Chevron Bertahan sebagai Investor Asing Minyak Terbesar di Venezuela

mediaindonesia.com
11 jam lalu
Cover Berita

CHEVRON menilai dirinya berada pada posisi strategis untuk membuka akses ke salah satu cadangan minyak paling besar dan bernilai di dunia.

Perusahaan energi asal Amerika Serikat itu tetap mempertahankan perannya sebagai investor asing terbesar di Venezuela, negara tempat Chevron telah beroperasi selama lebih dari satu abad. 

Sikap tersebut dipertahankan di tengah meningkatnya tekanan dari Presiden AS Donald Trump terhadap pemerintahan Presiden Venezuela Nicolas Maduro.

Washington dalam beberapa bulan terakhir mengerahkan kekuatan militer terbesarnya di kawasan Karibia sejak era 1980-an. 

Pemerintahan Trump menuduh Maduro memimpin jaringan perdagangan narkoba yang dibiayai oleh hasil penjualan minyak ilegal. 

Pada Selasa lalu, Trump memerintahkan blokade terhadap seluruh kapal tanker yang dikenai sanksi yang mengangkut minyak mentah masuk dan keluar Venezuela. Kebijakan itu membuat Chevron menjadi salah satu dari sedikit perusahaan besar yang masih mengekspor minyak dari negara tersebut.

Chevron dan CEO Mike Wirth bukan pemain baru dalam menghadapi risiko beroperasi di negara yang diperintah rezim otoriter dan menjadi sasaran tekanan AS. 

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintahan Maduro beberapa kali menahan dan kemudian membebaskan warga negara Amerika, termasuk dua eksekutif Chevron yang sempat ditahan selama dua bulan pada 2018.

Namun, Wirth menilai perusahaan yang dipimpinnya memiliki ketahanan dan sumber daya untuk bertahan melewati perubahan politik, baik di Caracas maupun di Washington.

Taruhan tersebut berpotensi memberi imbal hasil besar. Pemerintah Venezuela mengklaim cadangan minyak terbukti negara itu mencapai lebih dari 300 miliar barel, angka yang akan menjadikan Venezuela sebagai pemilik cadangan minyak terbesar di dunia.

"Kami memainkan permainan jangka panjang," kata Wirth bulan lalu dalam KTT investasi AS-Arab Saudi di Washington. 

"Kami berkomitmen kepada rakyat negara ini dan ingin berada di sana sebagai bagian dari pembangunan kembali ekonomi Venezuela pada saat keadaan berubah," tambahnya 

Bahkan gerakan demokrasi Venezuela yang dipimpin Maria Corina Machado yang sebelumnya mengkritik keberadaan Chevron di negara tersebut, mengakui bahwa minyak yang diproduksi perusahaan itu akan menjadi elemen penting dalam masa depan ekonomi Venezuela.

Posisi Chevron yang kini strategis merupakan hasil dari upaya panjang Wirth untuk meyakinkan pemerintah AS bahwa kehadiran perusahaannya berfungsi sebagai penyeimbang geopolitik, sekaligus mencegah Tiongkok menguasai ladang-ladang minyak yang bernilai strategis.

Sementara itu, Maduro membantah tuduhan keterlibatan dalam perdagangan narkoba. Ia menyebut penyitaan kapal tanker super yang membawa minyak Venezuela oleh AS sebagai tindakan pembajakan laut.

Venezuela pun menjadi salah satu titik panas utama di awal masa jabatan kedua Trump.

Pada Maret lalu, AS mencabut izin yang sebelumnya diberikan pemerintahan Biden kepada Chevron untuk memproduksi minyak di Venezuela, sebagai bagian dari strategi untuk menekan dan mengakhiri kekuasaan Maduro yang telah berlangsung selama 12 tahun. 

Menjelang pertemuan Gedung Putih dengan para CEO perusahaan minyak besar pada akhir bulan tersebut, Wirth memimpin lobi intensif di Washington.

Dalam pertemuan itu, Trump memberi sinyal bahwa ia terbuka untuk mempertimbangkan perpanjangan izin Chevron. 

Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick bahkan menyampaikan kepada Wirth bahwa penerapan tarif atau sanksi finansial terhadap negara-negara pembeli minyak Venezuela dapat memaksa Maduro ke meja perundingan.

Dalam beberapa bulan setelah pertemuan itu, Wirth terus meyakinkan para pejabat AS bahwa Chevron layak diizinkan kembali beroperasi. Pada musim panas, Trump mendorong para pembantunya untuk merancang kesepakatan yang akan memprioritaskan perusahaan AS dalam mengakses cadangan minyak Venezuela.

Pada Juli, pemerintahan Trump akhirnya menerbitkan lisensi baru yang lebih terbatas bagi Chevron. Lisensi tersebut dirancang untuk mencegah Maduro memperoleh keuntungan langsung, meskipun sekitar setengah dari minyak yang diproduksi Chevron bersama perusahaan minyak negara Petróleos de Venezuela (PdVSA) tetap mengalir ke pemerintah.

Seorang juru bicara Chevron menegaskan bahwa seluruh operasi perusahaan di Venezuela sepenuhnya mematuhi hukum yang berlaku.

Hubungan antara Wirth dan Trump dikenal cukup dekat. Eksekutif energi itu kerap tampil di televisi dan disebut mampu menarik perhatian presiden. Keduanya sering berdiskusi mengenai Venezuela dan isu-isu lainnya.

Wirth juga termasuk pihak pertama yang menggunakan istilah Teluk Amerika, sebutan baru Trump untuk Teluk Meksiko. 

