Veda Ega Pratama, Balapan, dan Warisan Pengetahuan

kumparan.com
23 jam lalu
Cover Berita

Pengalaman bertahun-tahun di sirkuit balap mengajarkan satu hal pada Sudarmono, bahwa balapan bukan semata perkara kebut-kebutan. Maka, ketika anaknya mulai jatuh cinta pada motor, ia tak hanya mengajarinya gas dan rem, tapi juga menuntunnya ke jalur yang tepat. Kelak, putranya tercatat dalam sejarah sebagai pebalap Indonesia pertama yang finis nomor satu di Sirkuit Mugello, Italia, pada usia 16 tahun.

Ialah Veda Ega Pratama, pebalap muda asal Kapanewon Wonosari, Gunungkidul, yang bakal berkompetisi di Moto3 tahun depan. Veda selangkah lebih dekat untuk berlaga di kejuaraan balap motor paling kesohor sedunia: MotoGP. Seluruh kegemilangan itu tak diawali dengan keistimewaan—bagaimana mungkin, jika sirkuit untuk latihan saja ia tak punya? Saat awal-awal mengenal motor, satu-satunya tempat Veda bisa memacu gas adalah sebuah pasar sapi di kapanewon tetangga.

“Dulu latihannya cuma yang sebelah sana. Di sini belum ada aspalnya, belum kayak gini, terus kotor banget dulu. [...] ingat banget dulu masih ada pohon di tengah,” kenang Veda saat ditemui di Pasar Sapi Siyono Harjo, Playen, Jumat (5/12). Sampai hari ini, tempat yang sama masih sering dimanfaatkan sebagai lintasan pacu oleh warga lokal. Maklum, provinsi ini memang masih belum memiliki sirkuit balap motor permanen.

Sejak Veda kecil, Sudarmono sering mengajaknya menonton balapan, termasuk saat dirinya sendiri yang beraksi di sirkuit. Namun, ia tak pernah memaksakan anaknya untuk memilih jalan hidup yang sama. Walakin, memang benarlah peribahasa itu, bahwa jatuhnya buah tak akan jauh-jauh dari pohonnya. Saat Veda menunjukkan minatnya pada motor, barulah Sudarmono mulai mengajarinya tentang balapan.

“Saya lihat anaknya minat enggak sama motor itu? (Ternyata) dia suka, terus tak kasih tahu tentang balapan, tak kasih tahu tentang video-video balapan. Akhirnya dia pengen juga pakai baju balap, pengen balapan,” katanya. Minat Veda tak dibiarkannya hanya tumbuh setengah-setengah. Jika benar-benar tertarik terjun ke sirkuit, ia harus punya mimpi dan target. Tujuannya satu, agar anaknya itu termotivasi dan terus berlatih dengan rajin.

“Saya bilang, ‘Kamu pengen nggak seperti seperti ini?’ Kalau dia pengen, ya selalu latihan. Kalau dia nggak niat, masak mimpimu sampai sini (tapi) kamu latihannya nggak niat,” ujarnya mengulang nasihat kepada Veda. Di usia 4 tahun, putranya itu sudah mengikuti balapan motor kecil, dilanjut balap motocross dan road race saat memasuki usia 8 tahun.

Sudarmono mengombinasikan ruang latihan yang terbatas dengan pengetahuannya tentang hal-hal yang dibutuhkan dalam balapan. Di pasar sapi itu, dilatihnya Veda agar memiliki kelincahan dan daya tarung. Semua disarikan dari pengalaman Sudarmono sendiri selama melaju di trek.

Ayah yang Mengarahkan di Balik Lintasan

Memiliki ayah yang akrab dengan dunia balap merupakan suatu keuntungan bagi Veda. Faktor ini menjadi salah satu penentu keberhasilannya, yang meski berangkat dari lintasan seadanya, namun mampu merangsek hingga ke level dunia. Sebagai mantan pebalap, ayah Veda tak hanya paham teknik, tetapi juga mengerti celah untuk bisa masuk ke industri bergengsi ini. Tanpa seluruh pengetahuan itu, langkah Veda mungkin tak akan sejauh sekarang.

