Belanja Makin Efisien dan Hati-hati di Momen Natal 2025

kompas.id
14 jam lalu
Cover Berita

Suasana penuh kehati-hatian ini menjadi sinyal yang perlu diperhatikan untuk meneropong konsumsi setahun ke depan. Konsumen yang menahan konsumsi pada momen Natal ini tecermin dari data belanja masyarakat di beberapa negara, termasuk Jerman, Amerika Serikat, dan Inggris. Dari beberapa negara tersebut, muncul sejumlah tren yang menarik untuk diperhatikan.

Tren konsumen yang pertama di momen Natal tahun ini adalah kehati-hatian berbelanja di tengah tekanan dan ketidakpastian ekonomi. Data dari analis pasar Mintel menunjukkan, konsumen di Jerman memprioritaskan keterjangkauan harga ketika berbelanja.

Tidak hanya itu, dua per lima dari responden yang mereka survei juga menyatakan tidak tertarik untuk berbelanja di momen Natal 2025 untuk berhemat.

Suasana yang serupa juga ditemukan pada kelompok konsumen di AS. Kendati mayoritas dari konsumen tetap mau berbelanja, 84 persen dari mereka menggunakan taktik untuk berhemat dengan mencari diskon-diskon khusus. Temuan ini mengindikasikan, konsumen jauh lebih berhati-hati dan tidak berbelanja berdasarkan keinginan di Natal kali ini.

Di Inggris, Natal tetap dilihat sebagai momen untuk berbelanja bagi konsumen. Namun, para konsumen di negara ini berbelanja dengan kekhawatiran akan biaya hidup serta pajak yang tinggi.

Berdasarkan perbandingan Mintel, tingkat keyakinan konsumen terhadap situasi ekonomi mereka di masa belanja Natal ini relatif lebih rendah dibandingkan keyakinan mereka di awal 2025.

Data Black Friday

Siasat dari para konsumen untuk menekan biaya belanja Natal tahun ini bisa dilihat dari data pada momen Black Friday. Singkatnya, Black Friday adalah hari Jumat setelah perayaan Thanksgiving, jatuh pada kamis minggu keempat November tiap tahunnya, yang menjadi momen di mana berbagai jenama melempar diskon ekstrem.

Umumnya, momen diskon ini berlangsung selama beberapa hari sampai akhir pekan selesai. Selain itu, kendati budaya ini lahir di AS, strategi diskon Black Friday diadaptasi di banyak negara lain, utamanya negara-negara barat.

Survei dari Mintel menunjukkan, momen Black Friday tahun ini menjadi momen yang digunakan konsumen di negara-negara barat untuk berbelanja hadiah natal. Temuan ini menarik karena pada umumnya konsumen mulai belanja untuk kado natal pada Desember bukan November.

Di Inggris, misalnya, dua pertiga konsumen menggunakan momen Black Friday untuk membeli kado natal. Hal ini selaras dengan tren yang diprediksi pada setahun silam, di mana 6 dari 10 konsumen sudah memundurkan waktu belanja Natal mereka di masa Black Friday.

Tren serupa pun muncul di Jerman, di mana mayoritas konsumen memanfaatkan momen tersebut untuk menyiapkan kado natal bagi keluarganya.

Fenomena ini makin kentara di AS, di mana tiga per lima dari konsumen berbelanja kado Natal di momen Black Friday. Tidak heran, data penjualan di Black Friday di AS menyentuh rekor baru tiap tahunnya. Peningkatan nilai transaksi ini dirasakan terutama pada kanal penjualan daring.

Berdasar data dari Adobe, selama 1 November sampai 1 Desember, tercatat transaksi sebesar 137,4 miliar Dollar AS atau meningkat 7,1 persen dibandingkan dengan nilai transaksi di periode serupa setahun lalu.

Dari nilai transaksi tersebut, lebih dari separuhnya, tepatnya 73,7 miliar Dollar AS dilakukan via daring. Angka belanja daring ini meningkat 7,2 persen dibanding data di 2024.

Menariknya, data dari Adobe menunjukkan, AI menjadi bagian penting yang mendorong penjualan. Di tahun ini, pembelian yang didorong oleh saran AI meningkat sampai lebih dari 8 kali lipat dibanding tahun lalu, hingga mencapai nyaris 3 miliar Dollar AS.

