EtIndonesia. Pada musim panas tahun 1892, Henry Hersenbi lahir di sebuah keluarga kelas menengah di St. Louis, Amerika Serikat. Dia adalah salah satu dari enam bersaudara. Seperti kebanyakan keluarga kelas menengah pada masa itu, meski hidup mereka cukup layak, pendidikan tinggi masih merupakan sesuatu yang mewah. Karena itu, Henry hanya menamatkan pendidikan hingga sekolah menengah pertama sebelum mulai bekerja.
Namun, Henry tidak pernah berhenti belajar. Dia memanfaatkan seluruh waktu luangnya untuk mengamati dan membaca. Saat masih belasan tahun, dia sudah tertarik pada dunia perbankan. Seusai jam kerja, ketika rekan-rekannya pulang, Henry justru membuka buku-buku pembukuan, sering kali belajar hingga pukul dua atau tiga dini hari sebelum kembali ke rumah.
Tak lama kemudian, dia menyadari satu kenyataan pahit: peluang untuk maju sangat kecil. Saat itu, St. Louis adalah kota tua yang konservatif. Kebanyakan anak muda meninggalkan sekolah di usia 15 tahun, lalu bekerja keras selama puluhan tahun, hingga pensiun pun tetap melakukan pekerjaan yang sama. Kalaupun seseorang sangat rajin dan beruntung, paling cepat pada usia 35 tahun dia hanya bisa menjadi pegawai biasa. Untuk masuk ke jajaran manajemen, umumnya harus menunggu hingga usia lebih dari 40 tahun.
Henry merasa sistem ini tidak adil. Dia teringat bahwa Thomas Jefferson menyusun Declaration of Independence ketika baru berusia 33 tahun, dan dua belas penandatangan lainnya pun belum ada yang berusia 35 tahun. Karena itu, pada usia 18 tahun, Henry memutuskan untuk bertindak. Dia ingin menciptakan peluang bagi anak muda sepertinya—yang tidak mengenyam pendidikan tinggi dan tidak memiliki latar belakang kuat—serta mematahkan pola karier lama yang membelenggu.
Setelah persiapan matang, Henry mendirikan sebuah organisasi bernama Klub Tari Herculaneum.
Sekilas, menari tampak sama sekali tidak berkaitan dengan cita-cita besar Henry. Namun justru di situlah kecerdasannya. Jika anak muda ingin mengubah nasib, mereka harus bersatu terlebih dahulu. Klub tari adalah cara yang paling mudah diterima, menyenangkan, dan menjangkau semua kalangan.
Hasilnya luar biasa. Dalam waktu kurang dari dua tahun, Klub Herculaneum menjadi klub paling bergengsi di daerah tersebut. Banyak anak muda merasa bangga jika bisa menjadi anggotanya.
Pada tahun 1914, Klub Herculaneum bergabung dengan enam organisasi sosial lainnya dan berganti nama menjadi Federasi Tari, dengan Henry tetap menjabat sebagai ketua. Saat itulah kesempatan yang selama ini dia tunggu akhirnya datang.
Dengan langkah yang terencana dan tenang, Henry mulai menjalankan visinya. Setahun kemudian, Federasi Tari kembali berganti nama menjadi Aliansi Warga Muda Progresif—menari atau tidak menari sudah tidak lagi menjadi hal utama. Enam bulan kemudian, jumlah anggotanya di St. Louis melonjak drastis hingga mencapai 750 orang.
Pelajarannya sederhana namun mendalam: Ketika tujuan hidup belum sepenuhnya jelas, yang terpenting adalah berani melangkah dan mulai melakukan sesuatu. Karena sering kali, arah besar justru baru terlihat setelah kita bergerak.(jhn/yn)





