Mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pernah memiliki citra politik personal yang begitu cemerlang dalam jagat media sosial. Belakangan, kilau sinar itu kian meredup. Ternyata, model pendekatan politik yang memoles figur menjadi berkilauan itu menyimpan bahaya tersembunyi bagi sang politisi. Kenapa demikian?
Kamil boleh dibilang sebagai salah seorang figur politik yang jumlah pengikut media sosialnya cukup besar dibandingkan politisi-politisi lainnya. Akun Instagramnya yang bernama @ridwankamil telah diikuti 21 juta orang pengguna. Instagram juga sudah memverifikasinya sebagai figur publik yang sahih dengan membubuhkan tanda “centang biru”.
Unggahan akun media sosial Kamil itu lebih sering menyoal aktivitas kesehariannya, termasuk masa-masanya menjalani kampanye Pilkada DKI Jakarta 2024. Ia mengemas unggahan videonya agar terlihat dekat masyarakat. Selain itu, ia juga sering mengunggah potret kemesraannya bersama sang istri, Atalia Praratya, yang juga dikenal warganet dengan nama “Bu Cinta”.
Sejak menjabat Wali Kota Bandung hingga Gubernur Jawa Barat, Kamil dikenal gandrung memainkan sendiri akun media sosialnya. Tak jarang ia berbalas komentar dengan para pengikutnya. Bahkan, ia juga mengunggah konten baru hampir setiap hari.
Kebiasaan Kamil itu tak lagi berlanjut setelah ia kalah dalam Pilkada DKI Jakarta 2024 dari pasangan calon Pramono Anung-Rano Karno. Ia diterpa isu perselingkuhan dan memiliki anak di luar pernikahan dengan seorang perempuan bernama Lisa Mariana, pada Maret 2025. Tanggapannya akan isu itu sekadar unggahan bertuliskan “KLARIFIKASI” dengan latar belakang hitam.
“Banyak sekali ujian kehidupan yang sedang saya lalui. Cukup melelahkan untuk menjelaskan satu per satu. Semoga saya bisa melaluinya dengan ridha dan perlindungan Allah SWT. Aamiin,” tulis Kamil dalam unggahannya pada 27 Maret 2025.
Menurut Kamil, isu itu merupakan fitnah keji bermotif ekonomi yang didaur ulang. Ia mengaku sekadar bertemu satu kali atas permohonan bantuan kuliah dari Lisa. Masalah itu juga sudah terjadi empat tahun lalu dan dirampungkan dengan bukti-bukti yang tidak terbantahkan. Oleh karenanya, ia mengangkat masalah itu ke jalur hukum. Pada akhirnya, hasil tes DNA juga telah membuktikan jika anak yang disebut Lisa tidak ada sangkut pautnya dengan Kamil.
Selepas unggahan itu, akun IG Kamil sempat mengalami peretasan. Ia baru mengunggah konten baru pada 12 April 2025. Isi unggahannya sekadar ucapan terima kasih karena akun media sosial miliknya berhasil dipulihkan. Itu sekaligus menjadi unggahan terakhir Kamil sampai saat ini.
“Per jam 13.30 Siang ini, Akun IG (Instagram) ini sudah bisa di-recover (dipulihkan) dan kembali normal setelah beberapa kali percobaan in and out dari pihak yang tidak bertanggung jawab sejak diretas jam 19-an kemarin malam. Terima kasih untuk Tim Meta Indonesia yang berhasil mengembalikan akun IG ini. Timnya sabar, profesional, dan atentif. Sekali lagi, terima kasih,” tulis Kamil pada unggahan itu.
Sejak saat itu, nama Kamil seakan kian tenggelam dari perbincangan publik. Skandalnya yang sudah rampung itu justru seolah lebih sering mengemuka. Ia kembali menjadi obrolan masyarakat setelah kabar perihal gugatan cerainya dari sang istri, Atalia, mencuat.
Gugatan cerai itu telah resmi terdaftar di Pengadilan Agama Bandung. Atalia mengajukan gugatan cerai melalui kuasa hukumnya. Sidang itu akan dilaksanakan secara tertutup pekan ini (Kompas.com, 15/12/2025).
Citra personal Kamil sebagai seorang suami penyayang keluarga sudah lebih dahulu runtuh diterpa isu perselingkuhan. Gugatan cerai dari sang istri semakin membuat citra yang dibangunnya itu kian luruh. Karier politiknya seakan kandas seketika.
Padahal, Kamil memiliki rekam jejak karier politik yang cukup mentereng. Ia mengawalinya dengan memenangi Pemilihan Wali Kota Bandung, bersama Oded Muhammad Danial, pada 2013. Kemenangannya cukup signifikan dengan perolehan suara 45,24 persen dibandingkan tujuh pasangan calon lainnya.
Latar belakangnya sebagai arsitek membuat masa kepemimpinan Kamil sarat nuansa teknokrasi. Ketika itu, misinya adalah membangun Kota Bandung menjadi “kota cerdas” melalui berbagai inovasi dan kreativitas. Salah satu bentuk konkretnya ialah menggagas program taman kota tematik hingga menerapkan aplikasi berbasi teknologi guna menunjang kinerja pemerintahan lewat “Bandung Command Center”.
Kecemerlangannya selama memimpin Kota Bandung mengantarkan Kamil menjajaki tingkatan lebih tinggi. Pada 2018, ia mencalonkan diri sebagai Gubernur Jawa Barat didampingi Uu Ruzhanul Ulum. Kontestasi politik keduanya itu kembali ia menangi setelah memperoleh suara sebesar 32,8 persen mengungguli tiga pasangan calon lainnya, Sudrajat-Ahmad Syaikhu, Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi, dan Tubagus Hasanuddin-Anton Charliyan.