Dengan adanya pemanfaatan AI oleh platform dan jenama, konsumen bisa membandingkan produk dengan harga dan kualitas terbaik secara efektif.

Tren Konsumen 2026

Fenomena terakhir yang terlihat pada momen belanja akhir tahun secara global ini adalah meningkatnya pembelian secara kredit, terutama metode pembayaran buy now pay later (BNPL).

Data dari Adobe menunjukkan, terdapat lebih dari 10 miliar Dollar AS transaksi BNPL pada momen belanja akhir tahun 2025. Angka tersebut merupakan peningkatan sebesar 9 persen dibandingkan dengan transaksi BNPL di periode serupa tahun lalu.

Tingginya BNPL ini pun juga terjadi di Indonesia. Data dari OJK menunjukkan pada Semester I 2025, utang pay later di konsumen Indonesia telah mencapai lebih dari Rp 31,5 triliun. Utang ini terkonsolidasi dari lebih dari 17 juta orang konsumen di Indonesia.

Pertumbuhan BNPL di Indonesia pada 2025 terbilang pesat. Per Februari lalu saja, pertumbuhan pengguna pay later meningkat lebih dari 25 persen secara year-on-year. Angka ini pun diprediksi akan terus meningkat hingga 2025 berakhir.

Tingginya angka BNPL ini bisa dimaknai secara positif dan negatif. Di satu sisi, masyarakat masih relatif ingin untuk melakukan konsumsi. Namun di sisi lain, tingginya angka BNPL yang didominasi oleh kelompok generasi millennial dan Gen Z, ini bisa menjadi pertanda daya beli masyarakat yang melemah bahkan di kelompok usia produktif.

Melemahnya daya beli di kelompok usia produktif ini membuat BNPL memiliki resiko gagal bayar yang tinggi. Tingginya non-performing loan (NPL) atau gagal bayar ini makin berbahaya apabila berkembang menjadi persoalan sistemik.

Terlebih lagi, proyeksi valuasi pasar teknologi finansial (tekfin) di Indonesia sudah berada di level yang terbilang tinggi di kisaran 20,93 miliar Dollar AS atau setara dengan Rp 341,1 triliun pada 2025.

Pada akhirnya, momen belanja Natal di tingkat global ini bisa memberikan gambaran soal situasi perekonomian, terutama keyakinan konsumen setahun mendatang.

Masih adanya ketidakpastian dan tekanan ekonomi menjadi tantangan lebih bagi brand untuk bisa tetap mendorong penjualan di situasi sulit. Hal ini bisa dimaksimalkan dengan pemanfaatan perkembangan teknologi AI yang terbukti berhasil membantu konsumen dalam berbelanja.

Kendati demikian, pertumbuhan penjualan di saat melonjaknya kredit, terutama pay later, ini perlu dilihat serius. Di satu sisi, pemerintah perlu mengambil tindakan mitigatif agar tren ini tidak berkembang menjadi persoalan sistemik. Namun di sisi lain, pengetatan ini perlu dilakukan juga dengan penuh kehati-hatian agar daya beli makin tertekan. (Litbang Kompas)

Serial Artikel

Natal dan Bencana Ekologis

Dewasa ini, keluarga-keluarga, termasuk keluarga besar bangsa Indonesia, sedang mengalami krisis yang menghancurkan martabat manusia dan alam semesta. 

Baca Artikel


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Awal Januari 2026, Pelunasan Biaya Haji Tahap II Dibuka
• 9 jam lalutvrinews.com
thumb
Kemenhub dan TNI AL Perkuat Pengamanan Pelayaran Natal dan Tahun Baru 2025/2026 di Jalur Laut Nasional
• 6 jam lalupantau.com
thumb
Nita Vior Rayakan Natal 2025 Bareng Anak dan Suami, sang Selebgram Pamer Potret Manis Keluarganya
• 5 jam lalugrid.id
thumb
GSM ingatkan pendidikan di Indonesia tak abaikan fondasi kemanusiaan
• 18 jam laluantaranews.com
thumb
Persija Bisa Mainkan Fabio Calonego dan Figo Dennis Lawan Bhayangkara FC meski Dikartu Merah Vs Semen Padang
• 3 jam lalubola.com
Berhasil disimpan.