Fakta Menarik Lips!! hingga Sillas yang Tampil di Konser Musik Hype di Jakarta

kumparan.com
9 jam lalu
Cover Berita

Sejumlah band lokal, mulai dari Lips!! hingga Sillas menjadi penampil di konser musik hype di Jakarta yang digelar beberapa waktu lalu.

Selain keduanya, band lokal lainnya yang tampil adalah Astera, Beijing Connection, Catzy, Sunbaze, Murphy Radio, Braga MGNDW, Ministy of, dan Treeshome.

Berikut ini kumparan merangkum fakta menarik dari Lips!! hingga Sillas yang tampil di konser musik hype di Jakarta.

1. Vokalis Lips!! Kasih Buku Tiap Manggung

Vokalis Lips!!, Dila, selalu membagikan buku kepada penonton yang menyaksikan penampilan mereka saat manggung. Ia mengungkapkan alasannya.

"Iya, kebetulan karena aku 'orang buku', ya aku kerja di industri buku dan kebetulan aku juga aktif ada punya taman baca gitu. Jadi senang aja," kata Dila.

Lipshout -sebutan fans Lips!!-, lanjut Dila, berasal dari kalangan anak-anak muda. Sehingga Dila semakin senang bisa berbagi buku bacaan kepada para penggemarnya.

"Lipshout (sebutan fans Lips), yang dengerin kami itu masih muda-muda, jadi kenapa enggak kita sharing buku gitu supaya bisa merawat ingatan dan lebih kritis gitu terhadap kehidupan," tuturnya.

2. Treeshome Bakar Dupa saat Manggung

Treeshome, band asal Ternate, Maluku Utara, membakar dupa di atas panggung. Asap dupa membubung, mengiringi lagu pertama mereka yang berjudul Mantra Kabata.

Vokalis Herman Eross berdiri di tengah panggung dengan tatapan tajam, sementara aroma mistis mulai memenuhi udara. Ini bukan sekadar gimik panggung, ini sebuah upaya membawa vibe sejarah Maluku Utara ke tengah modernitas Jakarta.

"Untuk konsep performance, selalu kami bawakan itu. Cuma kalau dupa, kami tidak berani bawa di Ternate karena terlalu mistis," kata Eross.

Eross dan kawan-kawan sempat mencoba melakukan ritual panggung serupa di kampung halaman. Di Ternate, kekuatan mistis dianggap masih sangat kental. Hasilnya, ada 'entitas' lain yang ikut masuk dan enggan pergi meskipun pertunjukan telah usai.

Pengalaman traumatis itu membuat mereka kapok bermain dengan ritual di tanah sendiri. Namun, di luar kota seperti Jakarta, mereka merasa lebih berani.

"Di luar kota baru ini pertama kali kita pakai dupa di atas panggung. Itu bagian dari cerita utuh satu lagu, sebuah ritual," ucap Eross.

3. Braga MGNDW Bawa Nilai Budaya Lewat Musik

Braga MGNDW merupakan grup band asal Sulawesi Utara. Unit Pop Alternative itu, fokus memadukan nuansa Pop dengan baluran diksi etnik Mongondow dalam musikalitas mereka.

Grup band tersebut beranggotakan Yedi Mamonto (vokal), Vicky Mokoagow (gitar melodi/vokal latar), Vicro Lamusu (keyboardist & synth/vokal latar), Christianto Bangol (bassist), dan Rian Mamonto (drummer).

Para personel Braga MGNDW merupakan teman bermain sejak masih kecil di salah satu kampung yang terletak di kawasan Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara. Beberapa dari mereka bahkan juga memiliki hubungan keluarga.

"Kita sepupuan semua. Kita sepupuan, tetanggaan semua. Jadi keluarga," kata Yedi sang vokalis saat berbincang dengan kumparan, di Taman Kota Peruri, Jakarta Selatan.

Braga MGNDW memang berusaha mengangkat nilai budaya daerah mereka lewat lagu. Minimnya upaya pelestarian budaya daerah menjadi salah satu keresahan yang mendorong Braga MGNDW buat berjuang lewat musik mereka.

"Kayak soal Mongondow mungkin soal budaya kita yang makin ke sini tuh makin apa ya, bukan jadi hal yang prioritas di daerah kita. Nah tugas kita sebagai band daerah, makanya kita membawa juga Braga dan ada Mongondow-nya," tutur Vicky.

