KPK masih mempelajari Keputusan Presiden (Keppres) terkait pemberian rehabilitasi kepada eks Direktur ASDP, Ira Puspadewi, serta dua mantan direksi lainnya, M Yusuf Hadi dan M Adhi Caksono.
"Nanti kami akan pelajari ya terkait dengan surat keputusan rehabilitasi itu seperti apa ya," kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Jumat (28/11).
Budi memaparkan, Keppres pemberian rehabilitasi itu perlu dipelajari lebih dulu lantaran perkara korupsi kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
"Sehingga itu juga nanti kami akan cek ulang ya terkait dengan itu, apakah kemudian harus eksekusi dulu atau seperti apa," jelasnya.
Dia menambahkan, proses penelaahan Keppres tersebut dilakukan oleh tim internal KPK, termasuk melibatkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Budi memastikan, tak ada kendala dalam prosesnya. Namun, dia masih belum bisa memastikan kapan proses penelaahan rampung.
Nantinya, setelah proses rampung, Ira dkk baru bisa dilepaskan dari tahanan.
Sebelumnya, KPK menerima Keppres pemberian rehabilitasi Ira dkk dari Kementerian Hukum. Surat itu diterima lembaga antirasuah pagi ini.
Pemberian rehabilitasi ke Ira dkk itu diumumkan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad didampingi Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya dan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (25/11).
Pemberian rehabilitasi itu merupakan hasil masukan dari masyarakat terkait proses hukum yang dijalani Ira Puspadewi dkk.
Kasus Ira dkkIra Puspadewi dkk dituding terlibat kasus dugaan korupsi dalam proses kerja sama usaha dan akuisisi kapal PT Jembatan Nusantara. KPK mendakwa perbuatan Ira dkk memperkaya orang lain dalam kasus tersebut dan perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara hingga Rp 1,27 triliun.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan ketiga terdakwa bersalah. Meski, Hakim pun menyatakan tidak ada keuntungan pribadi yang diterima ketiganya dari kasus tersebut.
Salah satu Hakim yakni Sunoto bahkan menyatakan perbedaan pendapat dengan menilai ketiga terdakwa seharusnya lepas.
Sunoto menyebut, perkara yang menjerat Ira dkk dinilai sebagai keputusan bisnis yang dilindungi oleh business judgment rule alih-alih perbuatan tindak pidana.
"Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan tidak terpenuhi secara meyakinkan," terang dia dalam pertimbangan dissenting opinion.
"Bahwa oleh karena itu, perbuatan para terdakwa terbukti dilakukan tapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, karena keputusan bisnis yang dilindungi oleh business judgment rule dan unsur-unsur tindak pidana tidak terpenuhi," ungkapnya.
Dengan pertimbangan itu, Hakim Sunoto menilai bahwa seharusnya Ira dkk harus divonis lepas.
"Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan tidak terpenuhi secara meyakinkan," ucap Sunoto.
"Maka berdasarkan Pasal 191 ayat 2 KUHAP, para terdakwa seharusnya dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum atau ontslag," imbuh Sunoto.
Meski demikian dua hakim lain yakni Mardiantos dan Nur Sari Baktiana menyatakan Ira Puspadewi dkk bersalah melakukan korupsi. Lantaran mayoritas suara menyatakan bersalah, Ira dkk kemudian divonis pidana penjara.