FAJAR, SURABAYA — Bernardo Tavares akhirnya berlabuh di Surabaya. Namun kedatangannya ke Persebaya bukan sekadar perpindahan klub atau kelanjutan karier selepas PSM Makassar. Ini adalah langkah yang sarat ambisi, visi jangka panjang, dan—secara tak langsung—tantangan terbuka terhadap dominasi pelatih-pelatih mapan di Super League, termasuk Bojan Hodak yang kini tengah menuai reputasi kuat bersama Persib Bandung.
Persebaya Surabaya resmi mengumumkan penunjukan Bernardo Tavares sebagai pelatih anyar pada Selasa, 23 Desember 2025. Pengumuman itu singkat, formal, dan minim detail. Hanya satu hal yang ditegaskan: pelatih asal Portugal itu akan datang bersama seorang asisten pilihannya, sementara struktur kepelatihan yang sudah ada tetap dipertahankan untuk mendukung transisi.
Namun, sebagaimana sering terjadi dalam sepak bola Indonesia, justru hal-hal yang tidak tertulis itulah yang memantik diskusi luas.
Bernardo Tavares dipastikan belum bisa langsung mendampingi Persebaya dalam dua laga krusial penutup dan pembuka tahun: menjamu Persijap Jepara pada 28 Desember 2025 dan bertandang menghadapi Madura United FC pada 3 Januari 2026. Dua pertandingan tersebut masih akan dipimpin oleh pelatih sementara, Uston Nawawi, dibantu Shin Sang-gyu.
Berdasarkan bocoran yang beredar, Bernardo baru akan memimpin latihan perdana pada 5 Januari 2026. Artinya, debut resminya sebagai pelatih Persebaya baru akan terjadi pada 10 Januari 2026, saat Green Force menjamu Malut United di Stadion Gelora Bung Tomo. Sebuah panggung ideal: laga kandang, awal tahun, dan dukungan penuh Bonek serta Bonita.
Momentum ini tampak dirancang dengan sadar. Bernardo tidak datang untuk memadamkan api sesaat, melainkan membangun fondasi. Ia memilih masuk setelah jeda singkat, ketika fase paruh musim mulai membuka ruang evaluasi. Ini adalah pola yang mirip dengan pendekatannya di PSM Makassar—fokus pada proses, struktur, dan kesinambungan, bukan hasil instan.
Di sisi lain, dinamika di bangku cadangan Persebaya selama masa transisi justru memunculkan cerita tersendiri. Sosok Shin Sang-gyu, pelatih fisik asal Korea Selatan dan mantan asisten Shin Tae-yong di Timnas Indonesia, mencuri perhatian publik. Gaya kepemimpinannya yang aktif, vokal, dan penuh energi di pinggir lapangan menuai apresiasi luas dari suporter.
Dalam laga-laga terakhir, termasuk saat Persebaya mampu menahan imbang Borneo FC, kamera berkali-kali menyorot Shin Sang-gyu yang tak henti memberi instruksi. Bagi sebagian Bonek, pemandangan itu membangkitkan nostalgia terhadap era Shin Tae-yong—era di mana intensitas, disiplin, dan keberanian menjadi identitas.
Komentar warganet pun membanjiri media sosial. Banyak yang menilai aura Shin Sang-gyu lebih “kena” dengan karakter Surabaya: berani, keras, dan penuh determinasi. Bahkan, tidak sedikit yang terang-terangan berharap duet Bernardo Tavares–Shin Sang-gyu menjadi poros utama kepelatihan Persebaya ke depan.
Fenomena ini menarik, karena memperlihatkan bahwa publik Surabaya tidak sekadar menunggu nama besar, tetapi juga figur yang mampu menghidupkan emosi dan identitas klub. Dan di sinilah Bernardo Tavares tampaknya membaca konteks dengan cukup cermat.
Jika di PSM Makassar Bernardo dikenal sebagai pelatih yang membangun sistem kuat dengan kesabaran, maka di Persebaya tantangannya berbeda. Green Force adalah klub dengan ekspektasi tinggi, tekanan suporter yang masif, dan sejarah panjang. Untuk berhasil, Bernardo tidak hanya harus menang, tetapi juga meyakinkan.
Ambisinya pun jelas: membangun Persebaya sebagai kekuatan stabil jangka panjang, bukan sekadar kuda hitam musiman. Dalam konteks inilah perbandingan dengan Bojan Hodak menjadi relevan. Hodak sukses mengangkat Persib dengan pendekatan pragmatis, hasil konsisten, dan manajemen ruang ganti yang solid. Ia kini menjadi tolok ukur pelatih sukses di Super League.
Bernardo Tavares, dengan latar Eropa dan pengalaman membangun PSM dari tim inkonsisten menjadi kekuatan regional, membawa narasi tandingan. Jika Hodak adalah simbol stabilitas instan, maka Bernardo menawarkan proyek jangka panjang—membangun identitas permainan, struktur klub, dan regenerasi.
Debutnya memang masih harus menunggu. Namun ekspektasi sudah telanjur meninggi. Setiap keputusan, termasuk siapa asisten yang ia pilih dan bagaimana ia memposisikan figur seperti Shin Sang-gyu dan Uston Nawawi, akan dibaca sebagai cerminan visinya.
Bagi Persebaya, ini bukan sekadar pergantian pelatih. Ini adalah pertaruhan arah. Dan bagi Bernardo Tavares, Surabaya adalah panggung baru untuk membuktikan bahwa ambisi besarnya tak berhenti di PSM Makassar—melainkan siap bersaing, bahkan menantang reputasi terbaik di Super League.


:strip_icc()/kly-media-production/medias/5455050/original/037179500_1766626265-47ddea52-3120-4b04-9cd7-a4b0429436e5.jpeg)
