FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Perdebatan panas kembali terjadi di media sosial X. Kali ini melibatkan Aktivis Sosial, Muhammad Said Didu, dan pegiat media sosial, Ferry Koto.
Debat kusir ini terjadi menyusul pernyataan Said Didu terkait penertiban tambang ilegal yang dianggap Ferry sarat ketimpangan.
Melalui akun X miliknya, Said Didu mengklaim memiliki informasi mengenai praktik penertiban tambang, termasuk di kawasan Weda Bay.
Ia menyebut, dari puluhan ribu hektare lahan tambang yang dimiliki, hanya sekitar 100 hektare yang dikenakan denda.
“Saya punya info ttg hal tersebut. Termasuk di Weda Bay yang hanya didenda untuk sekitar 100 ha dari puluhan ribu ha tambang yang dimiliki,” ujar Said Didu (26/12/2025).
“Demikian juga tambang lainnya. Itulah faktanya. Tunggu data berikutnya,” tambahnya.
Namun pernyataan tersebut memantik respons keras dari Ferry Koto. Dalam balasannya, Ferry menuding Said Didu menulis tanpa dasar yang jelas dan justru menyelesaikan masalah versinya sendiri.
“Sampeyan itu nulis sendiri, tapi ngeles sendiri. Kalau ndak bahlul, ya pasti pikun karena sudah tua rentanya,” balas Ferry.
Tidak berhenti di situ, Ferry menegaskan bahwa tambang ilegal seharusnya disita negara, bukan sekadar didenda.
Ia menyebut seluruh aset tambang ilegal wajib diambil alih negara, berbeda dengan narasi yang disampaikan Said Didu.
“Tambang ilegal disita negara, Cuk, tidak hanya lahannya, juga seluruh asetnya. Bukan seperti tulisan sampeyan,” tukasnya.
Merespons hal tersebut, Said Didu kembali membeberkan poin-poin panjang yang menyinggung perbedaan perlakuan antara penertiban kebun sawit dan tambang.
Ia menegaskan, sekitar 5 juta hektare kebun sawit dan 4,5 juta hektare tambang diduga melanggar aturan.
Kata Said Didu, kebun sawit yang melanggar langsung diambil negara dan diserahkan ke PT Agrinas Palma, disertai denda.
Sementara itu, penertiban tambang, menurutnya, hanya berujung pada denda tanpa pengambilalihan aset.
“Artinya, tambang yg melanggar hukum menjadi legal setelah membayar denda, dan lahan tambang tersebut menjadi sah milik Oligarki dan Asing,” lanjut Said Didu.
Ia bahkan menyebut kondisi tersebut sebagai bentuk legalisasi penyerahan tambang kepada oligarki dan pihak asing, seraya mempertanyakan apakah perlakuan lunak terhadap tambang disebabkan oleh adanya perlindungan elite politik.
Perdebatan keduanya pun berkembang menjadi saling sindir personal.
Said Didu menuding Ferry kerap bersikap kasar dalam menyampaikan pendapat. Ia juga menyelipkan doa agar ucapan kasar tidak kembali kepada keluarga Ferry.
“Orang ini selalu terlalu kasar ke siapapun. Semoga Allah tdk mengembalikan sumpah serapah anda ke diri anda dan keluarga anda,” timpalnya. (Muhsin/fajar)




