TKA SMA 2025 Anjlok, Gus Hilmi: Ini Bukan Anak Bodoh, tapi Sistem yang Gagal

fajar.co.id
6 jam lalu
Cover Berita

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Hasil Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 jenjang SMA/SMK sederajat yang anjlok khususnya pada mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris, sontak menjadi bahan perbincangan publik.

Cendekiawan Nahdlatul Ulama (NU), Ustaz Hilmi Firdausi, mengatakan bahwa anjloknya capaian TKA tidak bisa serta-merta dibebankan kepada peserta didik.

Ditegaskan UHF, akronim namanya, persoalan tersebut justru mencerminkan problem sistemik dalam dunia pendidikan nasional.

“TKA SMA 2025 jeblok, yang gagal siapa? Anak-anaknya atau sistemnya?,” ujar UHF kepada fajar.co.id, Rabu (24/12/2025).

Ia mengingatkan bahwa angkatan siswa yang mengikuti TKA tahun ini lahir dan tumbuh di masa transisi panjang.

Mereka menghadapi perubahan kurikulum yang berulang, dampak pandemi Covid-19 yang meninggalkan lubang besar dalam literasi dan numerasi, hingga kondisi guru yang masih beradaptasi dengan berbagai kebijakan baru.

“Seperti kita tahu, angkatan ini lahir di masa transisi. Kurikulum ganti, pandemi meninggalkan lubang literasi, guru masih adaptasi,” sebutnya.

Di sisi lain, UHF menuturkan bahwa sistem justru menaikkan tingkat kesulitan soal tanpa disertai proses persiapan yang adil dan merata. Akibatnya, ketimpangan antar sekolah semakin terlihat jelas.

“Lalu diuji dengan soal level tinggi tanpa persiapan yang adil. Soal naik level, proses tertinggal. Sekolah kuat akan bertahan, sekolah lemah pasti tumbang,” tegasnya.

Lanjut dia, kondisi tersebut menunjukkan bahwa TKA bukan sekadar alat ukur kemampuan akademik semata, melainkan cermin ketimpangan kualitas pendidikan di Indonesia.

“Ini bukan sekadar tes kemampuan, ini potret ketimpangan pendidikan negeri ini,” ucapnya.

UHF juga menolak anggapan bahwa rendahnya hasil TKA disebabkan oleh kemampuan siswa yang lemah.

Ia menegaskan bahwa tekanan akademik, kelelahan mental, serta distraksi era digital turut memengaruhi performa peserta didik.

“Menurut saya, mereka bukan bodoh, mereka cuma lelah, ditambah godaan era digital yang melenakan,” katanya.

Ia pun mendorong pemerintah untuk lebih serius membenahi fondasi pendidikan, mulai dari kualitas guru, stabilitas kurikulum, hingga pemerataan mutu sekolah.

“Kalau kita mau siswa berpikir kritis, siapkan gurunya, stabilkan kurikulumnya, ratakan kualitas sekolah,” tandasnya.

UHF bilang, pemerintah mestinya tidak terus-menerus mengganti sistem pendidikan tanpa evaluasi mendalam.

“Jangan ganti sistem tiap waktu, lalu heran saat hasil tes mengecewakan,” kuncinya.

Sebelumnya, Kemendikdasmen resmi merilis hasil TKA 2025 untuk jenjang SMA/SMK sederajat.

Hasilnya cukup mengejutkan, terutama pada mata pelajaran wajib. Nilai Matematika dan Bahasa Inggris tercatat anjlok dibandingkan mata pelajaran lainnya.

Data Kemendikdasmen menunjukkan, rata-rata nilai Bahasa Indonesia berada di angka 55,38.

Sementara itu, Matematika hanya mencatatkan rerata 36,10 dan Bahasa Inggris lebih rendah lagi di angka 24,93.

Skor TKA sendiri berada pada rentang nilai 0 hingga 100.

Jika dirinci lebih jauh, nilai Matematika wajib bahkan berada di bawah Matematika Lanjut.

Rata-rata Matematika Lanjut tercatat sebesar 39,32.

Kondisi serupa juga terlihat pada Bahasa Inggris Wajib yang tertinggal jauh dari mata pelajaran bahasa pilihan.

Rerata nilai Bahasa Arab mencapai 64,97, Bahasa Jepang 55,21, dan Bahasa Mandarin 57,66.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menegaskan bahwa hasil TKA tersebut bukan untuk menghakimi kemampuan siswa, melainkan menjadi pijakan perbaikan kebijakan pendidikan ke depan.

Menurutnya, TKA memang dirancang untuk memetakan mutu capaian akademik peserta didik secara nasional.

“Kita harapkan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dapat berpijak pada hasil tes ini. Kita menyebutnya dengan evident based policy atau kebijakan yang berbasis bukti, berbasis data,” ucap Mu’ti saat memaparkan hasil TKA di Kantor Kemendikdasmen, Jakarta, Senin (22/12/2025).

Mu’ti juga menegaskan bahwa TKA tidak menentukan kelulusan siswa. Sebagai bagian dari assessment as learning, penetapan kelulusan sepenuhnya menjadi kewenangan masing-masing satuan pendidikan, berdasarkan evaluasi yang mereka selenggarakan sendiri.

Saat ini, siswa kelas XII pun masih menjalani proses pembelajaran dan mengikuti ujian akhir semester di sekolah masing-masing.

Meski demikian, hasil TKA tetap memiliki peran tersendiri, terutama bagi siswa yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi melalui jalur prestasi.

Nilai TKA akan menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam proses seleksi.

“Namun, bagi mereka yang tidak ikut TKA, itu tidak berarti akhir dunia. Mereka tetap memiliki nilai rapor yang juga menjadi dasar bagi perguruan tinggi dalam menelusuri calon mahasiswa barunya,” pungkas Mu’ti. (Muhsin/fajar)


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Penyintas Bencana di Sumatera Tetap Antusias Sambut Natal Meski di Tengah Keterbatasan
• 11 jam lalukompas.tv
thumb
Profil Band Murphy Radio Konsisten Bikin Karya Eksperimental
• 10 jam lalukumparan.com
thumb
Prabowo Tegaskan Penertiban Kawasan Hutan: Kita Lawan Penyimpangan Puluhan Tahun!
• 4 jam lalumerahputih.com
thumb
Ditanya Perbedaan Voli di Indonesia dengan Luar Negeri, Megawati Hangestri: Di Sana, Pemain Gak Sering Gonta-ganti Klub
• 11 jam lalutvonenews.com
thumb
Drama Tos Tos 15 Penalti, Arsenal Tembus Semifinal Carabao Cup dan Tantang Chelsea
• 14 jam laluviva.co.id
Berhasil disimpan.