PERDANA Menteri Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Donald Trump mulai merencanakan potensi serangan terhadap program nuklir Iran setelah pertemuan pertama mereka pada Februari. Keduanya mengembangkan program pembohongan publik yang rumit.
Itu dilaporkan The Washington Post, Kamis (18/12). Laporan didasarkan pada wawancara dengan beberapa pejabat Israel, Iran, Arab, dan AS, baik yang masih menjabat maupun pensiun. Beberapa di antara mereka berbicara kepada wartawan untuk pertama kali dan dengan syarat anonim untuk menggambarkan operasi dan penilaian rahasia.
Selama pertemuan pada Februari, Netanyahu menyampaikan kepada Trump tentang empat opsi serangan terhadap Iran. Empat skenario tersebut ialah serangan yang sepenuhnya dilakukan Israel, serangan yang dipimpin Israel dengan bantuan minimal dari AS, kolaborasi penuh, dan serangan yang dipimpin AS.
Baca juga : Telepon Trump, Netanyahu: Israel Harus Tuntaskan Kemenangan atas Proksi Iran
Meskipun Trump memilih untuk memberi kesempatan pada diplomasi nuklir, pertukaran intelijen dan persiapan untuk serangan terus berlanjut. "Pemikirannya yaitu, jika pembicaraan gagal, kita siap menyerang," kata seseorang yang mengetahui detailnya.
Saat mereka semakin mendekati serangan, kedua pemimpin tersebut berusaha untuk membuat Iran lengah. Pada 12 Juni, Trump mengatakan bahwa ia lebih memilih solusi negosiasi daripada serangan militer.
Tanda keteganganPara pejabat Israel membocorkan informasi bahwa penasihat utama Netanyahu, Ron Dermer, dan direktur Mossad, David Barnea, akan bertemu dengan utusan senior Gedung Putih, Steve Witkoff, dalam waktu dekat. Putaran pembicaraan nuklir antara AS dan Iran dijadwalkan pada 15 Juni.
Baca juga : Trump Tolak Rencana Israel Bunuh Khamenei, Netanyahu Bungkam
Kedua negara juga membocorkan tanda-tanda ketegangan antara kedua sekutu tersebut. "Semua laporan yang ditulis tentang Bibi yang tidak sejalan dengan Witkoff atau Trump tidak benar," kata seseorang yang mengetahui detailnya. "Namun, bagus bahwa ini persepsi umum. Itu membantu untuk melanjutkan perencanaan tanpa banyak orang menyadarinya."
Para pejabat keamanan Israel tahu bahwa mereka juga harus memusnahkan tim ahli, insinyur, dan fisikawan Iran yang diyakini pejabat intelijen AS dan Israel sedang mengubah bahan nuklir fisil menjadi bom atom. Sekitar pukul 03.21 pada 13 Juni, di menit-menit awal perang 12 hari Israel dengan Iran, senjata Israel mulai menghantam blok apartemen dan rumah-rumah di ibu kota Iran.
Operasi Narnia, yang menyasar ilmuwan nuklir terkemuka Iran, sedang berlangsung. Fisikawan teoretis dan ahli bahan peledak yang dikenai sanksi AS karena pekerjaannya di bidang senjata nuklir, Mohammad Mehdi Tehranchi, tewas di apartemennya lantai enam, Kompleks Profesor, Teheran. Fisikawan nuklir yang pernah memimpin organisasi energi atom Iran dan dikenai sanksi AS dan PBB, Fereydoun Abbasi, tewas dalam serangan lain dua jam kemudian. Secara keseluruhan, Israel mengatakan, mereka membunuh 11 ilmuwan nuklir senior Iran pada 13 Juni dan beberapa hari berikutnya.
100 ilmuwanAmir Tehranchi mengatakan bahwa pekerjaan saudaranya, Mohammad, akan terus berlanjut. "Dengan pembunuhan para profesor ini, mereka mungkin telah tiada, tetapi pengetahuan mereka tidak hilang dari negara kita," katanya.
