FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial, Hasyim Muhammad angkat suara terkait kesepakatan islah yang dicapai Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf dengan Rais Aam, KH Miftachul Akhyar.
Hasyim mengaku dirinya selalu warna Nahdliyin masih ragu dengan islah PBNU yang dicapai kedua pimpinan tertinggi di organisasi NU tersebut. Dia mengaku ada dua hal yang perlu dicermati dari kesepakatan islah tersebut.
“Pertama, jika memang akar perselisihan semudah itu dipertemukan (islah), kenapa kemarin sampai ada perpecahan hingga menghentikan Ketum?,” kata Hasyim Muhammad melalui ciutan di akun media sosialnya, Jumat (26/12).
Dia lantas menyebut, Islah yang disepakat kedua kubu hanya menunda perselisihan (yang sebenarnya serius itu) untuk dibawa ke Muktamar. Semacam ada kesepakatan. “Oke kita berantem di Muktamar saja, biar hasilnya resmi,” katanya.
Menurut Hasyim, jika memang poin 2 yang terjadi, maka perselisihan itu akan memuncak di saat muktamar. Kenapa memuncak? Karena sejak hari ini hingga Muktamar, akan terjadi gerilya besar-besaran di level bawah. “Dan jangan dikira itu tak membutuhkan dana besar,” tandas Hasyim Muhammad.
Ujung-ujungnya, kata dia, di level bawah akan tetap ada kubu-kubuan hingga Muktamar nanti.
Dia mengaku tidak tahu pasti seberapa serius akar perselisihan kemarin itu hingga ada pemberhentian Ketum hingga muncul dua Ketum. Dan sampai akhirnya harus ada islah, yang kemudian disepakati untuk dilakukan percepatan Muktamar.
Yang jelas, menurutnya, tak mungkin penyebab perselisihannya adalah hal sederhana. Faktanya persoalan itu sampai membuat Rais Am memberhentikan Ketum, sesuatu yang belum pernah terjadi dalam sejarah NU.
“Apa iya, hal yang membuat Rais Am memberhentikan Ketum itu ternyata selesai hanya dengan pertemuan 3 jam kemarin di Lirboyo?,” katanya dengan penuh tanya.
Perpecahan itu pada dasarnya memalukan NU. Dan bisa jadi kedua kubu baru sadar akan hal itu hingga akhirnya menyepakati islah. Setidaknya aroma perpecahan tak lagi tercium baunya sekarang ini.
Namun saya masih belum yakin akar perselisihan itu telah padam. Dan sangat mungkin akan kembali menghangat hingga Muktamar nanti.
Meski begitu, solusi “diselesaikan di atas ring” adalah solusi paling bijak. Paling beradab. Dan bisa jadi: paling “murah”.
Perpecahan di luar muktamar pasti akan berkepanjangan dan melelahkan. Bisa-bisa keduanya bikin Muktamar sendiri-sendiri seperti halnya PKB dulu.
Biaya yang terbuang makin besar dan menyisakan luka di kubu yang akhirnya kalah di mata Kementerian Hukum atau pun Pengadilan.
“Luka hasil pertandingan di dalam ring mungkin lebih cepat terobati dibanding di luar ring yang lukanya mungkin tidak akan pernah padam,” sebutnya. (fajar)


:strip_icc()/kly-media-production/medias/2559362/original/076937200_1546315450-20190101-Kembang-Api-Ancol-5.jpg)

