JEMBER, KOMPAS.com – Program reforma agraria di Kabupaten Jember saat ini difokuskan pada legalisasi permukiman yang sudah ada. Sementara itu, pemberian lahan baru bagi warga miskin ekstrem masih belum tersedia.
Kepala Kantor Pertanahan/BPN Jember, Ghilman Afifuddin, mengatakan, kegiatan reforma agraria tahun ini dilakukan melalui redistribusi tanah permukiman yang berasal dari pelepasan kawasan hutan.
Sementara BPN bertugas menata administrasi dan menerbitkan legalitas hak atas tanah agar warga memperoleh kepastian hukum.
Baca juga: Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
“Yang berjalan sekarang adalah pemberian legalitas terhadap permukiman yang sudah eksis, bukan freshland,” ujar Ghilman saat ditemui Kompas.com di ruang kerjanya, Rabu (3/12/2025).
Menurut Ghilman, tidak adanya pembagian lahan baru karena belum ada tanah terlantar yang memenuhi syarat.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=reforma agraria, perhutanan sosial, redistribusi tanah, kepastian hukum, warga miskin ekstrem, BPN Jember&post-url=aHR0cHM6Ly9yZWdpb25hbC5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8xOS8xNzAwMDAwMS9icG4tZm9rdXMtbGVnYWxpc2FzaS1wZXJodXRhbmFuLXNvc2lhbC1qYWRpLXNvbHVzaS13YXJnYS1taXNraW4tZWtzdHJlbQ==&q=BPN Fokus Legalisasi, Perhutanan Sosial Jadi Solusi Warga Miskin Ekstrem§ion=Regional' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Tanah terlantar adalah tanah yang sebelumnya diberikan kepada perusahaan melalui hak guna usaha (HGU), tetapi tidak dimanfaatkan selama tiga tahun.
Meski demikian, tanah ini tetap menjadi aset perusahaan dan harus melalui proses pelepasan sebelum bisa dikelola negara.
“Belum ada sumber TORA (tanah objek reforma agraria) lain di luar pelepasan kawasan hutan. Ada tahapannya, mulai dari pemberitahuan ke perusahaan sampai tiga kali hingga ditetapkan oleh kementerian sebagai tanah yang bisa dikelola orang lain,” jelasnya.
Meski reforma agraria tidak memberikan lahan baru, terdapat jalur alternatif bagi warga miskin ekstrem, yakni program Perhutanan Sosial di bawah Kementerian Kehutanan.
Baca juga: Kisah Buniman Hidupi 6 Anggota Keluarga dengan Upah Rp 40.000 di Tengah Lahan BUMN
Program ini memungkinkan warga mengelola kawasan hutan secara legal untuk kegiatan produktif, seperti pertanian, perkebunan, atau usaha kehutanan, meski tanahnya tetap bukan hak milik pribadi.
“Untuk lahan garapan, ada skema lain seperti perhutanan sosial yang menjadi kewenangan kementerian teknis terkait,” tambah Ghilman.
Program Perhutanan Sosial memerlukan beberapa tahapan, mulai dari pengusulan desa, verifikasi pemerintah daerah, hingga analisis Kementerian Kehutanan, sebelum warga bisa mengelola lahan secara sah.
Ghilman menekankan, legalisasi permukiman yang sudah puluhan tahun ditempati warga juga bagian dari upaya membantu warga miskin ekstrem.
Rata-rata warga miskin ekstrem di Jember tinggal di kampung-kampung yang berbatasan dengan kawasan hutan dan perkebunan.
Baca juga: Pengentasan Kemiskinan Ekstrem di Tengah Lahan BUMN Butuh Kerja Sama Semua Pihak
Sebagai ilustrasi, Buniman (65) dan Saniman (65), dua kepala keluarga di Desa Mulyorejo, Kecamatan Silo, masih berharap bisa mendapatkan lahan untuk bercocok tanam.





