VIVA – Dominasi di sepak bola putra SEA Games belum pernah benar-benar menjadi milik Indonesia. Data sejak pembatasan usia diberlakukan pada 2001 menunjukkan fakta pahit bahwa Timnas Indonesia U-22 baru sekali meraih medali emas, tertinggal dari Vietnam dan Thailand yang jauh lebih konsisten di level Asia Tenggara.
Indonesia memang sempat berada di puncak pada SEA Games 2023. Gelar emas tersebut terasa spesial karena mengakhiri penantian panjang dan memutus anggapan bahwa Garuda Muda hanya kuat di level usia, namun rapuh di turnamen multievent. Namun, dua tahun berselang, pencapaian itu justru belum berlanjut.
SEA Games 2025 menjadi bukti paling nyata. Datang dengan status juara bertahan, Indonesia justru angkat koper lebih cepat dan gagal masuk semi final. Di saat yang sama, Vietnam kembali naik podium tertinggi setelah menaklukkan Thailand di partai final. Kontras ini menegaskan satu persoalan utama sepak bola Indonesia belum konsisten mempertahankan juara.
Jika ditarik ke belakang, pola Indonesia terlihat jelas. Sejak 2001, Indonesia beberapa kali mendekati puncak, tetapi selalu gagal menjadikannya sebagai awal dominasi. Pada 2011 dan 2013, Indonesia meraih perak. Pada 2017 dan 2021, Indonesia finis dengan perunggu. Baru pada 2023, Garuda Muda benar-benar merasakan emas.
Situasi tersebut berbeda dengan Vietnam. Sejak 2019, Vietnam menjelma menjadi kekuatan paling stabil di sepak bola putra SEA Games. Mereka meraih emas pada 2019, mempertahankannya pada 2021, dan kembali merebutnya pada 2025. Vietnam memang sempat gagal juara pada 2023, tetapi tidak terpuruk. Mereka tetap berada di papan atas dan segera bangkit pada edisi berikutnya.
Thailand pun menunjukkan karakter serupa. Meski tidak selalu juara, Thailand hampir selalu berada di final atau perebutan medali. Dalam rentang 2001 hingga 2025, Thailand menjadi tim dengan jumlah emas terbanyak dan jarang absen dari fase akhir turnamen.
Dari sudut pandang ini, kegagalan Indonesia di SEA Games 2025 bukan sekadar hasil buruk dalam satu edisi. Ini adalah pengulangan masalah lama, yakni sulitnya menjaga standar setelah mencapai puncak. Indonesia mampu membangun tim juara, tetapi belum mampu mempertahankan kualitas dan regenerasi secara berkelanjutan.




:strip_icc()/kly-media-production/medias/5448018/original/056078700_1765974252-WhatsApp_Image_2025-12-17_at_18.24.59.jpeg)