4. Sillas Berkarya Pakai Bahasa Arab

Langkah Sillas, band indie pop asal Cirebon, menggunakan bahasa Arab dalam karya mereka ternyata menarik perhatian banyak pihak. Salah satunya termasuk tokoh agama Habib Ja'far.

Dukungan ini jadi angin segar bagi Sillas yang khawatir karyanya disalahartikan karena menggunakan bahasa Arab di luar konteks religi.

Obeth, gitaris Sillas, menceritakan pengalaman mereka saat diundang ke podcast milik Habib Ja'far. Menurutnya, sang Habib memberikan respons yang sangat positif.

"Iya, Habib Ja'far ya. Kemarin kami sudah sempat diundang di podcast beliau. Lalu Habib Ja'far merespons dengan...mungkin aneh untuk cara genre indie pop menggunakan bahasa Arab gitu, beliau baru dengar gitu. Jadi overall suka ya, Habib Ja'far suka, support full ya," ungkap Obeth.

Dukungan ini sangat berarti bagi Sillas, mengingat mereka pernah melakukan tur unik ke berbagai tempat peribadatan. Mereka pernah tampil di Vihara, Gereja, hingga Masjid untuk menyebarkan pesan perdamaian dan toleransi melalui musik.

Bagi Sillas, bahasa Arab adalah medium seni yang bersifat universal. Mereka tidak merasa khawatir adanya bumerang atau risiko dari masyarakat luas. Mereka menganggap bahasa sebagai produk budaya yang bisa dinikmati siapa saja.

5. Album Ministry of Terinspirasi dari One Piece

Bagi penggemar budaya populer Jepang, nama album perdana Ministry of yang bertajuk Reverie pasti terasa familiar.

Yudit Halim, gitaris band asal Tangerang Selatan itu, mengakui bahwa karya terbaru mereka sangat dipengaruhi oleh kecintaan mereka terhadap mahakarya Eiichiro Oda, One Piece.

Yudit menyebut Reverie mengambil referensi dari salah satu busur cerita penting dalam manga tersebut.

"Jadi gini, lagu 'Reverie' itu sebenarnya terinspirasi dari komik One Piece. One Piece is real," kata Yudit.

Di dunia One Piece, Reverie itu sebuah konferensi besar yang mempertemukan para pemimpin dunia untuk membahas isu global.

Ernest melihat itu sebagai metafora yang relevan dengan kondisi sosial dan politik di dunia nyata saat ini, terutama mengenai ketimpangan kekuasaan.

"Reverie itu kalau di komik One Piece tuh sebuah pertemuan kayak PBB-nya gitulah ya, yang mereka merapatkan sesuatu terus, ujung-ujungnya output-nya sebenarnya cuma buat mengenyangkan segelintir orang doang gitu, yang jadi penguasa," ucap Yudit.

6. Murphy Radio Konsisten Bikin Karya Eksperimental

Murphy Radio merupakan band asal Samarinda yang terbentuk sejak 2013 lalu. Grup beranggotakan Wendra (gitar/vokal), Aldi Yamin (bass), dan Aswin Winata (drum).

"Kami itu band dari Samarinda, bertiga aja dari awal pertama, dan kami mainin ya beberapa bisa dibilang math rock, bisa dibilang instrumental ya," kata Aldi kepada kumparan, beberapa waktu lalu.

Lewat karya eksperimentalnya, mereka perlahan mulai menarik perhatian penikmat musik lokal Tanah Air. Murphy Radio kerap mengombinasikan nada-nada emosional dalam aransemen musik yang kompleks.

Aswin tak menampik sejumlah ketakutan dan keraguan yang mereka rasakan setiap mengeluarkan karya yang eksperimental. Namun, Aswin sendiri tak pernah kepikiran dengan tanggapan orang lain terhadap karya mereka.

"Mungkin iya sih, tapi menurutku Murphy itu memang bebas. Jadi kita tuh bebas mengekspresikan untuk para pendengar sebebas-bebasnya juga," ucap Aswin.

7. Sunbaze, Band yang Mengusung Alternativ Shoegaze

Grup band asal Lampung, Sunbaze, menjadi salah satu penampil di salah satu konser musik hype di Jakarta. Band yang mengusung Alternative Shoegaze ini beranggotakan Iwan (Backing Vocals, Guitar), Meng (Bass), dan lyan (Lead Vocal, Guitar), Yazid (Guitar), Habibi (Drum).

