- Bagaimana kondisi terbaru warga Aceh yang masih terisolasi akibat banjir dan longsor?
- Bagaimana dampak kondisi terisolasi terhadap kelompok rentan di Aceh?
- Bagaimana perkembangan upaya pembukaan akses menuju wilayah terdampak di Aceh?
- Bagaimana respons masyarakat Aceh terhadap lambatnya penanganan korban bencana?
- Bagaimana langkah pemerintah menyiapkan hunian bagi korban banjir dan longsor di Aceh?
Ribuan warga Aceh hingga Jumat (19/12/2025) pagi masih terisolasi akibat rusaknya akses jalan dan jembatan. Data terakhir menunjukkan sedikitnya 54.480 warga di Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues belum dapat dijangkau secara normal. Kondisi ini diperkirakan belum tertangani hingga akhir masa tanggap darurat, yakni pada 25 Desember 2025 atau akhir fase kedua sekaligus batas perpanjangan status tanggap darurat yang sedang berjalan.
Di wilayah terisolasi, bantuan logistik belum menjangkau semua penyintas. Stok makanan, air bersih, dan obat-obatan menipis. Sebagian warga bahkan terpaksa berjalan puluhan kilometer untuk mencari bantuan.
Akses darat sangat terbatas karena medan pegunungan, jalan terjal, dan jembatan putus. Tim bantuan kesulitan menembus lokasi terdampak. Jalur udara dengan helikopter menjadi satu-satunya opsi distribusi logistik.
Pemerintah Aceh mengakui penanganan tidak bisa cepat tanpa dukungan nasional. Situasi warga disebut sudah sangat mendesak dan berisiko memburuk jika isolasi berlangsung lebih lama.
Kelompok rentan menjadi pihak paling terdampak di wilayah terisolasi Aceh. Perempuan, anak-anak, warga lansia, penyandang disabilitas, dan ibu menyusui menghadapi keterbatasan akses pangan dan layanan kesehatan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 105.992 pengungsi berkebutuhan khusus di Aceh, tetapi baru sekitar 20 persen yang terdata secara detail karena keterbatasan akses dan komunikasi.
Minimnya obat-obatan dan layanan medis meningkatkan risiko sakit serius. Banyak kelompok rentan tidak mampu berjalan jauh untuk mencari bantuan sehingga bergantung penuh pada distribusi logistik.
Situasi ini memicu kekhawatiran meningkatnya korban jiwa di pengungsian. Pemerintah dan sukarelawan menilai penanganan khusus bagi kelompok rentan harus dipercepat dan lebih terarah.
Pembukaan akses darat terus diupayakan melalui pemasangan jembatan bailey. Hingga pertengahan Desember 2025, dua jembatan bailey telah berfungsi di Kabupaten Bireuen dan membuka jalur penting antarkecamatan.
Meski demikian, akses menuju wilayah tengah Aceh belum sepenuhnya tersambung. Masih ada sejumlah jembatan putus yang menghambat distribusi logistik ke Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues.
TNI dan Kementerian Pekerjaan Umum mengerahkan ribuan personel dan alat berat. Progres pembangunan jembatan berjalan bertahap, dengan beberapa titik ditargetkan rampung akhir Desember.
Selama akses darat belum pulih, distribusi bantuan masih sangat bergantung pada jalur udara. Kondisi ini membuat penyaluran bantuan tidak bisa dilakukan secara masif dan cepat.
Kekecewaan masyarakat memuncak melalui aksi bendera putih di Banda Aceh. Warga menilai penanganan bencana berjalan lambat dan belum menyentuh semua korban, terutama di wilayah terisolasi.
Aksi tersebut menyoroti kondisi warga yang bertahan dengan stok makanan menipis dan minim layanan medis. Kelompok rentan disebut paling merasakan dampaknya.
Selain korban langsung, masyarakat umum juga terdampak. Gangguan listrik, sinyal komunikasi, dan kelangkaan kebutuhan pokok memukul aktivitas ekonomi Aceh secara luas.
Masyarakat mendesak pemerintah pusat menetapkan bencana nasional. Harapannya, dukungan sumber daya dan perhatian nasional dapat mempercepat penanganan dan pemulihan.
Pemerintah mulai menyiapkan hunian sementara (huntara) bagi korban bencana di Aceh. Sejumlah kabupaten telah mengusulkan lahan, termasuk Bener Meriah, Gayo Lues, dan Aceh Barat.
BNPB bersama pemerintah daerah tengah memverifikasi lokasi agar aman dari bencana susulan. Pembangunan huntara ditargetkan berlangsung satu hingga dua bulan.
Selama masa tunggu, korban akan menerima dana tunggu hunian Rp 600.000 per bulan per keluarga. Penyaluran dana bergantung pada kecepatan pendataan pemerintah daerah.
Selain huntara, pembangunan hunian tetap juga direncanakan sepenuhnya oleh pemerintah pusat. Langkah ini diharapkan memberikan kepastian hidup lebih layak bagi korban.



