JAKARTA, KOMPAS.TV - Minggu lalu, landskap hukum nasional kembali dipenuhi perkara yang menyedot perhatian publik. Mulai dari kasus kebijakan pendidikan bernilai triliunan rupiah, tragedi kematian anak yang menyisakan tanda tanya besar, hingga vonis korupsi dan operasi tangkap tangan kepala daerah, seluruhnya mencerminkan kompleksitas penegakan hukum di Indonesia.
Sejumlah perkara tersebut bukan hanya berbicara soal benar dan salah, tetapi juga menguji konsistensi aparat penegak hukum dalam membuktikan niat jahat, mengurai kerugian negara, serta menjaga transparansi proses hukum di hadapan publik. Perbedaan tafsir hukum pun tak terelakkan, bahkan memantik perdebatan antar elite dan pakar.
Berikut Kompas.tv merangkumkan empat peristiwa hukum nasional yang paling menonjol sepanjang sepekan atas dinamika hukum yang sedang berjalan.
1. Kasus Chromebook: Perdebatan Mens Rea Nadiem Makarim Menguat di Ruang Publik
Perkara dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek periode 2019–2022 terus menjadi sorotan.
Di tengah proses persidangan yang berjalan di Pengadilan Tipikor Jakarta, perdebatan tajam muncul terkait ada tidaknya unsur niat jahat atau mens rea dalam kebijakan yang diambil mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim.
Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka, yakni Nadiem Makarim, Sri Wahyuningsih, Ibrahim, Mulyatsyah, serta Jurist Tan yang hingga kini masih buron. Jaksa menilai perencanaan pengadaan TIK tidak berbasis kebutuhan riil pendidikan dasar dan menengah, terutama di wilayah 3T, serta diduga diarahkan untuk mengunci spesifikasi Chromebook dan Chrome OS.
Kerugian negara disebut mencapai Rp2,1 triliun, bahkan jaksa menyebut adanya keuntungan sangat besar yang dikaitkan dengan nama Nadiem, meski klaim tersebut dibantah tim kuasa hukumnya.
Di sisi lain, mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi menyampaikan pandangan berbeda. Ia menilai tidak melihat adanya niat jahat dalam kebijakan tersebut, terlebih Nadiem disebut melibatkan Jamdatun dan Kejaksaan Agung untuk mengawasi proses pengadaan.
“Kalau memang niat jahatnya (mens rea) tidak ada, dan kalau Nadiem memang sudah mengajak Jamdatun dan Kejaksaan Agung untuk mengawasi prosesnya, itu berarti tidak ada mens reanya. Kedua, BPK sudah memberikan laporan audit dan tidak ada kerugian negara,” kata Laksamana Sukardi dalam keterangannya mengutip Antara beberapa waktu lalu.
Pernyataan ini berseberangan dengan konstruksi dakwaan jaksa yang menilai rangkaian tindakan para terdakwa justru menunjukkan unsur kesengajaan. Perbedaan narasi inilah yang membuat kasus Chromebook dipandang sebagai ujian penting penerapan hukum terhadap kebijakan publik.
2. Tewasnya Anak Politikus PKS: Susno Duadji Tekankan Bukti Ilmiah Meski CCTV Rusak
Kasus kematian MA (9), anak politikus PKS Maman Suherman, di rumahnya di Cilegon, Banten, masih menyisakan tanda tanya besar. Eks Kabareskrim Polri Komjen Pol (Purn) Susno Duadji menegaskan bahwa rusaknya CCTV bukan hambatan utama bagi kepolisian dalam mengungkap pelaku pembunuhan.
Dalam dialog Kompas Petang, Susno menegaskan bahwa perkara ini jelas merupakan tindak pidana pembunuhan, meski tidak tertangkap tangan.
“Pertama, karena kasus ini bukan tertangkap tangan, tapi jelas kasus ini adalah pidana. Pidananya adalah pembunuhan. Tinggal mencari siapa tersangkanya, yang dipersoalkan di publik adalah karena CCTV-nya rusak. Namun demikian, CCTV bukan satu-satunya alat bukti,” ujar Susno dalam dialog Kompas Petang KompasTV, Minggu (21/12/2025).
Susno memaparkan, polisi dapat mengandalkan alat bukti ilmiah seperti sidik jari di TKP, jejak pada benda yang digunakan pelaku, hingga komunikasi digital dari ponsel korban dan lingkungan sekitarnya.
Penulis : Ade Indra Kusuma Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV
- hukum nasional
- kasus korupsi
- Chromebook Kemendikbud
- OTT KPK
- pembunuhan anak politikus
- Pengadilan Tipikor





