Alasan PSSI Lebih Memilih John Herdman Jadi Kandidat Arsitek Timnas Dibanding Pelatih Persib Bandung Bojan Hodak dan Eks PSM Bernardo Tavares

harianfajar
5 jam lalu
Cover Berita

FAJAR, JAKARTA — Bursa calon pelatih Tim Nasional Indonesia kian mengerucut. Di antara sejumlah nama yang sempat beredar, pilihan PSSI tampaknya jatuh ke sosok John Herdman. Keputusan ini memantik diskusi luas, terutama karena di saat bersamaan terdapat kandidat lain yang tak kalah mentereng di level domestik: Bojan Hodak, pelatih Persib Bandung, serta Bernardo Tavares, mantan juru taktik PSM Makassar.

Namun, jika ditelisik lebih dalam, arah pilihan PSSI bukan sekadar soal reputasi atau popularitas. Ada kerangka berpikir strategis yang menjelaskan mengapa John Herdman dinilai lebih relevan dengan kebutuhan Timnas Indonesia saat ini.

Nama Herdman menyeruak dengan cepat setelah muncul pernyataan terbuka dari anggota Exco PSSI, Endri Erawan, yang membeberkan kriteria ideal pelatih timnas. Dalam pernyataannya, Endri menegaskan bahwa PSSI membutuhkan pelatih yang total, all-out, dan berpengalaman meloloskan tim ke Piala Dunia.

“Pelatih harus all-out, artinya mereka harus lebih banyak di Indonesia daripada di negaranya. Harus punya pengalaman bagus meloloskan piala dunia, kalau perlu tinggal bersama keluarganya di Indonesia,” ujar Endri Erawan, Kamis (18/12/2025).

Pernyataan itu menjadi semacam penanda arah. Dari sekian nama, hanya John Herdman yang memenuhi seluruh spektrum kriteria tersebut secara utuh.

Jika dibandingkan dengan Bojan Hodak, misalnya, pelatih asal Kroasia itu memang sukses besar di level klub. Hodak membawa Persib Bandung tampil stabil dan kompetitif di Liga 1, dengan pendekatan taktik yang rapi serta kemampuan mengelola ruang ganti yang baik. Namun, rekam jejak Hodak sepenuhnya berada di ranah klub. Ia belum pernah menangani tim nasional senior, apalagi membawa sebuah negara lolos ke Piala Dunia.

Hal serupa juga berlaku bagi Bernardo Tavares. Pelatih asal Portugal itu dielu-elukan berkat prestasinya bersama PSM Makassar, termasuk gelar juara Liga 1 dan performa disiplin di kompetisi Asia. Tavares dikenal sebagai pelatih dengan struktur permainan kuat, detail, dan disiplin tinggi. Namun, sekali lagi, pengalaman membangun tim nasional dalam siklus internasional yang panjang belum pernah ia jalani.

Di sinilah John Herdman unggul secara signifikan.

Herdman bukan sekadar pelatih yang pernah mencicipi Piala Dunia. Ia adalah arsitek di balik salah satu kisah paling emosional dalam sejarah sepak bola Kanada. Selama lebih dari dua dekade karier kepelatihannya, Herdman dikenal sebagai pembangun fondasi, bukan pemburu hasil instan.

Perjalanannya dimulai jauh dari pusat perhatian, ketika ia melatih tim nasional junior Selandia Baru. Pengalaman panjang di level usia muda membentuk karakter kepelatihannya: sabar, detail, dan berorientasi pada pengembangan pemain. Karakter ini menjadi aset penting bagi Indonesia, yang tengah menikmati bonus demografi pemain muda, termasuk generasi diaspora.

Karier Herdman kemudian menanjak saat menangani tim nasional wanita Selandia Baru pada 2006. Selama 12 tahun, ia membangun tim tersebut menjadi kekuatan yang disegani di kawasan Oseania dan Asia Pasifik. Rentang waktu yang panjang itu memberinya pemahaman mendalam tentang manajemen tim nasional—sesuatu yang tak dimiliki pelatih dengan latar klub murni.

Titik balik terbesar datang pada 2018, ketika Herdman menerima tantangan dari federasi sepak bola Kanada. Awalnya ia dipercaya menangani tim U-23, sebelum akhirnya naik menjadi pelatih kepala tim senior. Di tangan Herdman, Kanada bertransformasi dari tim pinggiran menjadi kekuatan baru di CONCACAF.

Puncaknya terjadi saat Kanada lolos ke Piala Dunia 2022, mengakhiri penantian sejak 1986. Momen itu bukan sekadar pencapaian olahraga, melainkan peristiwa nasional. Rakyat Kanada menangis bahagia menyaksikan negaranya kembali ke panggung tertinggi sepak bola dunia.

Memang, perjalanan Kanada di Qatar tidak berjalan mulus. Mereka kalah di tiga laga fase grup dan tersingkir lebih awal. Namun bagi PSSI, kegagalan di fase grup bukanlah titik utama penilaian. Yang jauh lebih penting adalah kemampuan Herdman membawa tim melewati proses kualifikasi panjang, penuh tekanan, dan sarat dinamika politik sepak bola internasional.

Pengalaman inilah yang tak dimiliki Hodak maupun Tavares.

Selain itu, Herdman dinilai cocok dengan pendekatan struktural yang tengah dibangun PSSI. Ia dikenal mau tinggal penuh di negara yang dilatihnya, terlibat langsung dalam pembinaan usia muda, dan aktif memantau kompetisi domestik. Karakter “hadir sepenuhnya” ini menjadi poin krusial, terutama dalam konteks Indonesia yang memiliki tantangan geografis, kultur, dan kalender kompetisi yang unik.

Bagi PSSI, memilih John Herdman bukan berarti meremehkan kualitas Bojan Hodak atau Bernardo Tavares. Keduanya adalah pelatih berkualitas yang telah memberi warna positif bagi sepak bola Indonesia. Namun, kebutuhan Timnas berada di level yang berbeda.

Indonesia kini tidak hanya membutuhkan pelatih yang bisa menang di Liga 1. Indonesia membutuhkan pelatih yang paham bagaimana mimpi besar—lolos ke Piala Dunia—dibangun secara sistematis, bertahap, dan realistis.

Di mata PSSI, John Herdman adalah simbol dari proses itu. Dan jika akhirnya diumumkan resmi, maka pilihannya mencerminkan satu hal: keberanian untuk bermimpi lebih jauh, dengan pijakan pengalaman global yang nyata.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Purbaya Respon Soal Bebas Pajak Baju Reject untuk Bantuan Bencana Sumatra
• 37 menit lalubisnis.com
thumb
Venezuela Serukan Persatuan Militer dengan Kolombia Hadapi Ancaman AS
• 19 jam lalupantau.com
thumb
Otorita IKN Mulai Pembangunan Kompleks Legislatif dan Yudikatif, Ditargetkan Rampung 2027
• 9 jam laluidxchannel.com
thumb
Kemlu: 12.000 WNI Terdampak Kejahatan Transnasional
• 23 jam laluviva.co.id
thumb
Sosialisasi 4 Pilar MPR, Ibas Tegaskan Peran Ibu sebagai Fondasi Keluarga & Kekuatan Bangsa
• 15 jam lalujpnn.com
Berhasil disimpan.