jpnn.com - SEMARANG – Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) tentang pemakaian sarung batik/lurik kepada para aparatur sipil negara (ASN) setiap Jumat menuai apresiasi.
Selain menunjukkan identitas Jawa Tengah, kebijakan itu juga mampu mendongkrak pengembangan usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang bergerak dalam kerajinan batik.
Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin mengatakan sarung merupakan kekhasan yang dimiliki masyarakat Indonesia.
Sarung juga bukan identitas umat salah satu agama, karena sudah lazim digunakan masyarakat lintas agama, sebagaimana peci hitam.
"Sarung (batik dan lurik) itu, kan, khas, pakaian adat, ya," katanya seusai mengikuti Rapat Paripurna tentang Rancangan Peraturan Daerah APBD Tahun Anggaran 2026 di Gedung Berlian, Kota Semarang, Jumat (28/11).
Taj Yasin menambahkan bahwa batik khas Indonesia sudah diakui United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (Unesco) sebagai warisan budaya tak benda pada 2019.
Dia mengatakan penggunaan sarung batik/lurik oleh ASN Pemprov Jateng juga berdampak dari sisi ekonomi. Sebab, penggunaannya mampu menyerap produksi kain dari pelaku UMKM.
“Dengan kebijakan ini, diharapkan pembelian sarung dari UMKM yang ada di Jawa Tengah ini akan lebih meningkat," ucap pria asal Kabupaten Rembang itu.
Dia mengatakan bahwa produk sarung batik/lurik produksi Indonesia juga sudah merambah pasar dunia, seperti diekspor ke Eropa, Afrika, dan sejumlah negera-negara di Asia.
Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin. Foto: Humas Pemprov Jateng.
Sementara, Dosen Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Wahid Abdurahman menilai sarung batik adalah bagian dari budaya yang memiliki akar kuat dalam tradisi masyarakat di Jawa.
“Maka dengan memakai sarung batik setidaknya sekali dalam seminggu, ada sebuah harapan untuk membangun kepribadian dalam budaya,” katanya.
Dia mengatakan harus diakui bahwa memang ada nuansa religi dalam sarung yang selama ini erat dengan santri. Namun, lanjut dia, tradisi sarung tidak saja tumbuh di kalangan santri di Jawa, tetapi di Malaysia, bahkan di India pun sudah lama ada.
“Tentu dengan berbagai corak dan motifnya,” tegasnya.
Menurut dia, pemakaian sarung batik tidak jauh berbeda dengan peci hitam sebagai identitas kebangsaan yang telah melampaui sekat-sekat suku dan agama.
Dari sisi ekonomi, Wahid menghitung jumlah ASN Pemprov Jawa Tengah baik PNS maupun PPPK per 10 September 2025 mencapai 49.877 orang. Dari jumlah itu, yang laki-laki sebanyak 26.270 orang.
“Kalau saja 90 persen dari ASN laki-laki tersebut membeli sarung batik masing-masing dua buah dengan harga setiap sarung batik Rp 300 ribu, maka nilainya mencapai miliaran rupiah,. Angka tersebut tentu akan makin berlipat apabila jumlah sarung batik yang dibeli makin banyak,” kata dia.
Wahid mengatakan mayoritas pelaku industri sarung batik di Jawa Tengah adalah pengusaha UMKM. Dengan demikian, lanjut dia, jika skenario ini lancar bukan mustahil dari Jawa Tengah kebangkitan industri sarung batik akan dimulai.
Sebagai informasi, Pemprov Jateng mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor: B/800.1.12.5/83/2025 tentang Penggunaan Pakaian Dinas Harian Khas Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Surat itu menindaklanjuti Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 2024 tentang Pakaian Dinas ASN di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.
Dalam SE tersebut, terkhusus untuk penggunaan Pakaian Dinas Harian (PDH) Khas Jawa Tengah diatur sebagai berikut:
Pakaian Khas bagi ASN pria dengan alternatif berupa:
1) Kemeja kerah berdiri atau kemeja kerah shanghai lengan panjang dan/atau pendek warna putih dengan bawahan sarung batik;
2) Atasan batik/lurik/tenun lengan panjang dan/atau pendek dengan bawahan sarung batik;
3) Pegawai pria dapat menggunakan peci
4) alas kaki berupa sandal selop/sandal gunung/sepatu.
Pakaian khas bagi ASN wanita berupa:
1) Gamis berbahan batik/dominan batik warna bebas;
2) Tunik/kemeja polos warna putih dengan bawahan batik;
3) Atasan batik lengan panjang dan/atau pendek dengan bawahan batik dengan panjang sampai mata kaki dan/atau di bawah lutut;
4) Bagi wanita berjilbab, penggunaan jilbab polos dengan warna menyesuaikan;
5) alas kaki berupa sandal selop/sepatu. (*/jpnn)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : JPNN.com