Pengusaha Ungkap Ada Fenomena Baru Muncul di RI, Ini Penyebabnya

cnbcindonesia.com
1 jam lalu
Cover Berita
Foto: Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Persaingan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di kawasan Asia Tenggara kian ketat. Indonesia tidak lagi hanya berhadapan dengan negara tradisional seperti Vietnam namun juga Kamboja, tetapi juga dengan negara-negara yang agresif menarik investasi baru. Perbedaan struktur biaya dan kepastian kebijakan menjadi faktor penentu investor dalam memilih negara tujuan.

"Jadi perlu kita ketahui di ASEAN ini kita ini bersaing dengan Vietnam, Bangladesh, Kamboja, dan Laos. Di luar ASEAN ada Bangladesh, ada India. Saya itu kebetulan Ketua Asosiasi Tekstil se-ASEAN. Mereka itu membandingkan bagaimana istilahnya, ongkos jahit per piece-nya," kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja dalam konferensi pers di kantor API, Senin (22/12/2025).


Perbandingan biaya menjadi pertimbangan utama investor global. Ongkos produksi yang lebih kompetitif membuat negara lain terlihat lebih menarik. Situasi ini menempatkan Indonesia pada posisi yang tidak mudah dalam perebutan investasi. Lonjakan ekspor TPT di sejumlah negara tetangga disebut bukan terjadi secara kebetulan.

Baca: China Negara Nomor 1 Dunia, Makin Kaya Gara-gara Baterai

"Kita bisa lihat kenapa Kamboja, Vietnam, Laos, ekspor TPT-nya melonjak tajam? Karena asal muasalnya sebetulnya yang paling besar itu di sana FDI atau Foreign Direct Investment, yang investor-investornya banyak dari Negeri Tirai Bambu, Tiongkok," ujar Jemmy.

Ia mengungkapkan bahwa Indonesia sebenarnya sempat masuk radar investor. Namun dalam praktiknya, arus investasi justru lebih deras mengalir ke negara lain. Hal ini terjadi dalam beberapa tahun terakhir dan semakin terlihat jelas.

"Kenapa mereka banyak datang ke Vietnam, Bangladesh, Myanmar, Laos? Ya, sebetulnya mereka ada yang mencoba masuk ke Indonesia. Tapi kita lihat dalam waktu rentang lima tahun terakhir, itu derasnya di negara-negara Vietnam dan Kamboja."

Jemmy menilai keputusan investor sangat ditentukan juga oleh faktor kepastian, termasuk dalam ketentuan kenaikan upah minimum. Ketika kebijakan dianggap tidak stabil, minat untuk masuk akan langsung menurun. Kondisi inilah yang menurutnya perlu segera dibenahi.

Baca: UMP Jakarta Bisa Tembus Rp10 Juta Versi Hitungan Pengusaha, Kapan?

"Mereka melihat, satu, butuh sekali lagi kepastian. Kalau Indonesia yang awalnya mereka itu banyak yang 2026 mereka mau datang ke Indonesia, mau melihat. Ya, saya selalu bilang 'Welcome to Indonesia'. Indonesia negara yang punya masa depan. Tapi kalau seandainya mereka melihat 0,5 dikasih rentang sampai 0,9, ini membuat satu ketidakpastian. Jadi investor itu pasti enggan datang ke sini," ujarnya.

Menurutnya, ketidakpastian tersebut menjadi sinyal negatif di mata investor global. Dalam iklim persaingan regional yang ketat, investor cenderung memilih negara dengan aturan yang jelas dan konsisten. Jika tidak, Indonesia berisiko terus ditinggalkan.

"Jadi sekali lagi, kita butuh, kita mohon dengan sangat para pemangku kebijakan di pemerintah pusat untuk membuat iklim investasi atau regulasi yang setidaknya pro kepada industri," ujar Jemmy.


(fys/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Industri Tekstil di Ujung Tanduk,6 Pabrik Terancam Gulung Tikar

Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Wapres Kunjungi Gereja BNKP Nias, Pastikan Ibadah Natal Kondusif
• 20 jam lalumetrotvnews.com
thumb
PH: Pemberian uang ke menantu eks Sekretaris MA bukan urus perkara
• 1 jam laluantaranews.com
thumb
Buntut Meninggalnya Sopir Truk Sampah Bantargebang, DLH DKI Gelar Cek Kesehatan Hari Ini
• 10 jam lalukompas.com
thumb
Ini 16 Identitas Korban Tewas Kecelakaan Maut Bus Cahaya Trans di Tol Krapyak Semarang
• 9 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Kronologi Kecelakaan Bus PO Cahaya Trans di Exit Tol Krapyak Semarang: 16 Orang Meninggal Dunia
• 12 jam lalunarasi.tv
Berhasil disimpan.