FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Tersangka dugaan pencemaran nama baik, Dokter Tifauzia Tyassuma, menyinggung pengakuan lama Presiden ke-7, Jokowi, mengenai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) semasa kuliah.
Dikatakan Tifa, pengakuan paling jujur dan mungkin satu-satunya kejujuran Jokowi tercatat pada Juni 2013.
“Pengakuan paling jujur dan mungkin satu-satunya kejujuran dari seorang Jokowi adalah di bulan Juni tahun 2013,” ujar Tifa di X @DokterTifa (25/12/2025).
Saat itu, Jokowi menghadiri seminar di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta bersama Prof Mahfud MD dan almarhum Prof Syafii Maarif, di mana mereka saling bertukar cerita tentang IPK semasa kuliah.
“Dengan jujurnya, Jokowi bilang, IPK saya di bawah 2,” kata Tifa mengutip pengakuan Jokowi.
Tifa menekankan bahwa bagi Jokowi, konsep lulus dengan IPK minimal 2,00 tampaknya tidak sepenuhnya dipahami.
Kata dia, Hippocampus, bagian tengah otak yang menyimpan memori autobiografik seharusnya menyimpan pengalaman akademik.
Namun, pengakuan Jokowi tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai standar minimal IPK saat lulus Sarjana Universitas Gadjah Mada tidak ada dalam ingatannya.
“Artinya, tidak mungkin seorang mahasiswa UGM tidak mengetahui bahwa untuk lulus Sarjana, dia harus meraih IPK minimal 2,0,” sebutnya.
Lebih lanjut, Tifa mengatakan bahwa bagi Jokowi, IPK tidak memiliki makna berarti.
Bahkan menyinggung bahwa pengalaman kuliah di program studi Kehutanan S1 mungkin tidak terekam dalam ingatan Jokowi.
“Dia tidak tahu bahwa IPK kurang dari 2 artinya DO alias Drop Out. Jadi wajar kalau tidak punya ijazah,” tandasnya. (Muhsin/fajar)