Saat menjabat Gubernur Jawa Barat (Jabar), nama Kamil sebagai politisi semakin melejit. Dengan slogan “Jabar Juara” yang diusung, ia mampu memperoleh penghargaan Gubernur Terbaik pada Kadin Award 2019. Pada tahun yang sama, ia juga terpilih sebagai “Inspirational Leader” di kawasan Asia-Pasifik dalam ajang GovInsider Innovation Award, di Bangkok, Thailand.
Berbekal karier politik moncer disertai popularitas media sosial, Kamil semakin menarik minat partai-partai politik. Masa-masa akhir jabatannya sebagai Gubernur Jabar pun diwarnai berbagai spekulasi ihwal kelanjutan kariernya. Bahkan, nama Kamil sempat keluar menduduki peringkat teratas dengan elektabilitas sebesar 8,4 persen dalam bursa calon wakil presiden (cawapres) Pemilu 2024 dalam riset periode Agustus 2023. Ia mengungguli dua nama lainnya, yakni Sandiaga Uno yang memperoleh elektabilitas 8,2 persen, dan Erick Thohir yang memperoleh 8 persen.
Besarnya ketertarikan partai politik akhirnya mengantarkan Kamil ke Partai Golkar. Tetapi, konstelasi politiknya berubah. Sebagai anggota Koalisi Indonesia Maju, Golkar mendukung Prabowo Subianto yang memilih Gibran Rakabuming, sebagai cawapres. Akhirnya, ia malah ditugaskan menjadi Ketua Tim Kampanye Daerah Prabowo-Gibran Jawa Barat seiring tingginya popularitas sosok itu.
Tugas memenangkan Prabowo-Gibran, di Jabar, pun tuntas dikerjakannya. Ia kemudian diberi tugas lanjutan oleh Golkar untuk mengikuti Pilkada DKI Jakarta 2024, bersanding dengan politisi PKS, Suswono. Sayang, tugas terakhirnya itu berujung kegagalan dan menjalar ke persoalan lain seperti dugaan perselingkuhan sampai korupsi.
Perkara dugaan korupsi menerpa Kamil ketika kediaman pribadinya, di Bandung, Jawa Barat, digeledah tim penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi, pada 10 Maret 2025. Dari rumah itu, sejumlah barang bukti yang disita antara lain sepeda motor, kendaraan, dan barang bukti elektronik. Kasus dugaan korupsi itu sehubungan belanja iklan yang dilakukan Bank BJB senilai Rp 409 miliar pada periode 2021-2023.
Bukan hanya itu, sewaktu berkampanye sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta, media sosial Kamil juga sering diserang warganet. Sejumlah warganet mengomentari langkah Kamil mengikuti kontestasi itu akibat gagal memenuhi janji kampanyenya sewaktu menjabat Wali Kota Bandung maupun Gubernur Jabar. Salah satu sorotan warganet ialah urung terlaksananya pembangunan underpass guna mengurai kemacetan di kawasan Bundaran Cibiru. Padahal, Kamil sempat memamerkan gambar rancangan desain pembangunan underpasss saat masih berstatus Wali Kota Bandung.
Dihubungi terpisah, peneliti senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli mengatakan, pendekatan politik yang digunakan Kamil selama ini masuk dalam kategori politik pencitraan. Model pendekatan itu menekankan pengelolaan kesan, citra diri, dan narasi personal daripada substansi dan gagasan yang diusung seorang kandidat.
Kendati minus substansi, sebut Lili, politik pencitraan masih banyak digunakan oleh politisi di Indonesia, terutama menjelang pemilu legislatif, presiden, hingga pemilihan kepala daerah. Pasalnya, model pendekatan itu memang efektif memoles politisi. Hanya saja, model pendekatan itu juga menyimpan bahaya berupa terbentuknya populisme dangkal yang memuja figur personal bagaikan dewa.
“Problemnya, ketika orang yang dipuja tersebut mengecewakan, maka publik pemuja kecewa karena tidak mendapat gambaran ideal seperti yang dibayangkan. Dampaknya, bukan hanya kecewa dan kesal, mereka kemudian akan meninggalkan figur populis tersebut,” kata Lili.
Untuk itu, jelas Lili, politik pencitraan jika memang ingin digunakan harus diimbangi substansi yang kuat. Tidak cukup sekadar mengumbar citra politik yang apik pada tataran kulit luar. Seharusnya, politisi juga benar-benar menyusun kebijakan yang membawa manfaat bagi masyarakat. Lebih dari itu, hendaknya politisi juga menjaga integritas dan kejujuran demi menunjukkan akuntabilitasnya.
“Terlebih lagi, publik semakin sadar dan kritis. Oleh karenanya, ke depan jika hanya mengandalkan pencitraan an-sich, bisa tidak laku,” tandas Lili.
Terlebih lagi, publik semakin sadar dan kritis. Oleh karenanya, ke depan jika hanya mengandalkan pencitraan an-sich, bisa tidak laku.
Boleh jadi pencitraan politik memang bisa meyakinkan publik. Tetapi, kini, dengan masyarakat yang semakin kritis, tak cukup sekadar membangun citra diri yang manis. Kesesuaian antara citra yang dibangun dan realitas jadi tolok ukur. Ditambah lagi gagasan dan substansi jauh lebih penting dikedepankan agar jabatan politik yang diemban benar-benar mampu membawa manfaat bagi masyarakat.