Israel membunuh ilmuwan Iran sebelumnya, tetapi selalu menyangkal bertanggung jawab. Agen-agen yang mengendarai sepeda motor memasang bom magnet pada mobil-mobil ilmuwan di tengah kemacetan lalu lintas Teheran. Abbasi nyaris selamat dari upaya tersebut pada 2010. Seorang ilmuwan nuklir terkemuka, Mohsen Fakhrizadeh, tewas akibat tembakan senapan mesin kendali jarak jauh dalam penyergapan di luar ibu kota Iran pada 2020.
Pada Juni, Israel menjadi semakin berani setelah secara terbuka menghancurkan proksi Iran di Jalur Gaza, Libanon, dan Suriah. "Akhirnya kami memiliki kesempatan operasional untuk melakukannya," kata seorang jenderal angkatan udara Israel yang membantu merencanakan serangan terhadap Iran.
Untuk Operasi Narnia, analis intelijen Israel menyusun daftar 100 ilmuwan nuklir terpenting di Iran, kemudian mempersempit daftar target menjadi sekitar selusin orang. Mereka menyusun berkas tentang pekerjaan setiap orang, pergerakan mereka, rumah mereka berdasarkan pengalaman spionase selama beberapa dekade.
Operasi tersebut tidak sempurna. The Post dan media investigasi sumber terbuka Bellingcat memverifikasi secara independen 71 korban sipil dalam lima serangan yang menargetkan ilmuwan nuklir, menggunakan citra satelit, geolokasi video, pemberitahuan kematian, catatan pemakaman, dan liputan pemakaman di media Iran.
The Post dan Bellingcat mengonfirmasi bahwa 10 warga sipil, termasuk bayi berusia 2 bulan, tewas dalam serangan terhadap Kompleks Profesor. Kesaksian saksi mata, dikombinasikan dengan video dan gambar ledakan serta kerusakan struktural yang diakibatkannya, menunjukkan bahwa serangan itu memiliki kekuatan yang mirip dengan bom seberat sekitar 500 pon.
Israel menargetkan ilmuwan lain, Mohammad Reza Sedighi Saber, di rumahnya di Teheran selama gelombang serangan pertama. Sedighi Saber tidak berada di sana, tetapi putranya yang berusia 17 tahun tewas.
Senjata khususPada hari terakhir konflik, 24 Juni, kakak Saber tewas di rumah kerabatnya sekitar 200 mil dari ibu kota, Astaneh-ye Ashrafiyeh, Provinsi Gilan. Seorang warga di sana mengatakan bahwa Saber kembali ke rumah keluarganya untuk upacara berkabung putranya dan tewas bersama kerabat lain.
Tercatat 15 kematian warga sipil dalam serangan itu, termasuk empat anak di bawah umur. Dua rumah rata dengan tanah, meninggalkan dua kawah di tempat rumah-rumah itu pernah berdiri.
Para pejabat keamanan Israel mengatakan mereka melakukan segala upaya untuk membatasi korban sipil. "Salah satu pertimbangan utama dalam perencanaan Operasi Narnia yaitu mencoba meminimalkan kerusakan tambahan sebisa mungkin," kata seorang perwira intelijen militer senior Israel.
Kepala Staf Markas Komando Pertahanan Dalam Negeri Israel, Brigadir Jenderal Elad Edri, mengatakan serangan balasan Iran menghantam sekolah, rumah sakit, dan situs sipil lain, menewaskan 31 warga Israel. Seorang juru bicara pemerintah Iran mengatakan pada Juli bahwa 1.062 orang tewas dalam serangan Israel, termasuk 276 warga sipil.
Di dalam Iran, dinas intelijen Mossad Israel memobilisasi lebih dari 100 agen. "Beberapa di antara mereka punya senjata khusus untuk serangan presisi terhadap aset militer," kata seorang pejabat keamanan senior Israel yang terlibat langsung dalam perencanaan tersebut.
Tim-tim agen Iran dilatih di Israel dan tempat lain. Mereka hanya diberi tahu misi, bukan keseluruhan rencana yang sedang dipersiapkan Israel. "Operasi ini belum pernah terjadi dalam sejarah," kata pejabat itu. "Kami memobilisasi aset dan agen kami untuk mendekati Teheran dan melancarkan operasi darat sebelum Angkatan Udara dapat memasuki wilayah udara Iran." (I-2)





