MANTAN Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) periode 2019–2024, Nadiem Anwar Makarim, disebut menerima dana sebesar Rp809,59 miliar terkait dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan berupa pengadaan laptop Chromebook dan layanan Chrome Device Management (CDM) di lingkungan Kemendikbudristek pada 2019–2022.
Hal ini diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Roy Riady, saat membacakan surat dakwaan terhadap tiga terdakwa dalam kasus yang sama, yakni Ibrahim Arief alias Ibam, Sri Wahyuningsih, dan Mulyatsyah, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12).
"Uang yang diterima Nadiem berasal dari PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (PT AKAB) melalui PT Gojek Indonesia," ujar JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dikutup dari Antara, Selasa (16/12).
JPU mengungkapkan sebagian besar sumber uang PT AKAB berasal dari investasi Google senilai 786,99 juta dolar Amerika Serikat.
Hal tersebut dapat dilihat dari kekayaan Nadiem yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada tahun 2022, yakni terdapat perolehan harta jenis surat berharga senilai Rp5,59 triliun.
Sidang pembacaan dakwaan terhadap Nadiem dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 23 Juli 2025, setelah sidangnya ditunda karena pembantaran (penangguhan masa penahanan) akibat mantan Mendikbudristek itu masih dalam keadaan sakit.
Dalam dakwaan, disebutkan bahwa ketiga terdakwa diduga merugikan keuangan negara Rp2,18 triliun
yang meliputi sebesar Rp1,56 triliun terkait program digitalisasi pendidikan pada Kemendikbudristek, serta senilai 44,05 juta dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp621,39 miliar akibat pengadaan Chrome Device Management (CDM) yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat pada program digitalisasi pendidikan.
Ketiga terdakwa diduga melakukan perbuatan melawan hukum bersama Nadiem dan mantan Staf Khusus Mendikbudristek, Jurist Tan.
Perbuatan yang dimaksud termasuk pengadaan laptop Chromebook dan CDM pada tahun anggaran 2020, 2021, dan 2022 yang tidak sesuai perencanaan dan prinsip pengadaan. Selain itu, pengadaan melalui e-Katalog maupun aplikasi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) dilakukan tanpa evaluasi harga dan referensi harga yang memadai.
Atas perbuatannya, ketiga terdakwa terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (P-4)