Sudarmono ingat jelas, generasinya di masa lalu mengonotasikan kata ‘balapan’ dengan hal buruk. Bukan podium prestisius yang muncul dalam benak kala mendengar kata itu terucap, melainkan sekumpulan bocah jalanan yang ramai-ramai menggeber kendaraan secara serampangan.

“Saya balapan dari liar, maksudnya dari jalanan. Generasi saya kalau balapan ya memang harus motor kencang, nggak ada prepare fisik seperti itu,” kenangnya. Kompleksitas dunia balap baru dilihat Sudarmono saat berkesempatan mencicipi kompetisi di tingkat Asia. Dari situ, ia sadar bahwa kejuaraan-kejuaraan tingkat dunia membutuhkan regenerasi talenta muda, bahkan sejak usia yang sangat belia. “(Karena) saya sudah tahu jalurnya, maka saya tata anak saya ke jalur itu.”

Jalur yang dimaksud Sudarmono, yang ia terapkan pada anaknya, adalah Astra Honda Racing School (AHRS), program pengembangan pebalap muda Indonesia untuk berkompetisi di tingkat dunia. Veda bergabung dengan tim AHRS pada tahun 2019.

“Jadi, kalau kejuaraan dunia itu ada programnya. Katakanlah kayak program terjadi di Veda. Kita ngomongin di Honda ya, ada program satu tahun itu dicari 16 pebalap di Indonesia, dan itu seleksinya gratis. Dalam satu tahun itu ada beberapa event, dibalapin, diambil dua (orang). Setelah diambil dua, diberangkatin ke kejuaraan, ke step tengahnya ke Thailand. Itu kalau juara, diambil lagi ke balapan ke seluruh Asia, diambil dua lagi sampai ke dunia. Itu yang dijalankan Veda saat ini, dan itu gratis,” tuturnya.

Lewat AHRS, karier Veda semakin berkembang, dan kesempatan untuk berkompetisi semakin terbuka. Tahun 2022, di usia 14 tahun, Veda debut di kejuaraan Asia lewat Asia Talent Cup (ATC) dan berhasil finis di posisi ketiga. Tahun ini, Veda berkompetisi di Red Bull Rookies Cup 2025 dan meraih double win pada seri keempat di Sirkuit Mugello, Italia, bulan Juni lalu. Ditambah kemenangan di Sirkuit Sachsenring, Jerman, Veda finis sebagai runner-up di klasemen akhir. Hasil ini memberinya tiket untuk bertanding di Moto3, meski usianya belum memenuhi syarat.

Melihat prestasi anaknya yang mentereng, Sudarmono tak larut dalam sukacita. Sebagai pelatih balap di Mons54 Private Racing School, ia mengakui kurangnya fasilitas yang memadai di Tanah Air, yang pada akhirnya menghambat bibit-bibit pebalap untuk mencapai potensi terbaiknya. Apalagi, jika bibit itu tak berasal dari lingkungan keluarga pebalap seperti Veda. Karena itulah, menurutnya, regenerasi pebalap Indonesia hanya berputar situ-situ saja.

“Idealnya pertama ada fasilitas, dan ada minat. Jadi, orang yang nggak tahu jalur, karena ada fasilitas, dia tahu akan industri balap. Tapi kalau nggak tahu ya, yang sekarang ke dunia balap yang generasi-generasi karena tahu dari orang tuanya atau keluarganya aja. Jadi untuk bibitnya paling ya cuma orang-orang itu aja,” akunya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Jelang Nataru, Komdigi Pastikan Konektivitas Aman dan Tarif Data Turun hingga 30 Persen
• 3 jam lalutvrinews.com
thumb
BMRI Bakal Tebar Dividen Interim Jumbo Rp 9,3 Triliun
• 5 jam lalukatadata.co.id
thumb
Pramono Pastikan Pelayanan Publik Tetap Jalan meski ASN Terapkan WFA Saat Libur Nataru
• 5 jam lalukompas.com
thumb
4 Efek Samping Serius Tidak Menggunakan Tabir Surya, Bukan Sekadar Tren
• 20 jam lalugenpi.co
thumb
Pengelola Tol Bakter Berlakukan Diskon 10 Persen Sambut Libur Nataru 2025/2026
• 21 jam lalukumparan.com
Berhasil disimpan.