Emiten produsen produk olahan susu PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ) mengungkapkan ikut bergabung dalam program pemerintah, Makan Bergizi Gratis (MBG). Ultrajaya merupakan perusahaan susu publik di Indonesia yang terkenal dengan merek Ultra Milk.
Corporate Secretary ULTJ Helina Widayani mengatakan perseroan sepenuhnya mendukung program MBG dari pemerintah. Ultrajaya telah memasok susu ke program MBG melalui produknya bernama Susu Sekolah.
Menurutnya, kolaborasi tersebut dapat memperkuat brand merek perseroan sekaligus menjadi promosi untuk meningkatkan konsumsi susu nasional dalam jangka panjang.
“Target konsumen ini adalah anak sekitar 6-18 tahun dan tidak diperjualbelikan secara umum karena kita khususkan untuk program ini,” kata Helina dalam paparan publik secara pada Jumat (19/12).
Dia menyampaikan, ada dua keunggulan dari Susu Sekolah dibandingkan dengan merek susu lain. Pertama, karena Susu Sekolah diproduksi oleh Ultrajaya yang telah menjaga kualitas produknya lebih dari 50 tahun. Kedua, kandungan susu Sekolah dinilai segar, memiliki kalsium serta protein yang sudah memenuhi ketentuan dari Badan Gizi Nasional.
Selain itu, sejak mulai masuk ke dalam program MBG pada Juli hingga Desember 2025, Helina menyebut grafik pendapatan perseroan mengalami peningkatan. Meski begitu, dia tidak merincikan berapa persentase kenaikan tersebut.
Adapun hingga September 2025, ULTJ membukukan laba bersih sebesar Rp 960,88 miliar. Torehan tersebut meningkat 9,04% dibandingkan dengan laba bersih ULTJ pada periode yang sama tahun 2025 sebesar Rp Rp 881,18 miliar.
Meski begitu, pos penjualan perseroan mengalami penurunan 5,31% menjadi Rp 6,23 triliun dari Rp 6,58 triliun secara tahunan atau year on year (yoy).
Pundi-pundi rupiah ULTJ berasal dari penjualan minuman kepada pihak ketiga sebesar Rp 6,87 triliun, penjualan makanan sebesar Rp 44,57 miliar. Sementara dari penjualan ekspor, ULTJ memperoleh sebesar Rp 12,17 miliar dari penjualan minuman dan sebesar Rp 7,41 miliar dari penjualan makanan.
Pendapatan tersebut kemudian dikurangi dengan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp 685,35 miliar dan bonus kinerja sebesar Rp 12,37 miliar.
Seiring dengan turunnya penjualan perseroan, beban pokok penjualan menjadi menipis dari Rp 4,35 triliun menjadi Rp 4,18 triliun secara yoy.
Lebih rinci, beban penjualan perseroan juga turun menjadi Rp 740,84 miliar dari Rp 848,03 miliar. Sementara itu beban pokok administrasi justru menebal menjadi Rp 211,90 miliar dari Rp 198,83 miliar.
Namun dalam pos yang sama, perseroan mencatatkan pendapatan lain-lain senilai Rp 17,06 miliar dimana pada tahun sebelumnya, pos tersebut mencatatkan rugi sebesar Rp 9,46 miliar. Alhasil, laba dari usaha perseroan dapat meningkat menjadi Rp 1,19 triliun dari Rp 1,09 triliun.



