargetkan pemulihan lahan pertanian itu selesai dalam 1-2 bulan dengan menyesuaikan ketersediaan alat berat dan kesiapan administrasi di daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu segera merampungkan administrasi batas bidang lahan pertanian agar rekonstruksi dapat dimulai (Kompas, 4/12/2025).
Dalam Sidang Kabinet Paripurna Tahun 2025, Amran yang juga Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) menjamin keamanan stok dan kelancaran distribusi pangan di daerah-daerah terdampak bencana. Per 15 Desember 2025, Bapanas melalui Perum Bulog telah mengirimkan 44.000 ton beras ke daerah-daerah tersebut.
“Kami juga telah menyiapkan cadangan beras sebanyak tiga kali lipat atau sekitar 120.000 ton untuk memenuhi kebutuhan pangan daerah-daerah terdampak bencana di Sumatera,” kata Amran.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Ramdhani, menuturkan, Bulog telah menyiapkan stok beras di bandara dan pelabuhan masing-masing sebanyak 20 ton hingga 50 ton. Kebijakan itu diambil untuk mengantisipasi kebutuhan mendesak di wilayah-wilayah yang terdampak bencana di Sumatera.
Dengan menempatkan stok beras di bandara dan pelabuhan, distribusi bantuan beras dapat dilakukan secara cepat tanpa harus menunggu mobilisasi dari gudang-gudang Bulog. “Distribusi bantuan melalui jalur udara atau laut menjadi lebih cepat dan efisien, terutama ke daerah-daerah yang akses daratnya terputus,” ujarnya melalui siaran pers.
Rizal juga menambahkan, total stok beras Bulog saat ini sekitar 3,7 juta ton. Adapun stok beras Bulog di Aceh sekitar 79.000 ton, Sumut sekitar 29.000 ton, dan Sumbar sekitar 7.000 ton. Untuk memperkuat cadangan beras di Sumbar, Bulog berjanji menambah menambah stok sekitar 20.000 ton hingga 30.000 ton dalam waktu dekat.





