FAJAR, MAKASSAR – Sebanyak enam kelompok mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia Angkatan 2025 (SAMAVESI 25) Universitas Hasanuddin memaparkan hasil penelitian lapangan mereka dalam salah satu rangkaian forum “Masa Orientasi Berbasi Riset”, Kamis (18/12/2025).
Penelitian yang mengangkat isu besar “Ruang Inklusif” ini dilakukan secara serentak pada tanggal 6 Desember 2025 di tiga lokasi panti asuhan berbeda di Makassar. Setiap lokasi diteliti oleh dua kelompok mahasiswa untuk menggali dinamika sosial, pola pengasuhan, dan kenyamanan anak-anak panti.
Dari hasil turun lapangan tersebut, para mahasiswa menemukan bahwa panti asuhan kini bukan sekadar tempat bernaung, melainkan ekosistem kompleks yang menggantikan peran keluarga inti.
Dalam pemaparannya, Kelompok 2 yang berlokasi di Panti Asuhan Raodatul Jannah menyoroti bagaimana panti asuhan berfungsi sebagai media inklusif. Mereka menemukan bahwa rasa aman bagi anak tidak muncul secara instan.
“Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa anak tidak langsung merasa aman ketika pertama kali masuk. Mereka membutuhkan waktu adaptasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan aturan baru,” ujar Desta sebagai perwakilan kelompoknya.
Meski privasi individu masih terbatas karena penggunaan ruang tidur bersama, pendekatan pola pengasuhan berbasis aturan yang disepakati bersama terbukti mampu menciptakan suasana yang terkendali dan stabil bagi mental anak.
Stabilitas yang terbangun dari aturan tersebut berbanding lurus dengan temuan Kelompok 5 yang juga meneliti di lokasi yang sama. Jika Kelompok 2 menyoroti aturan secara umum, Kelompok 5 menemukan implementasi nyata berupa pola “Kebebasan Terbimbing” dalam penggunaan gawai.
“Penggunaan ponsel di sana dilakukan secara terkontrol. Ini mencerminkan pengasuhan adaptif yang menyeimbangkan antara kontrol dan otonomi anak,” ujar Aron dari Kelompok 5.
Selain itu, temuan mereka menegaskan bahwa stabilitas mental yang disebut oleh Kelompok 2 turut didukung oleh penataan ruang yang terbuka. Desain ini dinilai efektif mendorong interaksi setara tanpa sekat usia, yang secara teori ekologi sosial memperkuat relasi antarpenghuni.
Sementara itu, beralih ke lokasi lain, Kelompok 3 yang meneliti di Panti Asuhan Mattampawalie menyoroti konsep “Ruang Setara”. Mereka menekankan bahwa inklusivitas di panti asuhan sering disalahartikan.
“Kesetaraan dalam pengasuhan sering kali disalahartikan sebagai perlakuan yang sama rata. Padahal, temuan kami menunjukkan kesetaraan lebih tepat dimaknai sebagai perlakuan adil sesuai kebutuhan masing-masing anak,” ungkap Kayla.
Panti Asuhan Mattampawalie dinilai telah menerapkan prinsip ini, terlihat dari akses pendidikan yang merata dan pendampingan bagi anak-anak yang telah lulus SMA.
Sisi emosional yang paling menohok datang dari temuan Kelompok 4 yang meneliti di Panti Asuhan Al-Faqri. Salah satu anggota tim, Zalsa, mengungkapkan realitas yang cukup menyentuh hati terkait latar belakang anak asuh.
“Ada temuan yang cukup mengejutkan di lapangan. Beberapa anak panti asuhan ternyata sebenarnya masih memiliki orang tua yang lengkap,” ujar Zalsa.
Namun, Zalsa menambahkan, keberadaan orang tua biologis tidak menjamin kenyamanan batin sang anak.
“Mereka justru merasa tidak mendapatkan ruang aman dan kasih sayang yang cukup dari orang tua kandungnya. Makanya, mereka malah merasa lebih nyaman dan ‘hidup’ ketika berada di panti asuhan bersama teman-teman dan pengasuhnya,” tambahnya.
Hal ini sejalan dengan kesimpulan penelitian kelompoknya yang menyebutkan bahwa panti asuhan telah berhasil menjadi “ruang aman” dan figur pengasuh sukses menggantikan peran ayah dan ibu bagi anak-anak tersebut.
Temuan-temuan krusial ini turut didukung oleh data lapangan dari Kelompok 1 dan 6 yang melengkapi potret utuh mengenai kondisi fasilitas dan interaksi sosial di panti asuhan.
Menanggapi kedalaman analisis para mahasiswa baru tersebut, Ketua Himpunan Mahasiswa Sastra Indonesia KMFIB Unhas, Zaki, yang turut hadir dalam forum, memberikan apresiasi tinggi. Ia menilai kegiatan ini menjadi gerbang krusial bagi transformasi mahasiswa.
“Saya berharap melalui forum ilmiah berbasis riset ini, teman-teman SAMAVESI 2025 dapat mengakselerasi adaptasi mereka terhadap kultur akademik. Pemahaman dini mengenai alur penelitian adalah fondasi intelektual yang sangat penting bagi perjalanan mereka sebagai mahasiswa,” tegas Zaki.
Forum pemaparan ini akhirnya menyimpulkan bahwa panti asuhan di Makassar, terlepas dari keterbatasan sumber daya, terus berupaya menjadi ruang inklusif yang memanusiakan anak-anak, memberikan mereka identitas, cita-cita, dan rasa memiliki yang mungkin hilang dari keluarga asal mereka.
Penulis : Tunggal Utama Ramadhan /
Magang Fajar, Universitas Hasanuddin

