EtIndonesia. Thailand secara resmi mengambil peran sentral dalam upaya global memberantas kejahatan penipuan daring lintas negara. Kepemimpinan ini ditandai dengan penyelenggaraan Konferensi Internasional Kemitraan Global Pemberantasan Penipuan Daring di Bangkok, yang digelar pada 18 Desember 2025 dan berhasil menghimpun dukungan dari hampir 60 negara, Uni Eropa, serta berbagai organisasi internasional.
Konferensi tersebut diselenggarakan secara bersama oleh otoritas Thailand dan Kantor Urusan Kejahatan Tiongkok, sekaligus menandai peluncuran resmi aksi kemitraan global melawan penipuan siber. Fokus utama kerja sama ini adalah membongkar jaringan penipuan lintas negara yang selama beberapa tahun terakhir berbasis kuat di kawasan Asia Tenggara dan telah menimbulkan kerugian ekonomi global dalam skala masif.
Kerugian Global Capai Puluhan Miliar Dolar
Dalam forum tersebut dipaparkan data bahwa sepanjang tahun 2023, kerugian ekonomi dunia akibat penipuan daring diperkirakan mencapai 18 hingga 37 miliar dolar AS. Angka ini mencakup kejahatan penipuan investasi digital, phishing lintas negara, perdagangan manusia berbasis penipuan daring, hingga praktik penyiksaan listrik yang digunakan untuk memaksa korban menjalankan aktivitas kriminal.
Lebih dari 300 perwakilan negara dan lembaga internasional menghadiri konferensi ini, menjadikannya salah satu forum anti-kejahatan siber terbesar yang pernah digelar di kawasan Asia Tenggara.
Pernyataan Tegas Perdana Menteri Thailand
Perdana Menteri Thailand, Anutin Charnvirakul , dalam pidato pembukaan menegaskan bahwa penipuan daring telah berkembang menjadi ancaman keamanan global, bukan sekadar masalah kriminal domestik.
“Tidak ada satu negara pun yang mampu menghadapi kejahatan ini sendirian. Penipuan daring adalah musuh bersama umat manusia,” tegas Anutin pada 18 Desember 2025.
Dia menekankan bahwa Thailand berharap kerja sama ini tidak berhenti pada deklarasi simbolik, melainkan berlanjut ke pertukaran intelijen, penegakan hukum lintas batas, serta operasi bersama untuk menghancurkan pusat-pusat penipuan.
Deklarasi Bersama Bangkok
Konferensi ini menghasilkan Deklarasi Bersama Bangkok, sebuah kerangka kerja sama multilateral yang bertujuan memperkuat koordinasi global melawan penipuan siber. Negara-negara pertama yang menandatangani deklarasi tersebut adalah Thailand, Bangladesh, Nepal, Peru, dan Uni Emirat Arab.
Namun, absennya Kamboja dari konferensi justru memicu sorotan tajam komunitas internasional. Ketidakhadiran ini dipandang kontras, mengingat wilayah Kamboja selama ini kerap disebut sebagai salah satu pusat operasi jaringan penipuan lintas negara.
Sorotan Publik dan Kritik Media Sosial
Akun media sosial Derun Media di platform X menyebut bahwa meskipun Thailand bukan negara besar, keberaniannya memimpin agenda ini menunjukkan bahwa negara kecil pun dapat berdiri di garis depan keadilan internasional. Narasi yang beredar luas di media sosial menggambarkan dukungan publik yang cenderung berpihak kepada Thailand, Amerika Serikat, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Salah satu metafora yang ramai dikutip warganet adalah peringatan agar “tikus yang sekaligus menjadi atlet dan wasit” tidak ikut masuk ke dalam sistem, karena dikhawatirkan justru merusak keseluruhan mekanisme pemberantasan kejahatan.
Media Tiongkok dan Tuduhan Aset Gelap
Menariknya, laporan di portal resmi Partai Komunis Tiongkok, khususnya melalui media NetEase, sama sekali tidak menyinggung peran Tiongkok dalam ekosistem kejahatan penipuan daring regional.
Sejumlah pengamat internasional menilai penghilangan narasi tersebut bukan tanpa alasan. Mereka menyebut bahwa sudah menjadi rahasia umum di kalangan penegak hukum internasional bahwa sebagian kawasan operasi penipuan merupakan aset gelap yang dilindungi aktor-aktor politik tingkat tinggi, dengan struktur kejahatan yang sangat terorganisasi. Bahkan, beberapa analis menyebut praktik penyiksaan dan eksploitasi korban di kamp-kamp penipuan tersebut sebagai kejahatan kemanusiaan ekstrem, yang dalam aspek tertentu dinilai lebih brutal dibanding kamp konsentrasi Auschwitz pada era Nazi.
Pernyataan Keras 19 Desember
Pada 19 Desember 2025, Perdana Menteri Thailand kembali menyampaikan pernyataan tegas. Ia menolak segala tudingan bahwa Thailand melanggar norma internasional.
“Thailand tidak melanggar aturan apa pun. Kami tidak perlu diadili oleh pihak mana pun. Tekanan internasional seharusnya diarahkan kepada pihak yang melanggar perjanjian,” ujarnya.
Pernyataan ini segera memicu reaksi luas di platform TikTok, dengan lebih dari 8.700 komentar tercatat dalam waktu singkat. Warganet secara terbuka maupun tersirat mengkritik sistem yang melindungi kejahatan penipuan daring, menyinggung isu perdagangan organ, hingga mempertanyakan keberadaan para “wumao” yang biasanya aktif membela narasi tertentu. Banyak pengguna menyebut kolom komentar terasa seolah-olah tanpa “tembok api”.
Eskalasi Konflik Militer Thailand–Kamboja
Di tengah dinamika diplomatik tersebut, beredar pula rekaman bentrokan bersenjata antara pasukan Thailand dan militer Kamboja. Dalam video yang tersebar luas di internet, pasukan Thailand terlihat menggunakan senapan AK-104 buatan Rusia, peluncur granat otomatis STK-40 buatan Singapura, serta tank ringan FV-101 Scorpion buatan Inggris.
Penggunaan persenjataan ini mengindikasikan bahwa ketegangan di perbatasan telah memasuki fase eskalasi serius, melampaui konflik berskala kecil, dan berpotensi memicu dampak keamanan regional yang lebih luas.




