Bisnis.com, SURABAYA – Paguyuban Jukir Surabaya (PJS) angkat suara mengenai rencana Wali Kota Eri Cahyadi untuk merombak total sistem parkir konvensional menjadi digital yang berlaku mulai Januari 2026 mendatang.
Wakil Ketua PJS Feri Fadli menjelaskan bahwa parkir di Kota Pahlawan terdiri atas parkir lahan tempat usaha dan di tepi jalan umum (TJU). Mengacu kepada Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya, keduanya memiliki karakteristik yang berbeda.
“Berdasarkan Perda kan ada dua, kalau tepi jalan umum itu retribusi parkir dan yang di halaman lahan usaha itu pajak parkir,” ucap Feri, Jumat (19/12/2025).
Feri menegaskan bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan mengenai wacana implementasi sistem parkir digital di halaman tempat usaha. Sebab, menurutnya hal tersebut merupakan hak pengusaha memilih sistemnya.
“Kalau yang di halaman [tempat usaha] bicara hak, sebetulnya yang punya hak kan yang punya halaman. Pemerintah [kota] hanya bisa mengamankan pajak 10% itu,” ucapnya.
Namun, kata dia, Pemkot Surabaya juga harus melihat kondisi lahan parkir yang tersedia di masing-masing tempat usaha. Sebab, lanjut Feri, tidak semua memiliki lokasi usaha memungkinkan untuk menerapkan sistem parkir digital.
Baca Juga
- Parkir Digital Berlaku 2026, Jukir Surabaya: Sistem Bagi Hasil Tak Adil
- Walkot Eri Cahyadi Ajak Warga Surabaya Ikuti Uji Coba Parkir Digital
- Jelang Era Parkir Digital, Pemkot Surabaya Amankan 12 Jukir Liar
“Saya contohkan ada restoran mie yang di Jalan Ambengan itu enggak bisa [menerapkan sistem digital], taruh mana alatnya? Kemudian di Jalan Bung Tomo itu macet. Kalau ada alat [portal] susah masuk,” bebernya.
Sementara, mengenai sistem parkir digital di tepi jalan umum, Feri menyebut bahwa hal tersebut masih jauh untuk diterapkan. Dia pun menyoroti bagi hasil antara Pemkot Surabaya dengan jukir, yang dirasa paguyuban tidak adil.
“Bagi hasilnya itu merugikan, kan 20% dan 80%. Masa jukir yang bekerja cuman 20%. Jadi menurut saya, kalau memang digitalisasi, ubah dulu Perda-nya,” ujarnya.
Feri mengungkapkan bahwa Pemkot Surabaya harus memperjelas mengenai mekanisme penghasilan yang diterima para jukir tepi jalan umum. Yakni tetap menggunakan sistem bagi hasil atau upah kerja.
“Kalau sistem gaji, lalu jukir pembantu bagaimana. Kan yang diakui oleh Dishub ada 1.370 titik parkir tepi jalan umum, ditambah per titik minimal dua orang itu sudah berapa ribu. Jukir pembantu itu juga punya KTA dari Dishub, ini yang harus jelas dulu aturannya. Kalau sistem gaji, siapa yang digaji? Kalau hanya jukir utama, jelas PJS menolak,” bebernya.
Dengan demikian, Feri pun berharap, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dapat sesegera mungkin membicarakan rencana penerapan sistem parkir digital dengan jukir. Agar tidak ada pihak yang dirugikan karena sistem baru tersebut.