Sunbaze terbentuk pada 2023 lalu. Lewat karyanya, Sunbaze mencoba memadukan setiap elemen musik rock alternative tahun '80an dan '90-an dengan sentuhan ambience pada setiap instrumen yang digunakan.

Iyan mengungkapkan bahwa dari awal mereka memang belum kepikiran genre apa yang akan dibawakan. Sampai di tahun 2024, mereka baru menentukan arah band mereka dan genre apa yang bakal diusung.

"Sampai 2024 pertengahan itu masih belum tahu arahnya mau ke mana, musiknya mau gimana," kata Iyan.

"Terus di pertengahan 2024 udah bareng-bareng setuju kalau musik Sunbaze bakal mainin alternatif shoegaze," tambahnya.

Iyan sadar betul sudah banyak band beraliran shoegaze di Indonesia. Namun, Iyan menegaskan bahwa Sunbaze punya ciri khas yang menjadi keunikannya sendiri.

"Shoegaze-nya Sunbaze itu punya nada melankolis khas Indo yang melayu seperti itu. Band shoegaze lainnya biasanya lebih british atau arah Amerika, cuma Sunbaze tetap mau menguatkan melodi nada yang tetap Indo," ucapnya.

8. Catzy Tak Tergoda Genre yang Lagi Tren

Catzy merupakan grup band asal pekalongan yang mengusung genre pop punk dengan campuran posi hardcore. Grup beranggotakan Shofia (vokal), Maruf (gitar), Syauqi (bass), dan Hakim (drum) ini mengaku bakal konsisten di genrenya.

Hal tersebut ditegaskan oleh sang gitaris Maruf. Maruf bilang Catzy enggak akan tergoda buat bikin karya mengikuti genre yang lagi trend atau viral.

"Kita stay konsisten ya di genre, karena memang sih untuk Catzy sendiri kalau didengerin di EP kita kemarin itu kan ada musik yang keras, ada juga musik yang slow. Agak slow ya. Kita bisa stay di situ," kata Maruf saat berbincang dengan kumparan di Taman Kota Peruri, beberapa waktu lalu.

9. Astera Suarakan Pencarian Jati Diri dan Self Love Lewat Musik

Band asal Bali, Astera, menyuarakan mengenai pencarian jati diri lewat karya-karya mereka. Hal ini disampaikan drummer Astera, Chandra.

"Kalau karya Astera itu sebenarnya lebih banyak seputar jati diri," kata Chandra kepada kumparan, belum lama ini.

Sang vokalis, Rio, menambahkan bahwa Astera juga mengangkat mengenai self love. "Jati diri, self love, sosial sama lingkungan sih. Pokoknya bagaimana kita menemukan jati diri yang terbaik lah," tuturnya.

10. Beijing Connection Angkat Kisah Masa Lalu Lewat Karya

Band Midwest Emo asal Makassar, Beijing Connection, mengungkapkan keresahan yang diusung dalam karya mereka.

Beijing Connection yang beranggotakan Rudy Rubiandini (bass & vokal), Adhewans (gitar), dan Joy Silitonga (drum) mengangkat kisah masa lalu.

"Keresahan yang kita usung di Beijing sebenarnya banyak kisah-kisah masa lampau ya," kata Rudy kepada kumparan, belum lama ini.

Rudy mengungkapkan kisah-kisah masa lalu yang menjadi keresahan Beijing Connection dalam karya mereka.

"Jadi hal-hal yang tidak selesai di masa lalu, entah itu soal percintaan, keluarga, pertemanan, itu coba kita angkat di Beijing Connection," tutur Rudy.

Rudy kemudian menjelaskan alasan Beijing Connection mengangkat tema tersebut dalam karya mereka.

"Tujuannya apa? Emang kita mau relate aja dengan keresahan anak zaman sekarang," ucapnya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Harga Emas & Perak Redup, Tertekan Aksi Profit Taking Para Pedagang
• 13 jam lalubisnis.com
thumb
Persija Tak Libur Tahun Baru, Fokus Hadapi Persijap
• 19 jam lalurepublika.co.id
thumb
Menkomdigi Salurkan 118 Tangki Air Bersih untuk Korban Banjir Aceh Tamiang
• 19 jam lalujpnn.com
thumb
Polri Ungkap 665 Kasus Judi Online Sepanjang 2025, Sita Aset Rp 1,5 Triliun
• 5 jam lalukumparan.com
thumb
KKP Tuntaskan Pembangunan KNMP Toli-Toli Jelang Tutup Tahun 2025
• 3 jam laludisway.id
Berhasil disimpan.