PELUNCURAN resmi "Gerakan Ayah Mengambil Rapor" oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melalui Surat Edaran Nomor 14 Tahun 2025 menjadi babak baru dalam upaya memperkuat peran ayah di Indonesia. Bukan sekadar formalitas tanda tangan atau kehadiran sesaat, Gerakan Ayah Mengambil Rapor memiliki resonansi yang jauh lebih dalam bagi perkembangan psikologis anak, dinamika keluarga, dan kualitas pendidikan. Ini adalah panggilan bagi para ayah untuk lebih terlibat aktif, menunjukkan bahwa pendidikan anak adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya ibu.
Lebih Dari Sekedar WajibBagi sebagian ayah, momen pengambilan rapor mungkin merupakan pengalaman pertama yang mendebarkan. Ada rasa canggung, namun juga kebanggaan.Kehadiran ayah memberikan validasi emosional yang kuat bagi anak, menandakan bahwa sang ayah peduli dan bangga akan progres belajarnya. Momen ini bukan hanya tentang nilai, tetapi tentang membangun jembatan komunikasi dan ikatan emosional yang lebih kuat antara ayah dan anak.
Dampak Psikologis Mendalam: Pondasi Karakter AnakKeterlibatan ayah dalam pendidikan, khususnya di momen krusial seperti pengambilan rapor, memiliki efek domino pada perkembangan psikologis anak. Pertama, meningkatkan kepercayaan diri anak. Kehadiran ayah di sekolah mengirimkan pesan kuat bahwa orang tua, khususnya figur ayah, menganggap pendidikan sebagai hal yang sangat penting. Ini membuat anak merasa didukung dan dihargai, yang pada gilirannya menumbuhkan rasa percaya diri untuk berinteraksi di lingkungan sosial dan akademis.
Kedua, membentuk motivasi belajar intrinsik. Anak yang merasa didukung ayahnya cenderung memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi. Mereka tidak hanya belajar untuk nilai, tetapi untuk membanggakan orang tua dan memenuhi ekspektasi positif yang diberikan. Ketiga, mengurangi fenomena fatherless. Isu fatherless, di mana anak-anak tumbuh tanpa kehadiran atau keterlibatan ayah yang memadai, telah lama menjadi perhatian. Kehadiran ayah di sekolah secara aktif menekan risiko ini, memberikan figur peran yang utuh dan seimbang, baik bagi anak laki-laki maupun perempuan.
Secara spesifik, untuk anak laki-laki, kehadiran ayah dapat membantu membentuk identitas maskulinitas yang positif dan bertanggung jawab. Sementara untuk anak perempuan, interaksi positif dengan ayah di lingkungan sekolah dapat membangun rasa aman dan apresiasi terhadap hubungan dengan lawan jenis di kemudian hari.
Panduan Praktis untuk Ayah dan Sekolah Sukseskan Program GEMAR Untuk Para Ayah:- Prioritaskan Waktu: Jika memungkinkan, ajukan izin dari kantor atau atur jadwal agar bisa hadir. Jelaskan pentingnya momen ini kepada atasan.
- Persiapan: Luangkan waktu untuk bertanya kepada anak tentang apa yang ingin ia sampaikan kepada guru, atau apa yang ia harapkan dari rapornya.
- Berkomunikasi Aktif: Jangan sungkan bertanya kepada guru tentang perkembangan anak, tidak hanya nilai, tetapi juga perilaku sosial, minat, dan potensi yang perlu dikembangkan.
- Apresiasi: Terlepas dari hasil rapor, berikan apresiasi atas usaha anak. Fokus pada proses belajar dan area yang bisa diperbaiki, bukan hanya pada angka.
- Diskusi Lanjut di Rumah: Setelah dari sekolah, luangkan waktu untuk berdiskusi santai dengan anak tentang rapor dan rencana ke depan.
- Fleksibilitas Jadwal: Pertimbangkan untuk mengadakan sesi pengambilan rapor di luar jam kerja umum atau memberikan pilihan waktu yang lebih fleksibel untuk para ayah.
- Informasi yang Jelas: Berikan panduan yang jelas kepada orang tua, khususnya ayah, tentang apa yang akan dibahas saat pengambilan rapor.
- Fasilitasi Interaksi: Ciptakan suasana yang nyaman agar ayah dapat berinteraksi leluasa dengan guru. Mungkin dengan sesi tanya jawab singkat atau pojok diskusi.
- Edukasi: Sampaikan kepada para ayah tentang pentingnya peran mereka dalam pendidikan dan dampak positif kehadirannya bagi anak.
Gerakan Ayah Mengambil Rapor bukan hanya sebuah program, melainkan sebuah inisiatif kultural untuk menanamkan kesadaran akan pentingnya kolaborasi antara ayah dan ibu dalam mendidik anak. Dengan partisipasi aktif dari semua pihak, kita berharap dapat menciptakan generasi yang lebih percaya diri, termotivasi, dan memiliki fondasi karakter yang kuat, yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang utuh dan suportif.
(P-4)


