Dua orang Tentara Amerika Serikat (AS) dan seorang penerjemah sipil AS dilaporkan tewas akibat serangan bersenjata di Suriah, yang diduga dilakukan oleh kelompok ISIS (Islamic State).
Informasi itu disampaikan Komando Pusat Militer AS (US Central Command/CENTCOM) pada, Jumat (12/12/2025) waktu setempat.
Melansir BBC, Minggu (14/12/2025), selain korban tewas, tiga personel militer AS lainnya mengalami luka-luka dalam insiden tersebut. CENTCOM menyebutkan, pelaku serangan akhirnya berhasil dilumpuhkan dan tewas di lokasi.
CENTCOM menyampaikan, identitas korban tewas akan dirahasiakan selama 24 jam hingga keluarga terdekat mendapatkan pemberitahuan resmi.
Donald Trump Presiden AS menegaskan, insiden tersebut merupakan serangan ISIS terhadap AS dan Suriah. Dalam pernyataan di media sosial, Trump memperingatkan akan ada “pembalasan yang sangat serius”.
Trump menyebut tiga Tentara AS yang terluka berada dalam kondisi stabil dan membaik.
Menurut Pentagon, serangan terjadi di Palmyra, wilayah Suriah bagian tengah, saat pasukan AS sedang melakukan “key leader engagement” atau pertemuan strategis dengan pihak terkait.
Sean Parnell Juru bicara Pentagon mengatakan, insiden itu masih dalam tahap penyelidikan. Seorang pejabat Pentagon lainnya menambahkan bahwa lokasi serangan berada di wilayah yang tidak sepenuhnya berada di bawah kendali Presiden Suriah.
CENTCOM dalam unggahan di platform X menyebut serangan itu sebagai penyergapan oleh satu orang bersenjata yang berafiliasi dengan ISIS. Penilaian awal Pentagon juga menyebutkan serangan tersebut kemungkinan besar dilakukan oleh kelompok ISIS.
Namun, hingga kini belum ada kelompok yang secara resmi mengklaim bertanggung jawab, dan identitas pelaku belum diumumkan ke publik.
Sementara itu, Pemerintah Suriah juga mengeluarkan pernyataan resmi yang mengecam keras serangan tersebut. Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah yang berbasis di Inggris menyatakan bahwa penyerang diduga merupakan anggota aparat keamanan Suriah, meski klaim ini belum dikonfirmasi secara resmi.
Media pemerintah Suriah juga melaporkan bahwa dua personel keamanan Suriah turut mengalami luka-luka dalam insiden tersebut.
Pete Hegseth Menteri Pertahanan AS mengeluarkan pernyataan keras menyusul serangan itu.
“Biarlah diketahui, siapa pun yang menargetkan warga Amerika di mana pun di dunia akan menghabiskan sisa hidupnya yang singkat dengan ketakutan, karena Amerika Serikat akan memburu, menemukan, dan membunuh mereka tanpa ampun,” tegasnya.
Asaad al-Shaibani Menteri Luar Negeri Suriah juga menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban dan menegaskan bahwa Suriah mengutuk keras aksi teror tersebut.
Sementara itu, Tom Barrack Duta Besar AS untuk Turki sekaligus utusan khusus AS untuk Suriah, menyebut serangan itu sebagai penyergapan teroris pengecut terhadap patroli gabungan AS–Suriah.
“Kami tetap berkomitmen untuk mengalahkan terorisme bersama mitra Suriah,” ujarnya.
Serangan ini terjadi di tengah upaya internasional untuk menumpas sisa-sisa ISIS. Suriah baru-baru ini bergabung dengan koalisi internasional melawan ISIS dan berkomitmen bekerja sama dengan AS.
Meski ISIS kehilangan wilayah terakhirnya di Suriah pada 2019, PBB memperkirakan kelompok tersebut masih memiliki sekitar 5.000 hingga 7.000 pejuang yang tersebar di Suriah dan Irak.
AS sendiri telah mempertahankan kehadiran militernya di Suriah sejak 2015 untuk melatih pasukan lokal dan mendukung operasi pemberantasan ISIS.(bil/rid)


