Bank Dunia menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam laporan terbarunya bertajuk Fondasi Digital. Lembaga internasional tersebut memperkirakan perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5 persen pada periode 2025-2026 dan meningkat ke level 5,2 persen pada 2027.
Proyeksi ini lebih tinggi dibandingkan estimasi dalam laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Juni 2025, yang sebelumnya mematok pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,7 persen pada 2025, 4,8 persen pada 2026, dan 5 persen pada 2027.
“Perekonomian Indonesia tetap tangguh di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian,” tulis Bank Dunia dalam laporannya, Selasa (16/12).
Bank Dunia menilai pertumbuhan PDB riil Indonesia tetap solid, dengan capaian 5,0 persen secara tahunan selama tiga kuartal pertama 2025. Kinerja ini ditopang oleh investasi yang kuat serta kontribusi ekspor netto yang signifikan, meski bersifat sementara.
Permintaan global yang meningkat terhadap komoditas utama Indonesia seperti minyak kelapa sawit, besi, baja, dan emas, serta percepatan pengiriman ekspor turut memperkuat laju pertumbuhan. Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi berlangsung luas, dengan sektor jasa menjadi penyumbang terbesar aktivitas ekonomi nasional. Sektor pertanian juga menunjukkan pemulihan berkat kondisi iklim yang lebih kondusif dan dukungan program bantuan pemerintah.
Dari sisi stabilitas makro, Bank Dunia mencatat inflasi sempat terdorong oleh lonjakan harga pangan, namun masih berada dalam kisaran target Bank Indonesia. Kerangka fiskal Indonesia juga dinilai tetap disiplin dengan kepatuhan terhadap batasan defisit anggaran, sehingga menjaga kepercayaan pasar dan ruang kebijakan pemerintah.
Pasar Tenaga Kerja Masih Jadi Tantangan UtamaMeski prospek pertumbuhan ekonomi membaik, Bank Dunia menyoroti tantangan serius pada pasar tenaga kerja yang berpotensi menahan penguatan daya beli masyarakat. Dalam laporan tersebut disebutkan,
“Walaupun stabilitas makroekonomi tetap terjaga, tantangan muncul dari pasar tenaga kerja yang berdampak terhadap kesejahteraan rumah tangga,” kata Bank Dunia.
Kontribusi konsumsi swasta terhadap pertumbuhan ekonomi tercatat sedikit menurun, dari 2,8 poin persentase pada 2024 menjadi 2,7 poin persentase atau sekitar 53,3 persen dari total pertumbuhan PDB. Penurunan ini sejalan dengan kondisi pasar tenaga kerja, di mana meski penyerapan tenaga kerja meningkat 1,3 persen sepanjang Agustus 2024 hingga Agustus 2025, kenaikan tersebut masih didominasi sektor berupah rendah, seperti jasa bernilai tambah rendah dan pertanian.
Bank Dunia juga mencatat upah riil terus menurun sejak 2018, sementara struktur pasar tenaga kerja semakin terpolarisasi. Pekerjaan berketerampilan menengah kian menyusut dibandingkan pekerjaan berketerampilan rendah dan tinggi. Tenaga kerja muda pun secara tidak proporsional masuk ke sektor informal dengan upah rendah.
Kondisi tersebut memunculkan kesenjangan antara perbaikan kesejahteraan secara objektif dan persepsi subjektif masyarakat. Walaupun angka kemiskinan terus menurun, jumlah rumah tangga yang merasa miskin justru meningkat. Rasa tidak aman secara ekonomi terutama dirasakan kelas menengah, dipicu oleh volatilitas pendapatan dan dinamika upah riil, sehingga mendorong kecenderungan menabung sebagai langkah berjaga-jaga.