Chevron, yang selama ini menyumbang ke komite pelantikan dari kedua partai politik, memberikan donasi sebesar US$2 juta untuk pelantikan kedua Trump atau dua kali lipat dari kontribusi Exxon Mobil dan Occidental Petroleum.

Trump dan Wirth tampaknya sependapat bahwa Venezuela menawarkan peluang besar.

"Ini hanya akan menjadi lebih besar," tulis Trump di Truth Social tentang armada angkatan laut AS di Karibia, sampai mereka mengembalikan kepada Amerika Serikat semua minyak, tanah dan aset lain yang sebelumnya mereka curi.

Sejumlah raksasa energi lain telah lebih dulu meninggalkan Venezuela. Exxon Mobil dan ConocoPhillips hengkang pada 2007 setelah mantan Presiden Hugo Chavez menasionalisasi aset mereka. 

Conoco menggugat pemerintah Venezuela senilai lebih dari US$20 miliar, sementara Exxon menuntut US$12 miliar.

Perusahaan-perusahaan Eropa seperti BP dan TotalEnergies menyusul pergi dalam dekade berikutnya. Awal tahun ini, AS mencabut izin Repsol dari Spanyol dan ENI dari Italia untuk mengekspor minyak Venezuela. Namun, Shell baru-baru ini memperoleh persetujuan AS untuk mengembangkan gas lepas pantai negara tersebut.

Jejak Chevron di Venezuela bermula dari Gulf Oil, yang membuka kantor pertamanya di sana pada 1923 dan kemudian diakuisisi Chevron pada 1984. Setelah nasionalisasi industri minyak pada 1970-an, Chevron kembali masuk pada 1996 sebagai mitra usaha patungan PdVSA.

Meski menghadapi berbagai tantangan, Chevron tetap bertahan. Perusahaan dan mitra usahanya mempekerjakan sekitar 3.000 orang di Venezuela. Secara historis, produksi minyak Chevron di negara tersebut menyumbang kurang dari 10% dari total produksi globalnya.

Seperti perusahaan minyak lainnya, masa depan jangka panjang Chevron sangat bergantung pada kemampuannya mengisi kembali cadangan minyak dan gas yang dapat diproduksi.

Secara global, penemuan ladang minyak besar semakin jarang dan bernilai tinggi. Chevron berencana menginvestasikan US$7 miliar tahun depan untuk proyek-proyek lepas pantai di wilayah seperti Guyana dan Mediterania timur, sekaligus memperkuat tim eksplorasinya.

Namun, prospek Venezuela tetap penuh ketidakpastian. Para analis menilai, meski Maduro lengser, tidak ada jaminan oposisi akan segera mengambil alih kekuasaan atau pemulihan ekonomi akan berlangsung cepat. Faktor militer juga dinilai berpotensi menjadi hambatan, sementara pemilu presiden berikutnya diperkirakan baru berlangsung pada 2030.

"Untuk pemulihan produksi minyak, terutama dalam dua tahun pertama, tidak ada perusahaan yang lebih siap membantu dibanding Chevron," kata Francisco Monaldi, direktur program energi Amerika Latin di Baker Institute for Public Policy, Universitas Rice.

"Jika mereka bersedia menanamkan modal, itu akan menjadi sinyal yang sangat kuat bagi perusahaan lain," ujarnya.

Di masa lalu, gerakan demokrasi Venezuela pernah mendesak AS agar tidak mengizinkan Chevron beroperasi. Namun kini mereka mengakui realitas bahwa jika terjadi transisi kekuasaan, minyak yang diproduksi Chevron akan menjadi fondasi pemulihan ekonomi.

Oposisi tengah menyusun rencana ekonomi yang menargetkan peningkatan produksi minyak Venezuela hingga beberapa juta barel per hari dalam waktu kurang dari satu dekade. Dalam skenario tersebut, PdVSA dibayangkan berperan sebagai regulator energi yang mengawasi sektor minyak yang diprivatisasi.

Saat ini, Venezuela memproduksi sekitar 900.000 barel per hari, dengan Chevron menyumbang sekitar sepertiga dari total produksi tersebut.

Menurut Rafael de la Cruz, direktur kantor Washington untuk Presiden terpilih Venezuela Edmundo Gonzálezdan Machado, Chevron sejauh ini belum menjalin komunikasi dengan oposisi.

"Jika Venezuela akan tumbuh seperti yang kita perkirakan, itu pada dasarnya akan terjadi karena investasi swasta besar-besaran," kata de la Cruz.

"Chevron akan menjadi bagian dari industri minyak di Venezuela, tidak diragukan lagi, bersama dengan banyak perusahaan lain yang ingin kita tarik kembali ke Venezuela," pungkasnya. (WSJ/I-2)


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Lyon vs Saint-Cyr, Lyon Bungkam Saint-Cyr 3-0 di Coupe de France
• 15 jam lalumediaindonesia.com
thumb
Bukan Hip-Hop, Treeshome Tegaskan Posisi di Peta Musik Indonesia Timur
• 1 jam lalukumparan.com
thumb
Industri Otomotif Sebut Insentif Pajak Bisa Dorong Penjualan Mobil pada 2026
• 9 jam lalukumparan.com
thumb
Hasil Liga Spanyol: Dihiasi Kartu Merah & Penalti, Barcelona Hajar Villarreal
• 20 jam lalukumparan.com
thumb
Menag Soroti Ilmu Hadis Sepi Peminat: Tak Cuma di RI, tapi Dunia
• 4 jam lalukumparan.com
Berhasil disimpan.