Bisnis.com, SEMARANG - Kerusakan yang disebabkan oleh bencana alam memberikan dampak yang semakin signifikan akibat tindakan korupsi yang terjadi di Tanah Air. Salah satu penyebabnya adalah Proyek Strategis Nasional (PSN).
"Ada faktor manusia, terutama korupsi, itu menjadi bencana dengan dampak katastrofi, dampak kerusakan, menimbulkan korban nyawa yang sangat besar dan juga kerusakan infrastruktur dalam skala yang sangat besar," ujar Danang Widoyoko, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, dalam acara yang digelar di Kota Semarang pada Kamis (18/12/2025).
Danang mengambil contoh, alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan menjadi preseden buruk dari bencana besar yang terjadi di Sumatra.
Dalam hal ini, pemerintah harus memastikan aturan dan persyaratan lingkungan yang ketat untuk mengendalikan alih fungsi lahan hutan tersebut.
"Proyek Strategis Nasional (PSN) itu menjadi persoalan, karena dia dilakukan dengan mem-bypass banyak aturan dan prosedur. Terutama yang menyangkut, misalnya, konsultasi publik. Kan yang paling tahu kalau hutan ini dibabat dampaknya apa, yang tahu kan orang setempat," kata Danang.
Sayangnya, dengan dalih PSN, penggusuran warga asli justru terjadi demi kelancaran proyek.
Baca Juga
- Bank Jateng Fasilitasi Pembiayaan Rumah untuk ASN di Pemalang
- Bank Jateng Wonogiri Gelar Pertandingan Tenis Meja
- UMK Semarang Bisa Naik 7%, Pengusaha Usul Gunakan Alfa 0,5
Konsultasi publik dalam pengambilan keputusan pemerintah menjadi langkah preventif yang semestinya dijalankan.
Danang menyebut, perencanaan pembangunan mesti menghitung untung-rugi secara menyeluruh, baru kemudian diputuskan.
"Kalau pada akhirnya tidak mendapat dukungan, kan tidak berguna juga proyeknya," lanjutnya.
Feri Amsari, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, menyebut praktik korupsi yang berkaitan dengan pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) sudah menjadi rahasia umum yang melibatkan banyak pihak.
Di tingkat daerah, fenomena ini menjadi kian sulit untuk dibendung lantaran kewenangan pemerintah daerah telah digerogoti.
"Jokowi membuat kita resentralistik lagi. Desentralisasi dihapuskan dengan UU Cipta Kerja, sehingga izin, segala tindakan di daerah, dikendalikan oleh pusat. Itu sebabnya, kalau kita mempersalahkan pemerintah daerah ya bisa saja. Tetapi tentu nanti akan kembali lagi ke pemerintah pusat," kata Feri.
Konsekuensi dari pelemahan peran pemerintah daerah, kata Feri, adalah hilangnya tanggung jawab daerah ketika terjadi bencana.
Terutama ketika bencana tersebut berkaitan dengan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh praktik korupsi.
"Bukan kepala daerah tidak bisa melakukan sesuatu, tetapi agak konyol juga kalau mereka kemudian berbenturan dengan pemerintah pusat. Atau misalnya mereka dikriminalisasikan," ujar Feri.



